Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Badung Provinsi Bali terus berupaya mengoptimalkan peran inklusi sosial perpustakaan dengan memperkuat perannya dalam meningkatkan literasi masyarakat.
"Melalui pelaksanaan webinar pelestarian bahasa dan tulisan Bali ini kami harapkan masyarakat khususnya generasi muda Badung mampu melestarikan Bahasa Bali sebagai bahasa ibu ditengah derasnya arus modernisasi di era digital 4.0," ujar Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Badung Ni Wayan Kristiani di Mangupura, Badung, Selasa.
Ia mengatakan transformasi perpustakaan merupakan salah satu program perpustakaan berinklusi sosial yaitu peningkatan pelayanan, pelibatan masyarakat dan advokasi.
"Untuk kami di Kabupaten Badung, ketiga hal tersebut dapat diwujudkan salah satunya melalui kegiatan workshop pelestarian bahasa dan tulisan Bali ini," katanya.
Wayan Kristiani menambahkan, kegiatan webinar itu diselenggarakan selama empat hari mulai dari tanggal 7-10 September secara virtual dengan peserta sebanyak 300 orang berasal dari guru Bahasa Bali tingkat SD dan SLTP se-Kabupaten Badung.
"Kami menghadirkan sejumlah narasumber yang berasal dari dosen Sastra Bali Universitas Udayana, Universitas Warmadewa, pengurus Ikatan Guru Indonesia (IGI) Bali serta duta bahasa Bali," ungkapnya.
Baca juga: Diskerpus Badung buat inovasi "Inlislite" selama COVID-19
Baca juga: Pemkab Badung luncurkan layanan perpustakaan digital
Sementara itu, Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa mengatakan, pihaknya berharap melalui webinar pelestarian Bahasa Bali tersebut generasi muda di wilayah Badung mampu melestarikan memahami dan menguasai Bahasa dan Aksara Bali.
"Kegiatan ini bermanfaat untuk menghindari degradasi penggunaan bahasa ibu dan budaya Bali di era globalisasi," ujarnya.
Ia menjelaskan, program perpustakaan tersebut hadir di tengah masyarakat sebagai salah satu upaya untuk mengubah paradigma bahwa perpustakaan bukan hanya sebagai ruang untuk membaca, melainkan sebuah ruang dimana orang-orang yang hendak mengubah peradaban, pola pikir dan hal lainnya dapat bertemu dan bekerja sama.
Menurutnya, dalam Undang-undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan pada pasal 2 menyebutkan bahwa Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran dan kemitraan.
"Perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan upaya meningkatkan akses kepada masyarakat agar mendapatkan informasi yang mereka butuhkan sehingga terjadi proses belajar yang mendorong kreativitas dan inovasi agar menjadi produktif bagi kesejahteraan masyarakat itu sendiri," ungkap Wabup Suiasa.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Melalui pelaksanaan webinar pelestarian bahasa dan tulisan Bali ini kami harapkan masyarakat khususnya generasi muda Badung mampu melestarikan Bahasa Bali sebagai bahasa ibu ditengah derasnya arus modernisasi di era digital 4.0," ujar Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Badung Ni Wayan Kristiani di Mangupura, Badung, Selasa.
Ia mengatakan transformasi perpustakaan merupakan salah satu program perpustakaan berinklusi sosial yaitu peningkatan pelayanan, pelibatan masyarakat dan advokasi.
"Untuk kami di Kabupaten Badung, ketiga hal tersebut dapat diwujudkan salah satunya melalui kegiatan workshop pelestarian bahasa dan tulisan Bali ini," katanya.
Wayan Kristiani menambahkan, kegiatan webinar itu diselenggarakan selama empat hari mulai dari tanggal 7-10 September secara virtual dengan peserta sebanyak 300 orang berasal dari guru Bahasa Bali tingkat SD dan SLTP se-Kabupaten Badung.
"Kami menghadirkan sejumlah narasumber yang berasal dari dosen Sastra Bali Universitas Udayana, Universitas Warmadewa, pengurus Ikatan Guru Indonesia (IGI) Bali serta duta bahasa Bali," ungkapnya.
Baca juga: Diskerpus Badung buat inovasi "Inlislite" selama COVID-19
Baca juga: Pemkab Badung luncurkan layanan perpustakaan digital
Sementara itu, Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa mengatakan, pihaknya berharap melalui webinar pelestarian Bahasa Bali tersebut generasi muda di wilayah Badung mampu melestarikan memahami dan menguasai Bahasa dan Aksara Bali.
"Kegiatan ini bermanfaat untuk menghindari degradasi penggunaan bahasa ibu dan budaya Bali di era globalisasi," ujarnya.
Ia menjelaskan, program perpustakaan tersebut hadir di tengah masyarakat sebagai salah satu upaya untuk mengubah paradigma bahwa perpustakaan bukan hanya sebagai ruang untuk membaca, melainkan sebuah ruang dimana orang-orang yang hendak mengubah peradaban, pola pikir dan hal lainnya dapat bertemu dan bekerja sama.
Menurutnya, dalam Undang-undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan pada pasal 2 menyebutkan bahwa Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran dan kemitraan.
"Perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan upaya meningkatkan akses kepada masyarakat agar mendapatkan informasi yang mereka butuhkan sehingga terjadi proses belajar yang mendorong kreativitas dan inovasi agar menjadi produktif bagi kesejahteraan masyarakat itu sendiri," ungkap Wabup Suiasa.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020