Sejumlah petani di Pulau Dewata mengharapkan Pemerintah Provinsi Bali dapat terus menjaga eksistensi Sistem Pertanian Terpadu (Sipadu) karena selama ini manfaatnya sudah benar-benar dirasakan dalam meningkatkan pendapatan petani dan sekaligus menyuburkan lahan.
"Kami berharap pemerintah daerah dapat memfasilitasi pelatihan teknis maupun manajemen pengelolaan keuangan gabungan kelompok tani (gapoktan) yang mengelola Sipadu atau yang dulunya bernama Simantri (sistem pertanian terintegrasi)," kata Ketua Asosiasi Sipadu/Simantri Provinsi Bali I Gusti Ketut Susilabawa di Desa Lukluk Kabupaten Badung, Sabtu.
Saat menyampaikan masukan dalam penyerapan aspirasi virtual yang dilakukan anggota DPD RI Made Mangku Pastika, Susilabawa yang juga Ketua Sipadu 174 Gapoktan Dharma Pertiwi, Desa Lukluk, Kabupaten Badung itu mengatakan perharinya gapoktan tersebut dapat menghasilkan pupuk organik dari kotoran sapi berkisar dari 5-7 ton.
Pihaknya pun bekerja sama dengan kelompok Sipadu lainnya dan sejumlah petani individu untuk memenuhi tingginya permintaan pupuk organik. Gapoktan Dharma Pertiwi juga dipercaya Pemerintah Provinsi Bali sebagai salah satu penyalur pupuk organik bersubsidi untuk di wilayah Kabupaten Badung dengan kuota hingga lebih dari 2.000 ton.
Selain sebagai penyalur pupuk organik dari 2014 hingga saat ini, pihaknya juga bermitra dengan sejumlah pihak terkait sehingga produksi pupuknya juga di sejumlah penjual tanaman hias hingga memenuhi kebutuhan hotel. Di samping itu, pupuk yang diproduksi sekaligus memenuhi kebutuhan anggota.
"Kami juga memproduksi biopestisida dengan mencampurkan urine sapi dengan sejumlah empon-empon. Untuk tanaman, kami mengembangkan tanaman pangan seperti padi dan jagung, serta tanaman hortikultura diantaranya cabai dan sayur-mayur. Di samping dari sisi anakan sapi juga telah berkembang kini menjadi lebih dari 50 ekor," ucapnya.
Baca juga: Anggota DPD ajak petani Bali berorientasi pasar dan teknologi
Gapoktan Dharma Pertiwi yang pada 2012 berhasil meraih Juara II Lomba Simantri se-Bali dan berkesempatan belajar pertanian ke Thailand itu, saat ini juga dapat mengurangi pengangguran dengan mempekerjakan 20 orang pengelola pupuk organik yang mendapatkan upah harian berkisar dari Rp80-100 ribu.
"Tanah pertanian kami pun menjadi lebih gembur dan subur dengan rutin menggunakan pupuk organik. Malah belakangan sudah muncul belut dan larva capung yang menandakan lahan pertanian sudah terbebas dari pestisida," ujar Susilabawa.
Untuk menjaga eksistensi dari Sipadu yang untuk seluruh Bali berjumlah 752 unit itu, dia sangat berharap Pemprov Bali bisa memfasilitasi pemasaran pupuk organik agar semuanya terserap dan pupuk yang dihasilkan bisa memperoleh izin edar SNI sehingga bisa dipasarkan ke luar Bali.
"Semenjak adanya Simantri yang digagas oleh Made Mangku Pastika, yang merupakan Gubernur Bali sebelumnya, kami merasa bangga menjadi petani karena tidak seperti stigma dulu petani itu miskin dan seakan seperti kuli," ucapnya.
Keberhasilan pengelolaan Sipadu juga disampaikan Agung Wijana dari Simantri/Sipadu 027 Kelating, Kabupaten Tabanan yang mengatakan perbulan omzet yang dihasilkan berkisar Rp200-300 juta.
"Kami sekitar 70 persen dari pupuk yang dihasilkan itu dijual secara mandiri. Demikian pula kami bisa merekrut tenaga kerja yang sebelumnya bekerja di hotel maupun sejumlah lulusan sarjana untuk mengelola Sipadu. Bahkan kami sudah memiliki 10 mobil untuk kegiatan operasional," katanya.
I Wayan Bina Ismaya, Ketua Koperasi Nipo Pancakawiarta yang mewilayahi Sipadu/Simantri di Kabupaten Badung, Tabanan, dan Jembrana menambahkan dengan hadirnya Simantri dan mendapatkan subsidi pemerintah, kalau limbah kotoran ternak dulu dianggap musibah, namun kini menjadi berkah bagi petani karena lebih menguntungkan dibandingkan pertumbuhan berat badan sapi itu sendiri.
