Denpasar (Antara Bali) - Penembakan lima perampok yang diduga terkait jaringan teroris dan beberapa kali merebaknya isu teror bom di Bali, membuat petugas keamanan adat atau pecalang memperketat pengamanan Nyepi, Jumat.
Mereka tak hanya melarang umat yang hendak melaksanakan Shalat Jumat melintasi batas dusun atau banjar, tetapi juga menolak permohonan para wartawan untuk turut memantau dan mengambil gambar dengan berkeliling dusun.
"Ini demi keamanan kita bersama, pecalang diminta bertugas lebih teliti dan waspada, dengan memeriksa tas atau barang bawaan orang yang ditemukan di tempat umum, termasuk yang hendak Shalat Jumat tadi," kata Wayan Sutha, Kelian Banjar/Kepala Dusun Teruna Sari, Dauh Puri Kaja, Denpasar.
Didampingi Made Subagiyo, Ketua Pecalang Banjar Teruna Sari, dia menjelaskan bahwa peningkatan pengamanan itu sebelumnya telah dibahas antarpejabat terkait, termasuk antara unsur adat dengan perwakilan umat lainnya.
Ketika wartawan ANTARA meminta untuk ikut memantau keliling dusun, Wayan Sutha dengan ramah menyarankan agar kalau perlu menemui dirinya di kantor Banjar Teruna Sari saja.
Sebelumnya para wartawan yang mengajukan permohonan untuk memantau Nyepi bersama pecalang di Desa Adat Kuta dan beberapa tempat lainnya, juga tidak ada satupun yang dikabulkan.
Sementara Purwadi dari Yayasan Al Hidayah Gatsu di kawasan Jalan Gatot Subroto VI, Denpasar, membenarkan bahwa pihaknya justru turut meminta agar pecalang memeriksa tas atau barang bawaan umat yang hendak Shalat Jumat.
Gusti Sucita dan Made Tunas, pecalang yang menjaga pelaksanaan Shalat Jumat di tempat "darurat" aula Yayasan Al Hidayah Gatsu, yang baru pertama digunakan Jumatan, selain memeriksa tas umat juga menahan sejumlah sepeda pancal yang digunakan umat dan dipersilahkan diambil Sabtu (24/3).
Sementara puluhan umat dari Yayasan Al Kautsar Banjar Taktak dan kawasan Jalan A Yani Utara lainnya yang hendak Jumatan ke Kampung Jawa, terpaksa harus kembali pulang karena melanggar larangan melintasi batas dusun.(*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
Mereka tak hanya melarang umat yang hendak melaksanakan Shalat Jumat melintasi batas dusun atau banjar, tetapi juga menolak permohonan para wartawan untuk turut memantau dan mengambil gambar dengan berkeliling dusun.
"Ini demi keamanan kita bersama, pecalang diminta bertugas lebih teliti dan waspada, dengan memeriksa tas atau barang bawaan orang yang ditemukan di tempat umum, termasuk yang hendak Shalat Jumat tadi," kata Wayan Sutha, Kelian Banjar/Kepala Dusun Teruna Sari, Dauh Puri Kaja, Denpasar.
Didampingi Made Subagiyo, Ketua Pecalang Banjar Teruna Sari, dia menjelaskan bahwa peningkatan pengamanan itu sebelumnya telah dibahas antarpejabat terkait, termasuk antara unsur adat dengan perwakilan umat lainnya.
Ketika wartawan ANTARA meminta untuk ikut memantau keliling dusun, Wayan Sutha dengan ramah menyarankan agar kalau perlu menemui dirinya di kantor Banjar Teruna Sari saja.
Sebelumnya para wartawan yang mengajukan permohonan untuk memantau Nyepi bersama pecalang di Desa Adat Kuta dan beberapa tempat lainnya, juga tidak ada satupun yang dikabulkan.
Sementara Purwadi dari Yayasan Al Hidayah Gatsu di kawasan Jalan Gatot Subroto VI, Denpasar, membenarkan bahwa pihaknya justru turut meminta agar pecalang memeriksa tas atau barang bawaan umat yang hendak Shalat Jumat.
Gusti Sucita dan Made Tunas, pecalang yang menjaga pelaksanaan Shalat Jumat di tempat "darurat" aula Yayasan Al Hidayah Gatsu, yang baru pertama digunakan Jumatan, selain memeriksa tas umat juga menahan sejumlah sepeda pancal yang digunakan umat dan dipersilahkan diambil Sabtu (24/3).
Sementara puluhan umat dari Yayasan Al Kautsar Banjar Taktak dan kawasan Jalan A Yani Utara lainnya yang hendak Jumatan ke Kampung Jawa, terpaksa harus kembali pulang karena melanggar larangan melintasi batas dusun.(*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012