Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali Putri Suastini Koster mengingatkan masyarakat untuk lebih peduli dan melindungi anak-anak karena Pulau Dewata saat ini belum terbebas dari ancaman pedofilia, apalagi saat pandemi COVID-19 seperti sekarang ini perlu mewaspadai predator pedofilia.
"Kami harapkan keluarga dan lingkungan memberi perhatian serius terhadap hal ini. Bali belum terbebas dari ancaman para pedofil. Saya berharap agar keluarga dan lingkungan memberi perhatian serius terhadap hal ini," kata Putri Koster dalam webinar bertajuk Keterbukaan Informasi dan Gerakan Pencerdasan Anak Dalam Penyelengggaraan Perlindungan Anak dari Serangan Pedofilia, di Denpasar, Kamis.
Menurut dia, ibu-ibu dan keluarganya harus menjaga lebih ekstra putra-putrinya dari orang lingkungan terdekat, lingkungan sekitar ataupun pengawasan dalam penggunaan teknologi atau gadget sehingga anak-anak tidak menjadi sasaran para pedofil.
"Merespons permasalahan ini, saya selaku Ketua TP PKK Bali ketika terjun ke lapangan selain menyosialisasikan 10 program pokok PKK, saya juga selalu menyelipkan informasi agar para ibu-ibu memperhatikan masalah kehidupan keluarga dan anak-anak selain makanan dan kesehatannya," ujarnya.
Baca juga: DPRD Bali terima pengaduan LSM pedofilia
Istri Gubernur Bali itu meminta ibu-ibu memperhatikan perkembangan anak, menurut pengetahuannya, ternyata ancaman bagi keamanan anak masih tinggi. "Di permukaan tampak aman, tenang-tenang saja, seperti tidak ada masalah, namun kasus pedofilia ini ibarat bom waktu," ucapnya.
Putri Koster mengajak para ibu di tengah situasi pandemi COVID-19 ini selain memperhatikan kesehatan dan menjaga imunitas anak-anak juga harus tetap memperhatikan perkembangan anak-anak utamanya dari lingkungan sekitar dan juga dari derasnya pengaruh teknologi.
"Kita tidak boleh membiarkan anak-anak kita dimangsa oleh predator ini, karena jika sampai itu terjadi maka anak-anak kita juga akan berpotensi menjadi predator di masa depan. Untuk itu, mari kita jaga anak-anak kita dengan baik sehingga generasi penerus bangsa yang berkualitas dapat tumbuh dengan baik," ujarnya.
Baca juga: DPRD Bali selenggarakan rapat dengar pendapat kasus pedofilia
Empat hak anak
Dalam kesempatan itu, ada empat narasumber yang ahli dalam bidangnya memaparkan materi terkait pedofilia. Salah satunya adalah AA Sagung Anie Asmoro yang merupakan Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali.
Ia menyampaikan bahwa dalam UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
"Anak memiliki empat hak yaitu hak untuk hidup, hak untuk tumbuh kembang, hak untuk berpartisipasi, dan hak mendapat perlindungan kekerasan dan diskriminasi," ucapnya.
Baca juga: Pasek Suardika: Selesaikan Dugaan Pedofilia dengan Jalur Hukum
Namun beberapa waktu belakangan ini, sebagian besar anak usia prapunertas atau awal pubertas yang berumur sekitar 13 tahun baik laki-laki atau perempuan menjadi korban dari pedofilia. Anak yang rentan menjadi sasaran tersebut mayoritas anak yang berasal dari keluarga tidak mampu.
"Ada beberapa hambatan dalam pengungkapan kasus pedofilia yang terjadi selama ini seperti kurangnya pemahaman masyarakat terhadap apa dan bagaimana pedofilia tersebut. Selain itu, pedofilia tidak datang dari orang asing semata, melainkan bisa juga justru merupakan orang terdekat," katanya.
Selain itu, minimnya bukti, saksi dan dukungan bagi korban dan keluarganya menjadi suatu kendala dalam pengungkapan kasus.
"Pencegahan dapat dilakukan melalui peran orang tua/keluarga dengan membangun komunikasi yang berkualitas, mengajarkan anak tentang kesehatan reproduksi atau pendidikan seks usia dini. Selanjutnya, melalui peran masyarakat yang turut peduli dan mengawasi anak yang ada di sekitar dan melaporkan apabila mengetahui, melihat adanya kekerasan pada anak," ucap Anie Asmoro.
Sedangkan pencegahan yang harus dilakukan dari sisi pemerintah adalah pemenuhan hak anak dan memberikan perlindungan khusus, hukuman berat bagi pelaku, melakukan pengawasan terhadap orang asing secara ketat, sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat dan intervensi kepada keluarga yang anak-anaknya rentan menjadi korban kekerasan.
