Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho mendorong pemerintah kabupaten/kota di Pulau Dewata untuk membentuk BUMD Pangan sebagai salah satu instrumen dalam referensi harga dan menjaga stabilitas pasokan komoditas hasil pertanian.

"Kalau memang harga di pasaran terlalu tinggi, BUMD Pangan dapat mengintervensi karena memang telah memiliki stok," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho, di Denpasar, Rabu.

Di sejumlah provinsi di Indonesia, lanjut Trisno, telah memiliki BUMD Pangan seperti halnya di DKI Jakarta, yang di antaranya mengatur pasokan dan harga cabai merah, cabai keriting, beras, dan sebagainya.

Baca juga: BI: inflasi di Bali hingga akhir tahun lebih rendah

"Pemerintah Kabupaten Badung bahkan menyatakan sudah siap untuk membentuk BUMD Pangan. Apalagi Badung juga sudah memiliki Controlled Atmosphere Storages (CAS) di daerah Petang. Badung punya 'resources' dan Bapak Wakil Bupati juga sudah siap untuk membentuk BUMD Pangan itu," ucapnya.

Trisno berharap hal serupa juga dapat dilakukan pemerintah kabupaten lainnya di Bali. Dengan adanya BUMD Pangan itu, sekaligus PD Pasar di masing-masing daerah dapat menjadi "pemain" atau pelaku yang bisa memengaruhi harga pasar.

"Jadi PD Pasar tidak hanya punya slot-slot untuk disewakan, tetapi menjadi pelaku dalam referensi harga. Meskipun perusahaan daerah mencari untung, tentunya tidak akan banyak karena tujuan utamanya untuk masyarakat," katanya.

Baca juga: BI Bali dorong sinergi berbagai pihak wujudkan desa wisata terintegrasi

Pihaknya berkomitmen secara berkelanjutan menyampaikan pada sejumlah kabupaten di Bali terkait pentingnya BUMD Pangan itu. Apalagi jika memiliki potensi hasil pertanian yang melimpah, hendaknya bisa sekaligus membeli "cold storage" yang dimiliki BUMD Pangan. Dengan demikian, harga komoditas pertanian saat musim panen tidak anjlok dan konsumen pun tidak harus membeli terlalu mahal ketika produk pertanian tidak pada musimnya.

Sebelumnya Trisno mengemukakan sejumlah komoditas yang memberikan sumbangan inflasi tinggi di Bali diantaranya daging ayam ras, cabai, bawang merah, bawang putih, telur ayam ras, beras, daging sapi dan minyak goreng. "Harga cabai dan bawang memang cenderung meningkat di triwulan IV selama tiga tahun terakhir," ucapnya.

Secara umum, lanjut Trisno, risiko pendorong inflasi di Bali terutama disebabkan tiga faktor yakni pasokan komoditas utama dari luar Pulau Bali, gejolak harga musiman, dan peningkatan permintaan yang didorong oleh peningkatan kunjungan wisatawan.

Jika dilihat dari periode Januari-September 2019, inflasi Provinsi Bali secara umum sebesar 2,29 persen (rata-rata yoy). Sedangkan hingga akhir tahun, proyeksi inflasi di Bali berkisar antara 2,4 persen-2,9 persen (yoy).

Baca juga: BI proyeksikan inflasi Bali 2019 sekitar 3 persen

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019