Tim akademisi dari Undiksha, Singaraja, Bali, berhasil menciptakan teknologi pembuatan batu cadas tiruan sebagai bahan kerajinan seni ukir yang biasa digunakan pada arsitektur khas Bali.
"Tim ini mengaplikasikan teknologi inovasi itu di Industri Kerajinan Cadas Silakarang Di Desa Singapadu Kaler Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar, diantaranya Nata Loka Arts dan Saka Bali Arts," kata ketua tim, I Gede Putu Banu Astawa.
Tim akademisi yang dipimpin I Gede Putu Banu Astawa, M.T., M.Ak, itu terdiri dari I Made Ardwi Pradnyana, S.T., M.T dan Dr.rer.nat. I Wayan Karyasa, S,Pd., M.Sc.
Banu Astawa mengatakan, kebutuhan bahan batu cadas alam untuk memenuhi kebutuhan kerajinan di Bali terus meningkat setiap tahun, tersebut seiring dengan semakin digemarinya arsitektur khas Bali yang menggunakan bahan cadas.
"Di sisi lain, terdapat isu kelestarian lingkungan daerah aliran sungai dan perbukitan karena sumber utama batu cadas itu berasal dari daerah aliran sungai dan perbukitan," katanya.
Baca juga: Undiksha kembangkan teknologi pewarnaan endek dengan fiksator nanopasta
Agar lingkungan tetap lestari, akademisi Undiksha menawarkan solusi alternatif berupa penerapan teknologi tepat guna cadas termokromik buatan.
"Pengusaha industri kerajinan cadas ini mengalami penurunan omzet dan kerugian yang sangat berarti semenjak pandemi COVID-19 terjadi. Mereka membutuhkan teknologi yang dapat tidak saja meningkatkan kualitas dan produktivitas tetapi juga membangkitkan kembali kejayaan kerajinan cadas Bali," katanya.
Penerapan teknologi batu cadas tiruan ini dibuat dengan sistem moulding dan casting, dengan campuran bahan-bahan yang mudah diperoleh, yaitu pigmen termokromik dari limbah pengolahan batu cadas Abasan, abu vulkanik Gunung Agung.
"Limbah dan abu vulkanik itu kertersediaannya masih melimpah, dan semua itu digabung lagi dengan nanokomposit silika-karbon dari abu sekam padi," katanya.
Baca juga: Mahasiswa Undiksha Bali ikutkan karya dalam pameran seni rupa internasional
Menurut Banu Astawa, program ini didanai oleh Direktorat Riset dan Pemberdayaan Masyarakat, Dirtjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset dan teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Ristek/BRIN).
Selain bahan baku, para perajin juga terbelit persoalan dalam hal pemasaran produk sebagai dampak pandemi COVID-19. Kondisi demikian menggiring para perajin beralih profesi.
"Kami juga mencoba memberikan solusi untuk persoalan ini. Kami tawarkan perbaikan rencana bisnis berbasis data digital dengan sistem akuntansi berkelanjutan," terangnya.
Hasil dari program ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan para pengrajin di era pandemi, dan mampu mengembalikan kejayaan industri kerajinan cadas Silakarang dengan sentuhan inovasi-inovasi hasil riset akademisi perguruan tinggi.
"Saat ini, sudah ada beberapa produk pandil dan patung yang menggunakan cadas termokromik buatan. Semoga program ini bisa menggeliatkan usaha masyarakat," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Tim ini mengaplikasikan teknologi inovasi itu di Industri Kerajinan Cadas Silakarang Di Desa Singapadu Kaler Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar, diantaranya Nata Loka Arts dan Saka Bali Arts," kata ketua tim, I Gede Putu Banu Astawa.
Tim akademisi yang dipimpin I Gede Putu Banu Astawa, M.T., M.Ak, itu terdiri dari I Made Ardwi Pradnyana, S.T., M.T dan Dr.rer.nat. I Wayan Karyasa, S,Pd., M.Sc.
Banu Astawa mengatakan, kebutuhan bahan batu cadas alam untuk memenuhi kebutuhan kerajinan di Bali terus meningkat setiap tahun, tersebut seiring dengan semakin digemarinya arsitektur khas Bali yang menggunakan bahan cadas.
"Di sisi lain, terdapat isu kelestarian lingkungan daerah aliran sungai dan perbukitan karena sumber utama batu cadas itu berasal dari daerah aliran sungai dan perbukitan," katanya.
Baca juga: Undiksha kembangkan teknologi pewarnaan endek dengan fiksator nanopasta
Agar lingkungan tetap lestari, akademisi Undiksha menawarkan solusi alternatif berupa penerapan teknologi tepat guna cadas termokromik buatan.
"Pengusaha industri kerajinan cadas ini mengalami penurunan omzet dan kerugian yang sangat berarti semenjak pandemi COVID-19 terjadi. Mereka membutuhkan teknologi yang dapat tidak saja meningkatkan kualitas dan produktivitas tetapi juga membangkitkan kembali kejayaan kerajinan cadas Bali," katanya.
Penerapan teknologi batu cadas tiruan ini dibuat dengan sistem moulding dan casting, dengan campuran bahan-bahan yang mudah diperoleh, yaitu pigmen termokromik dari limbah pengolahan batu cadas Abasan, abu vulkanik Gunung Agung.
"Limbah dan abu vulkanik itu kertersediaannya masih melimpah, dan semua itu digabung lagi dengan nanokomposit silika-karbon dari abu sekam padi," katanya.
Baca juga: Mahasiswa Undiksha Bali ikutkan karya dalam pameran seni rupa internasional
Menurut Banu Astawa, program ini didanai oleh Direktorat Riset dan Pemberdayaan Masyarakat, Dirtjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset dan teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Ristek/BRIN).
Selain bahan baku, para perajin juga terbelit persoalan dalam hal pemasaran produk sebagai dampak pandemi COVID-19. Kondisi demikian menggiring para perajin beralih profesi.
"Kami juga mencoba memberikan solusi untuk persoalan ini. Kami tawarkan perbaikan rencana bisnis berbasis data digital dengan sistem akuntansi berkelanjutan," terangnya.
Hasil dari program ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan para pengrajin di era pandemi, dan mampu mengembalikan kejayaan industri kerajinan cadas Silakarang dengan sentuhan inovasi-inovasi hasil riset akademisi perguruan tinggi.
"Saat ini, sudah ada beberapa produk pandil dan patung yang menggunakan cadas termokromik buatan. Semoga program ini bisa menggeliatkan usaha masyarakat," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020