Dalam acara itu juga diisi pemaparan materi dari narasumber lain yaitu Ketua KPID Bali I Made Sunarsa, Ketua Komisi Informasi Provinsi Bali Widiada Kepakisan dan Akademisi Dr AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Kami harapkan keluarga dan lingkungan memberi perhatian serius terhadap hal ini. Bali belum terbebas dari ancaman para pedofil. Saya berharap agar keluarga dan lingkungan memberi perhatian serius terhadap hal ini," kata Putri Koster dalam webinar bertajuk Keterbukaan Informasi dan Gerakan Pencerdasan Anak Dalam Penyelengggaraan Perlindungan Anak dari Serangan Pedofilia, di Denpasar, Kamis.
Menurut dia, ibu-ibu dan keluarganya harus menjaga lebih ekstra putra-putrinya dari orang lingkungan terdekat, lingkungan sekitar ataupun pengawasan dalam penggunaan teknologi atau gadget sehingga anak-anak tidak menjadi sasaran para pedofil.
"Merespons permasalahan ini, saya selaku Ketua TP PKK Bali ketika terjun ke lapangan selain menyosialisasikan 10 program pokok PKK, saya juga selalu menyelipkan informasi agar para ibu-ibu memperhatikan masalah kehidupan keluarga dan anak-anak selain makanan dan kesehatannya," ujarnya.
Baca juga: DPRD Bali terima pengaduan LSM pedofilia
Istri Gubernur Bali itu meminta ibu-ibu memperhatikan perkembangan anak, menurut pengetahuannya, ternyata ancaman bagi keamanan anak masih tinggi. "Di permukaan tampak aman, tenang-tenang saja, seperti tidak ada masalah, namun kasus pedofilia ini ibarat bom waktu," ucapnya.
Putri Koster mengajak para ibu di tengah situasi pandemi COVID-19 ini selain memperhatikan kesehatan dan menjaga imunitas anak-anak juga harus tetap memperhatikan perkembangan anak-anak utamanya dari lingkungan sekitar dan juga dari derasnya pengaruh teknologi.
"Kita tidak boleh membiarkan anak-anak kita dimangsa oleh predator ini, karena jika sampai itu terjadi maka anak-anak kita juga akan berpotensi menjadi predator di masa depan. Untuk itu, mari kita jaga anak-anak kita dengan baik sehingga generasi penerus bangsa yang berkualitas dapat tumbuh dengan baik," ujarnya.
Baca juga: DPRD Bali selenggarakan rapat dengar pendapat kasus pedofilia
Empat hak anak
Dalam kesempatan itu, ada empat narasumber yang ahli dalam bidangnya memaparkan materi terkait pedofilia. Salah satunya adalah AA Sagung Anie Asmoro yang merupakan Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali.
Ia menyampaikan bahwa dalam UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
"Anak memiliki empat hak yaitu hak untuk hidup, hak untuk tumbuh kembang, hak untuk berpartisipasi, dan hak mendapat perlindungan kekerasan dan diskriminasi," ucapnya.
Baca juga: Pasek Suardika: Selesaikan Dugaan Pedofilia dengan Jalur Hukum
Namun beberapa waktu belakangan ini, sebagian besar anak usia prapunertas atau awal pubertas yang berumur sekitar 13 tahun baik laki-laki atau perempuan menjadi korban dari pedofilia. Anak yang rentan menjadi sasaran tersebut mayoritas anak yang berasal dari keluarga tidak mampu.
"Ada beberapa hambatan dalam pengungkapan kasus pedofilia yang terjadi selama ini seperti kurangnya pemahaman masyarakat terhadap apa dan bagaimana pedofilia tersebut. Selain itu, pedofilia tidak datang dari orang asing semata, melainkan bisa juga justru merupakan orang terdekat," katanya.
Selain itu, minimnya bukti, saksi dan dukungan bagi korban dan keluarganya menjadi suatu kendala dalam pengungkapan kasus.
"Pencegahan dapat dilakukan melalui peran orang tua/keluarga dengan membangun komunikasi yang berkualitas, mengajarkan anak tentang kesehatan reproduksi atau pendidikan seks usia dini. Selanjutnya, melalui peran masyarakat yang turut peduli dan mengawasi anak yang ada di sekitar dan melaporkan apabila mengetahui, melihat adanya kekerasan pada anak," ucap Anie Asmoro.
Sedangkan pencegahan yang harus dilakukan dari sisi pemerintah adalah pemenuhan hak anak dan memberikan perlindungan khusus, hukuman berat bagi pelaku, melakukan pengawasan terhadap orang asing secara ketat, sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat dan intervensi kepada keluarga yang anak-anaknya rentan menjadi korban kekerasan.
Dalam acara itu juga diisi pemaparan materi dari narasumber lain yaitu Ketua KPID Bali I Made Sunarsa, Ketua Komisi Informasi Provinsi Bali Widiada Kepakisan dan Akademisi Dr AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020