Menanggapi sejumlah aspirasi yang disampaikan perwakilan petani tersebut, anggota DPD RI Made Mangku Pastika menyatakan kegembiraannya dengan sejumlah perkembangan yang ada.
"Simantri yang awalnya embrio, sekarang sudah menjadi dewasa. Saya gembira sekali, apalagi juga telah banyak dibentuk CV dan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak. Apapun nama Simantri kini, yang penting semangatnya harus tetap terjaga," katanya.
Baca juga: Dosen IPB: pertanian tumbuh 2,19 persen di tengah pandemi
Menurut Pastika, hasil utama dari Simantri memang sesungguhnya dari pengolahan kotoran sapi dan urine menjadi pupuk organik, biourine, biopestisida hingga biogas yang tentunya untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Contohnya saja dari urine sapi yang untuk satu ekor sapi perhari itu sekitar lima liter dan setelah dioleh menjadi biourine, perliternya dijual seharga Rp8.000.
"Multiplier effect-nya dapat meningkatkan kesuburan lahan. Kalau Bali sudah terkenal sebagai 'Green Province', maka produk pertanian dapat menjadi lebih mahal. Sedangkan jika menggunakan pupuk dan pestisida kimia selain berdampak dari sisi kesehatan, juga sifatnya seperti narkoba, semakin lama dosis yang dibutuhkan makin tinggi," kata mantan Gubernur Bali dua periode itu.
Pastika mengharapkan pemerintah daerah, para ahli pertanian maupun lembaga terkait dapat membantu petani agar pupuk organik yang dihasilkan bisa tersertifikasi, sehingga pemasarannya menjadi lebih luas.
"Petani kini juga harus terus berinovasi dan menjadi petani intelektual yang paham teknologi dan ekonomi. Mudah-mudahan Sipadu dapat terus berkembang meningkatkan kesejahteraan petani dan membuat lingkungan Bali lebih sehat," katanya pada acara yang juga dirangkaikan dengan penyerahan bahan pokok kepada sejumlah anggota Gapoktan Dharma Pertiwi yang diserahkan tim ahli Ketut Ngastawa.
Kepala Seksi UPTD Sistem Pertanian Terpadu (Sipadu) Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Dewa Ketut Subawa mengatakan hingga 2018 sudah terbentuk 752 unit Sipadu.
"Dalam dua tahun terakhir memang tidak ada pengembangan tambahan unit Sipadu, tetapi untuk para pendamping Sipadu yang berjumlah 200 orang, gajinya masih bisa dipertahankan," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Kami berharap pemerintah daerah dapat memfasilitasi pelatihan teknis maupun manajemen pengelolaan keuangan gabungan kelompok tani (gapoktan) yang mengelola Sipadu atau yang dulunya bernama Simantri (sistem pertanian terintegrasi)," kata Ketua Asosiasi Sipadu/Simantri Provinsi Bali I Gusti Ketut Susilabawa di Desa Lukluk Kabupaten Badung, Sabtu.
Saat menyampaikan masukan dalam penyerapan aspirasi virtual yang dilakukan anggota DPD RI Made Mangku Pastika, Susilabawa yang juga Ketua Sipadu 174 Gapoktan Dharma Pertiwi, Desa Lukluk, Kabupaten Badung itu mengatakan perharinya gapoktan tersebut dapat menghasilkan pupuk organik dari kotoran sapi berkisar dari 5-7 ton.
Pihaknya pun bekerja sama dengan kelompok Sipadu lainnya dan sejumlah petani individu untuk memenuhi tingginya permintaan pupuk organik. Gapoktan Dharma Pertiwi juga dipercaya Pemerintah Provinsi Bali sebagai salah satu penyalur pupuk organik bersubsidi untuk di wilayah Kabupaten Badung dengan kuota hingga lebih dari 2.000 ton.
Selain sebagai penyalur pupuk organik dari 2014 hingga saat ini, pihaknya juga bermitra dengan sejumlah pihak terkait sehingga produksi pupuknya juga di sejumlah penjual tanaman hias hingga memenuhi kebutuhan hotel. Di samping itu, pupuk yang diproduksi sekaligus memenuhi kebutuhan anggota.
"Kami juga memproduksi biopestisida dengan mencampurkan urine sapi dengan sejumlah empon-empon. Untuk tanaman, kami mengembangkan tanaman pangan seperti padi dan jagung, serta tanaman hortikultura diantaranya cabai dan sayur-mayur. Di samping dari sisi anakan sapi juga telah berkembang kini menjadi lebih dari 50 ekor," ucapnya.
