Denpasar (Antara Bali) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqiel Siradj mengajak warga nahdliyin di Bali tetap menghargai kemajemukan.
"Warga NU di Bali tetap harus menjunjung tinggi kebhinnekaan karena empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara sudah final," katanya di Denpasar, Sabtu.
Menurut dia, Islam tidak melarang penghormatan dan pengakuan terhadap agama dan budaya tertentu. "Sebatas etika dan hubungan sosial, penghormatan tetap diperbolehkan. Yang tidak boleh, sinkretisme (perpaduan dari beberapa paham berbeda untuk mencari keserasian dan keseimbangan)," katanya dalam seminar bertemakan Kohesi Sosial, Antara Cita-Cita dan Fakta itu.
Bahkan, dia pun meminta warga nahdliyin di Bali turut melindungi umat Hindu yang berkelakuan baik, sebaliknya umat Islam yang berkelakuan tidak terpuji, dia melarang warga nahdliyin melindunginya.
"Kalau ada umat lain yang tidak baik, biarlah umat itu sendiri yang mengarahkannya karena NU menolak menyelesaikan persoalan dengan cara-cara kekerasan. Islam dan agama lain juga melarang kekerasan," katanya dalam seminar yang diselenggarakan PWNU Bali dalam rangkaian peringatan Tahun Baru Islam itu.
Menanggapi pertanyaan dari pengurus Muslimat NU Denpasar mengenai tata cara berbusana bagi muslimah di Bali yang masih memadukan niilai-nilai keislaman dengan unsur budaya lokal, Said menegaskan sah-sah saja sebagai bentuk kesalehan ritual dan kesalehan sosial.
"Dalam lingkungan keluarga, saya mencari menantu, sopir, dan pembantu tentu harus yang muslim. Tapi, untuk urusan di luar keluarga, saya singkirkan paham seperti itu. Oleh sebab itu, pertimbangkanlah kesalehan ritual dan kesalehan sosial," katanya mencontohkan.
Dalam kesempatan itu, dia juga memaparkan ajaran Rasulullah SAW dalam menghormati pemeluk agama lain. Apalagi selama menjalani masa kenabian, Rasulullah tidak pernah berkeinginan mendirikan negara Islam.
Dalam rangkaian kegiatan Pekan Muharam itu, Said juga akan menjadi pembicara dalam Tablig Akbar di Masjid Baiturrahman, Denpasar, Sabtu malam.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Warga NU di Bali tetap harus menjunjung tinggi kebhinnekaan karena empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara sudah final," katanya di Denpasar, Sabtu.
Menurut dia, Islam tidak melarang penghormatan dan pengakuan terhadap agama dan budaya tertentu. "Sebatas etika dan hubungan sosial, penghormatan tetap diperbolehkan. Yang tidak boleh, sinkretisme (perpaduan dari beberapa paham berbeda untuk mencari keserasian dan keseimbangan)," katanya dalam seminar bertemakan Kohesi Sosial, Antara Cita-Cita dan Fakta itu.
Bahkan, dia pun meminta warga nahdliyin di Bali turut melindungi umat Hindu yang berkelakuan baik, sebaliknya umat Islam yang berkelakuan tidak terpuji, dia melarang warga nahdliyin melindunginya.
"Kalau ada umat lain yang tidak baik, biarlah umat itu sendiri yang mengarahkannya karena NU menolak menyelesaikan persoalan dengan cara-cara kekerasan. Islam dan agama lain juga melarang kekerasan," katanya dalam seminar yang diselenggarakan PWNU Bali dalam rangkaian peringatan Tahun Baru Islam itu.
Menanggapi pertanyaan dari pengurus Muslimat NU Denpasar mengenai tata cara berbusana bagi muslimah di Bali yang masih memadukan niilai-nilai keislaman dengan unsur budaya lokal, Said menegaskan sah-sah saja sebagai bentuk kesalehan ritual dan kesalehan sosial.
"Dalam lingkungan keluarga, saya mencari menantu, sopir, dan pembantu tentu harus yang muslim. Tapi, untuk urusan di luar keluarga, saya singkirkan paham seperti itu. Oleh sebab itu, pertimbangkanlah kesalehan ritual dan kesalehan sosial," katanya mencontohkan.
Dalam kesempatan itu, dia juga memaparkan ajaran Rasulullah SAW dalam menghormati pemeluk agama lain. Apalagi selama menjalani masa kenabian, Rasulullah tidak pernah berkeinginan mendirikan negara Islam.
Dalam rangkaian kegiatan Pekan Muharam itu, Said juga akan menjadi pembicara dalam Tablig Akbar di Masjid Baiturrahman, Denpasar, Sabtu malam.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011