Terhentinya industri pariwisata dan penerbangan akibat pandemi COVID-19 membuat konsumen berbondong-bondong meminta pengembalian dana atas tiket yang dibatalkan karena situasi tak memungkinkan untuk bepergian.
Namun, ada maskapai yang memilih tidak memberikan uang, melainkan voucher tiket pesawat yang bisa dipakai kemudian hari.
Pengamat Penerbangan Gerry Soejatman menuturkan, memberikan voucher adalah jalan tengah untuk tetap tidak mengabaikan hak konsumen sembari mempertahankan keberlangsungan maskapai.
"Kalau dikembalikan (semua) dalam bentuk tunai, maskapai bisa bangkrut," kata Gerry dalam diskusi daring, Kamis.
Baca juga: Maskapai Penerbangan Siap "Refund" Tiket Penumpang
Selama pandemi, industri pariwisata dan penerbangan kehilangan pendapatan. Di sisi lain, para pelaku bisnis juga harus tetap menggelontorkan dana operasional meski tak ada pemasukan yang cukup.
Gerry mengatakan, pada awal Maret hingga Juni pemesanan tiket pesawat untuk tujuan domestik di Indonesia turun 30 persen, sementara tiket internasional turun 70 persen.
Berkurangnya frekuensi penerbangan yang turun drastis dari maksimal 1.200 penerbangan sehari menjadi 80 penerbangan sehari.
Di tengah pemasukan yang turun 90 persen, maskapai tetap harus membayar biaya gaji karyawan hingga operasional pesawat. Ini membuat voucher jadi pilihan untuk pengembalian dana atau refund tiket pesawat.
Menurut Gerry, permintaan untuk refund sebelum pandemi biasanya hanya mencapai satu persen dari total pembelian tiket. Akibat pandemi, permintaan membludak hingga 100 kali lipat, membuat maskapai dan agen wisata kewalahan serta membutuhkan waktu lebih lama.
Dalam kondisi normal, pengembalian berupa uang tunai bisa diberikan oleh biro perjalanan dari transaksi konsumen-konsumen lain. Namun, tak ada perputaran uang selama pandemi membuat refund dalam bentuk uang tunai sulit diwujudkan.
"Dulu yang di-refund sedikit, sekarang menumpuk. Bukan cuma soal cash didapat dari mana, tapi prosesnya pun lama," ujar dia.
Voucher sebagai pengganti refund uang tunai menjadi titik tengah untuk maskapai yang berada dalam posisi terjepit.
Bila memaksakan diri untuk mengganti semua tiket konsumen yang dibatalkan dengan uang tunai, maskapai dapat bangkrut dan membuat industri ikut ambruk.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno menambahkan, setiap maskapai punya aturan yang berbeda-beda.
"Ada yang enggak boleh refund cash dan menggantinya dengan voucher," ujar Pauline.
Menurut Pauline, pihaknya sempat memperjuangkan pilihan refund dengan uang tunai sebagai pilihan yang diinginkan oleh konsumen.
"Tapi dilihat kondisinya sekarang, refund voucher juga enggak jelek."
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
Namun, ada maskapai yang memilih tidak memberikan uang, melainkan voucher tiket pesawat yang bisa dipakai kemudian hari.
Pengamat Penerbangan Gerry Soejatman menuturkan, memberikan voucher adalah jalan tengah untuk tetap tidak mengabaikan hak konsumen sembari mempertahankan keberlangsungan maskapai.
"Kalau dikembalikan (semua) dalam bentuk tunai, maskapai bisa bangkrut," kata Gerry dalam diskusi daring, Kamis.
Baca juga: Maskapai Penerbangan Siap "Refund" Tiket Penumpang
Selama pandemi, industri pariwisata dan penerbangan kehilangan pendapatan. Di sisi lain, para pelaku bisnis juga harus tetap menggelontorkan dana operasional meski tak ada pemasukan yang cukup.
Gerry mengatakan, pada awal Maret hingga Juni pemesanan tiket pesawat untuk tujuan domestik di Indonesia turun 30 persen, sementara tiket internasional turun 70 persen.
Berkurangnya frekuensi penerbangan yang turun drastis dari maksimal 1.200 penerbangan sehari menjadi 80 penerbangan sehari.
Di tengah pemasukan yang turun 90 persen, maskapai tetap harus membayar biaya gaji karyawan hingga operasional pesawat. Ini membuat voucher jadi pilihan untuk pengembalian dana atau refund tiket pesawat.
Menurut Gerry, permintaan untuk refund sebelum pandemi biasanya hanya mencapai satu persen dari total pembelian tiket. Akibat pandemi, permintaan membludak hingga 100 kali lipat, membuat maskapai dan agen wisata kewalahan serta membutuhkan waktu lebih lama.
Dalam kondisi normal, pengembalian berupa uang tunai bisa diberikan oleh biro perjalanan dari transaksi konsumen-konsumen lain. Namun, tak ada perputaran uang selama pandemi membuat refund dalam bentuk uang tunai sulit diwujudkan.
"Dulu yang di-refund sedikit, sekarang menumpuk. Bukan cuma soal cash didapat dari mana, tapi prosesnya pun lama," ujar dia.
Voucher sebagai pengganti refund uang tunai menjadi titik tengah untuk maskapai yang berada dalam posisi terjepit.
Bila memaksakan diri untuk mengganti semua tiket konsumen yang dibatalkan dengan uang tunai, maskapai dapat bangkrut dan membuat industri ikut ambruk.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno menambahkan, setiap maskapai punya aturan yang berbeda-beda.
"Ada yang enggak boleh refund cash dan menggantinya dengan voucher," ujar Pauline.
Menurut Pauline, pihaknya sempat memperjuangkan pilihan refund dengan uang tunai sebagai pilihan yang diinginkan oleh konsumen.
"Tapi dilihat kondisinya sekarang, refund voucher juga enggak jelek."
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020