Sejumlah ilmuwan, praktisi industri serta perwakilan unsur pemerintah se-ASEAN seperti Brunei Darussalam, Indonesia, Kamboja, Laos, dan Malaysia mengkaji berbagai solusi penyediaan biofuel (bahan bakar nabati) untuk energi dan transportasi dalam "Workshop on Higher Blending of Biofuels for Transportation in ASEAN Countries: Testing and Strategy" di Kuta, Kabupaten Badung, Bali.
"Workshop/lokakarya yang diadakan 'ASEAN Science Technology and Innovation Fund' itu bertujuan memenuhi target kebijakan setiap negara dalam menyeimbangkan keamanan energi dan manfaat lingkungan dengan implikasi potensial lainnya, terutama dalam ketahanan pangan, deforestasi, keanekaragaman hayati dan penanganan masalah sosial yang timbul," kata Kepala Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI, Purwoko Adhi, di Badung, Rabu.
Di sela mengikuti "Workshop on Higher Blending of Biofuels for Transportation in ASEAN Countries: Testing and Strategy", ia menjelaskan lokakarya ini juga bertujuan untuk membangun jejaring yang kuat di antara para peneliti di ASEAN guna mendorong kebijakan dan peraturan pemerintah yang mendukung penelitian dan pengembangan energi terbarukan.
"Dalam waktu dekat, Masyarakat Ekonomi ASEAN akan meliberalisasi pasar biofuel yang telah dimulai sejak tahun 2016. Di dalamnya diharapkan terdapat keterkaitan antarpasar untuk menyerap kelebihan pasokan yang disebabkan oleh kebijakan dan target masing-masing negara," ujarnya.
Menurut dia, pertemuan ini menjadi platform yang ideal untuk mempertemukan para ilmuwan, praktisi industri, dan pemerintah untuk mendiskusikan hal yang mencakup status pemanfaatan biofuel, kendala penerapan, regulasi dan strategi serta rencana pengembangan selanjutnya.
"Biofuel merupakan bahan bakar nabati yang disebut dapat menjadi pengganti untuk bahan bakar berbasis fosil karena lebih ramah lingkungan. Potensi biofuel cair generasi pertama di kawasan ASEAN menjadi bagian penting pasokan energi baru dan terbarukan," katanya.
Baca juga: BUMN susun Peta Jalan EBT percepat energi surya nasional
Bahan bakar nabati (biofuel) adalah sumber energi terbarukan dan lebih ramah lingkungan. Dua bentuk umum biofuel adalah bioetanol dan biodiesel. Biotenol terbuat dari bahan baku utama tebu dan singkong, sedangkan biodiesel terbuat dari bahan baku utama minyak kelapa sawit dan kelapa.
Saat ini, Thailand dan Filipina memproduksi bioetanol dan biodiesel, sedangkan Malaysia dan Indonesia merupakan produsen biodiesel. "Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand memiliki target kebijakan khusus terkait pengembangan penggunaan biofuel," katanya.
Pada 2030, Malaysia berencana mengganti 5 persen diesel dalam transportasi jalan, sedangkan Filipina berencana mengganti 15 persen diesel dan 20 persen bensin dengan biofuel. Sementara itu pada 2021, Thailand berencana menyimpan 44 persen minyak oleh biofuel.
Baca juga: Pemprov Bali lakukan uji publik rumusan Pergub Energi Bersih
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Workshop/lokakarya yang diadakan 'ASEAN Science Technology and Innovation Fund' itu bertujuan memenuhi target kebijakan setiap negara dalam menyeimbangkan keamanan energi dan manfaat lingkungan dengan implikasi potensial lainnya, terutama dalam ketahanan pangan, deforestasi, keanekaragaman hayati dan penanganan masalah sosial yang timbul," kata Kepala Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI, Purwoko Adhi, di Badung, Rabu.
Di sela mengikuti "Workshop on Higher Blending of Biofuels for Transportation in ASEAN Countries: Testing and Strategy", ia menjelaskan lokakarya ini juga bertujuan untuk membangun jejaring yang kuat di antara para peneliti di ASEAN guna mendorong kebijakan dan peraturan pemerintah yang mendukung penelitian dan pengembangan energi terbarukan.
"Dalam waktu dekat, Masyarakat Ekonomi ASEAN akan meliberalisasi pasar biofuel yang telah dimulai sejak tahun 2016. Di dalamnya diharapkan terdapat keterkaitan antarpasar untuk menyerap kelebihan pasokan yang disebabkan oleh kebijakan dan target masing-masing negara," ujarnya.
Menurut dia, pertemuan ini menjadi platform yang ideal untuk mempertemukan para ilmuwan, praktisi industri, dan pemerintah untuk mendiskusikan hal yang mencakup status pemanfaatan biofuel, kendala penerapan, regulasi dan strategi serta rencana pengembangan selanjutnya.
"Biofuel merupakan bahan bakar nabati yang disebut dapat menjadi pengganti untuk bahan bakar berbasis fosil karena lebih ramah lingkungan. Potensi biofuel cair generasi pertama di kawasan ASEAN menjadi bagian penting pasokan energi baru dan terbarukan," katanya.
Baca juga: BUMN susun Peta Jalan EBT percepat energi surya nasional
Bahan bakar nabati (biofuel) adalah sumber energi terbarukan dan lebih ramah lingkungan. Dua bentuk umum biofuel adalah bioetanol dan biodiesel. Biotenol terbuat dari bahan baku utama tebu dan singkong, sedangkan biodiesel terbuat dari bahan baku utama minyak kelapa sawit dan kelapa.
Saat ini, Thailand dan Filipina memproduksi bioetanol dan biodiesel, sedangkan Malaysia dan Indonesia merupakan produsen biodiesel. "Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand memiliki target kebijakan khusus terkait pengembangan penggunaan biofuel," katanya.
Pada 2030, Malaysia berencana mengganti 5 persen diesel dalam transportasi jalan, sedangkan Filipina berencana mengganti 15 persen diesel dan 20 persen bensin dengan biofuel. Sementara itu pada 2021, Thailand berencana menyimpan 44 persen minyak oleh biofuel.
Baca juga: Pemprov Bali lakukan uji publik rumusan Pergub Energi Bersih
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019