Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginformasikan bahwa otoritas penegak hukum di Singapura telah menyita satu unit apartemen milik Dirut PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar (ESA).

Untuk diketahui, KPK pada Rabu telah menetapkan Emirsyah dan Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd Soetikno Soedarjo (SS) sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kasus TPPU tersebut merupakan pengembangan dari kasus suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia.

"Otoritas penegak hukum di Singapura telah mengamankan satu unit apartemen milik ESA dan melakukan pemblokiran atas beberapa rekening bank di Singapura," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Selain itu, kata Syarif, KPK juga telah menyita atas satu unit rumah yang beralamat di Pondok Indah, Jakarta Selatan milik tersangka Emirsyah. Penyitaan itu, kata dia, untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara.

"KPK saat ini melakukan pelacakan aset seluruh uang suap beserta turunannya yang diduga telah diterima dan digunakan oleh tersangka ESA dan HDS, baik yang berada di Indonesia maupun di luar negeri," ungkap Syarif.

KPK pada Rabu juga menetapkan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk 2007-2012 Hadinoto Soedigno (HDS) sebagai tersangka baru kasus suap tersebut.

"Dalam melakukan penyidikan pokok perkara tersebut, KPK menemukan fakta-fakta yang signifikan bahwa uang suap yang diberikan SS kepada ESA dan HDS tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce akan tetapi juga berasal dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia," kata Syarif.

Untuk program peremajaan pesawat, lanjut Syarif, Emirsyah melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran dolar AS.

Pertama, kata Syarif, kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce.

"Kedua, kata dia, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S," ucap Syarif.

Ketiga, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan keempat kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

Syarif menjelaskan bahwa selaku konsultan bisnis/komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut.

"Selain itu, SS juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier," ungkap Syarif.

Pembayaran komisi tersebut, kata dia. diduga terkait dengan keberhasilan Soetikno dalam membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan empat pabrikan tersebut.

"SS selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada ESA dan HDS sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan," ujar Syarif.

Adapun rincian pemberian Soetikno kepada Emirsyah dan Hadinoto, yakni pertama untuk Emirsyah, Soetikno diduga memberi Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, 680 ribu dolar AS dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan 1,2 juta dolar Singapura untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.

Kedua untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi 2,3 juta dolar AS dan 477 ribu euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019