Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra mengatakan upaya penanganan COVID-19 di Bali dilaksanakan melalui dua cara pandang atau perspektif, yakni dari sisi kearifan lokal dan ilmu pengetahuan.

"Dari sisi kearifan lokal, masyarakat Bali mempercayai pandemi sebagai wabah penyakit yang bisa terjadi kapan saja disebabkan oleh hewan hingga disebut gering agung," kata Dewa Indra saat menjadi narasumber di Denpasar, Kamis.

Dewa Indra menyampaikan hal tersebut dalam FGD Kajian Strategis Staf Ahli Kepala Satuan Angkatan Darat (Sahli Kasad) bertajuk "CBRNE  THREATS": Implikasi Pada RRWP Serta Pembangunan Kekuatan dan Peningkatan Kemampuan TNI AD Dalam Membangun Sarpras Pertahanan Wilayah Darat.

Dari sisi kearifan lokal, juga kepercayaan adanya ketidakseimbangan alam beserta isinya yang disikapi dengan mengembalikan keharmonisan alam melalui sisi "niskala" atau spiritual dengan menggelar upacara bhuta yadnya (kurban suci) dan dewa yadnya (persembahan suci kehadapan TYME).

Baca juga: BI proyeksikan ekonomi Bali membaik pada triwulan III-2020

Sementara itu, perspektif kedua yakni dari sisi ilmu pengetahuan, Pemprov Bali  melaksanakan tindakan-tindakan konkret berbasis data dan nyata berdasar "science" serta  tentu saja mengikuti arah kebijakan pemerintah pusat.

"Diantaranya menerbitkan kebijakan-kebijakan yang mendukung pencegahan dan penanganan pandemi COVID-19 seperti pembentukan satuan tugas, dan penetapan status siaga darurat bencana wabah penyakit akibat COVID-19," ujarnya.

Kemudian pelaksanaan proses belajar-mengajar dan kegiatan administrasi pemerintahan dari rumah dan sebagainya, yang melibatkan seluruh "stakeholder" dan masyarakat Bali.

"Di samping upaya pencegahan, Pemprov Bali juga melaksanakan upaya-upaya dan terobosan percepatan penanganan pandemi dengan strategi terpenting yakni keterlibatan desa adat," katanya.

Pihaknya percaya benteng terakhir di Bali untuk menjaga adat budaya adalah desa, termasuk dalam menghadapi pandemi. "Desa adat adalah elemen terpenting bagi Bali," kata Sekda Dewa Indra sembari menjelaskan upaya – upaya lainnya.

Upaya penanganan yang melibatkan desa adat sebelumnya juga telah diperkuat kedudukan, tugas, fungsi dan kewenangannya melalui penerbitan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat  di Bali yang awalnya bertujuan memperkuat keberadaan desa adat dalam menjaga nilai-nilai adat dan budaya yang sangat ditaati dan ditakuti masyarakat Bali.

"Tidak hanya dari sisi regulasi, masing-masing desa adat juga diberikan dukungan finansial dengan anggaran dari  kas daerah yang besarannya cukup memadai total sekitar Rp350 juta per desa adat semenjak awal terjadinya pandemi hingga saat ini," ujarnya.

Baca juga: Round Up - Bali tutup "pintu masuk" tanpa PSBB

Sementara itu, Korsahli Kasad Irjen TNI Ali Amda Nugrah dalam sambutan pembukanya menyatakan harapannya melalui FGD terbangun komunikasi yang efektif dan efisien sebagai pelengkap data kajian strategis sebagai bahan analisis kajian strategis.

Hal tersebut guna menjadi masukan untuk diformulasikan sebagai saran strategis kepada atasan dalam menghadapi ancaman- ancaman negara khususnya  CBRNE (chemical, biological, radiological and nuclear).

Sekda Bali dalam kesempatan itu turut didampingi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Ketut Suarjaya, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Bali Made Rentin serta Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali IGAK Kartika Jaya Seputra. 

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020