Satgas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Surabaya menemukan adanya klaster hajatan yang terjadi di Ibu Kota Provinsi Jawa Timur dalam beberapa hari terakhir, sedangkan Pemprov Jatim menetapkan 11 daerah untuk penerapan PPKM (pelaksanaan pembatasan kegiatan masyarakat).

Wakil Wakil Sekretaris IV Satgas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Surabaya Irvan Widyanto di Surabaya, Senin, mengatakan pihaknya memberikan rekomendasi saat kegiatan hajatan berlangsung agar ditiadakan prosesi prasmanan (makan swalayan).

"Tujuannya supaya masyarakat atau tamu yang hadir tidak diberi kesempatan untuk membuka masker," katanya.

Artinya, lanjut dia, makanannya dapat dibungkus dan dibawa pulang. Jadi ditiadakan makan-makannya supaya warga tidak membuka masker di tengah keramaian.

"Tetapi bukan berarti kita melarang kegiatan sosial budaya termasuk hajatan di dalamnya ya," ujarnya.

Baca juga: Kadiskes: Peningkatan kasus COVID di Bali dari klaster keluarga

Sebenarnya, lanjut dia, aturan itu sudah masuk di dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 67 Tahun 2020 Tentang Penerapan Protokol Kesehatan Dalam Rangka Pencegahan dan Memutus Mata Rantai Penyebaran COVID-19 yang menyebutkan bahwa apapun rekomendasi satgas maka itu yang dijalankan.

"Ketika tidak menjalankan rekomendasi satgas, maka tidak menutup kemungkinan pemilik hajatan, pengelola tempat, pemilik tempat terkena denda atau sanksi," ujarnya.

Irvan mengatakan hal ini berlaku tidak hanya pelenyelenggara di rumah, tetapi di hotel, gedung pernikahan maupun convention hall.

"Jadi ada kasus beberapa waktu lalu sepasang suami istri terpapar setelah mendatangi acara pernikahan di pusat kota. Awalnya mengeluh pusing mual, besoknya demam dan hari itu di tes usap keduanya positif," katanya.

Terakhir, ia berpesan kepada seluruh warga agar benar-benar mematuhi protokol kesehatan. Apabila tidak terlalu penting maka warga benar-benar diminta untuk tetap di rumah saja. "Kecuali bekerja atau hal yang penting," katanya.


11 daerah PPKM

Pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan 11 daerah di wilayah setempat untuk penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mulai 11 Januari 2021 hingga 25 Januari 2021.

Dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Surabaya (9/1), ke-11 daerah tersebut adalah Kota Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu, Kota Madiun, Kabupaten Madiun, Lamongan, Ngawi dan Kabupaten Blitar.

Penetapan tersebut berdasarkan pertimbangan Instruksi Kemendagri Nomor 1 Tahun 2021, yaitu Surabaya Raya meliputi Kota Surabaya, Kabupaten Gresik dan Kabupaten Sidoarjo.

Kemudian, atas dasar daerah yang masuk zona merah dalam peta BNPB, yaitu Kabupaten Blitar, Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Ngawi, serta daerah yang memenuhi seluruh kriteria empat indikator sebagaimana ditetapkan oleh Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN), yakin Kabupaten Madiun dan Kota Madiun.

Baca juga: Gubernur Bali ambil "jalan tengah" dalam penerapan PPKM

Empat kriteria pembatasan kegiatan untuk pengendalian penyebaran COVID-19, yakni diukur dari tingkat kematian di atas rata-rata nasional (3 persen), dan tingkat kesembuhan di bawah rata-rata nasional (82 persen).

Selanjutnya, tingkat kasus aktif di atas rata rata Nasional (14 persen), serta tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit (BOR) ICU dan isolasi di atas 70 persen.

Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan, berdasarkan Inmendagri 1/2021 diktum 1 disebutkan bahwa daerah prioritas adalah Surabaya Raya dan Malang Raya.

Sementara diktum 3 yang menyebutkan bahwa gubernur juga dapat menetapkan kabupaten dan kota lain.

"Maka, landasan penetapan kabupaten dan kota yang akan diberlakukan PPKM adalah daerah yang ditetapkan sebagai prioritas dalam Inmendagri 1/2021, daerah yang masuk zona merah dalam peta BNPB, serta daerah yang memenuhi seluruh kriteria empat indikator," katanya.

Gubernur mengajak semua pihak, termasuk masyarakat, ikut mematuhi pelaksanaan PPKM tersebut.

Dengan kerja sama tersebut, ia berharap penyebaran COVID-19 dapat terus ditekan sehingga kegiatan masyarakat, termasuk pemulihan ekonomi, dapat berjalan maksimal.

Baca juga: Hoaks, Jawa-Bali "lockdown" dua minggu

Salah satu penyebab peningkatan kasus COVID-19 ini, kata dia, adalah peningkatan mobilitas manusia sehingga penularannya terus berjalan dan belum bisa dihentikan.

"Padahal, penurunan mobilitas akan sangat berpengaruh terhadap proses penularan COVID-19. Dengan diberlakukannya PPKM ini diharapkan dapat menekan penularan kasus," ucap orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut.

Saat ini kasus COVID-19 di Jatim menunjukkan tren cukup signifikan, yakni sesuai data per Sabtu , 9 Januari 2021, kasus di Jatim mencapai 91.609 pasien dengan kasus konfirmasi sembuh 78.602 pasien (85,8 persen), kasus dirawat 6.627 pasien (7,24 persen) dan meninggal dunia 6.380 pasien (6,96 persen).

Data berikutnya, kapasitas tempat tidur COVID-19 di Jatim juga terdapat peningkatan jumlah BOR ICU isolasi maupun isolasi biasa untuk pasien COVID-19.

Saat ini, BOR ICU COVID-19 telah mencapai 72 persen, dan isolasi COVID-19 mencapai 79 persen, sehingga angka ini perlu diwaspadai karena standar dari WHO adalah 60 persen.

Tidak hanya itu, lanjut dia, tren kasus mingguan baru COVID-19 di Jatim mengalami peningkatan signifikan sejak pekan kedua November 2020 sampai Januari 2021.

"Harapannya PPKM ini menjadi upaya yang masif dan terstruktur untuk menghambat penyebaran COVID-19 di Jatim," tutur Khofifah.

Pewarta: Abdul Hakim/Fiqih Arfani

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021