Baca juga: Anggota DPD ajak petani Bali berorientasi pasar dan teknologi
Gapoktan Dharma Pertiwi yang pada 2012 berhasil meraih Juara II Lomba Simantri se-Bali dan berkesempatan belajar pertanian ke Thailand itu, saat ini juga dapat mengurangi pengangguran dengan mempekerjakan 20 orang pengelola pupuk organik yang mendapatkan upah harian berkisar dari Rp80-100 ribu.
"Tanah pertanian kami pun menjadi lebih gembur dan subur dengan rutin menggunakan pupuk organik. Malah belakangan sudah muncul belut dan larva capung yang menandakan lahan pertanian sudah terbebas dari pestisida," ujar Susilabawa.
Untuk menjaga eksistensi dari Sipadu yang untuk seluruh Bali berjumlah 752 unit itu, dia sangat berharap Pemprov Bali bisa memfasilitasi pemasaran pupuk organik agar semuanya terserap dan pupuk yang dihasilkan bisa memperoleh izin edar SNI sehingga bisa dipasarkan ke luar Bali.
"Semenjak adanya Simantri yang digagas oleh Made Mangku Pastika, yang merupakan Gubernur Bali sebelumnya, kami merasa bangga menjadi petani karena tidak seperti stigma dulu petani itu miskin dan seakan seperti kuli," ucapnya.
Keberhasilan pengelolaan Sipadu juga disampaikan Agung Wijana dari Simantri/Sipadu 027 Kelating, Kabupaten Tabanan yang mengatakan perbulan omzet yang dihasilkan berkisar Rp200-300 juta.
"Kami sekitar 70 persen dari pupuk yang dihasilkan itu dijual secara mandiri. Demikian pula kami bisa merekrut tenaga kerja yang sebelumnya bekerja di hotel maupun sejumlah lulusan sarjana untuk mengelola Sipadu. Bahkan kami sudah memiliki 10 mobil untuk kegiatan operasional," katanya.
I Wayan Bina Ismaya, Ketua Koperasi Nipo Pancakawiarta yang mewilayahi Sipadu/Simantri di Kabupaten Badung, Tabanan, dan Jembrana menambahkan dengan hadirnya Simantri dan mendapatkan subsidi pemerintah, kalau limbah kotoran ternak dulu dianggap musibah, namun kini menjadi berkah bagi petani karena lebih menguntungkan dibandingkan pertumbuhan berat badan sapi itu sendiri.
Menanggapi sejumlah aspirasi yang disampaikan perwakilan petani tersebut, anggota DPD RI Made Mangku Pastika menyatakan kegembiraannya dengan sejumlah perkembangan yang ada.
"Simantri yang awalnya embrio, sekarang sudah menjadi dewasa. Saya gembira sekali, apalagi juga telah banyak dibentuk CV dan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak. Apapun nama Simantri kini, yang penting semangatnya harus tetap terjaga," katanya.
Baca juga: Dosen IPB: pertanian tumbuh 2,19 persen di tengah pandemi
Menurut Pastika, hasil utama dari Simantri memang sesungguhnya dari pengolahan kotoran sapi dan urine menjadi pupuk organik, biourine, biopestisida hingga biogas yang tentunya untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Contohnya saja dari urine sapi yang untuk satu ekor sapi perhari itu sekitar lima liter dan setelah dioleh menjadi biourine, perliternya dijual seharga Rp8.000.
"Multiplier effect-nya dapat meningkatkan kesuburan lahan. Kalau Bali sudah terkenal sebagai 'Green Province', maka produk pertanian dapat menjadi lebih mahal. Sedangkan jika menggunakan pupuk dan pestisida kimia selain berdampak dari sisi kesehatan, juga sifatnya seperti narkoba, semakin lama dosis yang dibutuhkan makin tinggi," kata mantan Gubernur Bali dua periode itu.
Pastika mengharapkan pemerintah daerah, para ahli pertanian maupun lembaga terkait dapat membantu petani agar pupuk organik yang dihasilkan bisa tersertifikasi, sehingga pemasarannya menjadi lebih luas.
"Petani kini juga harus terus berinovasi dan menjadi petani intelektual yang paham teknologi dan ekonomi. Mudah-mudahan Sipadu dapat terus berkembang meningkatkan kesejahteraan petani dan membuat lingkungan Bali lebih sehat," katanya pada acara yang juga dirangkaikan dengan penyerahan bahan pokok kepada sejumlah anggota Gapoktan Dharma Pertiwi yang diserahkan tim ahli Ketut Ngastawa.
Kepala Seksi UPTD Sistem Pertanian Terpadu (Sipadu) Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Dewa Ketut Subawa mengatakan hingga 2018 sudah terbentuk 752 unit Sipadu.
"Dalam dua tahun terakhir memang tidak ada pengembangan tambahan unit Sipadu, tetapi untuk para pendamping Sipadu yang berjumlah 200 orang, gajinya masih bisa dipertahankan," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020