Mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) wilayah Bali, Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra (50), dituntut selama 3 tahun 6 bulan penjara atas kasus penipuan, perizinan dan pengembangan kawasan Pelindo di Benoa.
"Menuntut, menyatakan terdakwa Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), I Gde Raka Arimbawa dalam sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Denpasar, Rabu.
Atas perbuatannya, terdakwa melanggar sesuai dengan yang diatur dan diancam pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama.
Dalam persidangan, JPU menguraikan hal-hal yang memberatkan terdakwa, yaitu perbuatan terdakwa telah merugikan saksi korban Sutrisno Lukito Disastro, dan terdakwa telah menikmati hasil kejahatannya kurang lebih sebesar Rp2,5 Miliar. Kedua, terdakwa tidak memiliki itikad dan usaha untuk mengembalikan kerugian material dari saksi korban Sutrisno Lukito Disastro walaupun sudah diminta oleh saksi korban.
Sedangkan hal-hal yang meringankan, di antaranya terdakwa belum pernah dihukum, berlaku sopan dalam persidangan, masih muda usia dan masih memiliki kesempatan memperbaiki diri, serta terdakwa sebagai tulang punggung keluarga, yang memiliki tanggungan Istri dan anak-anak yang masih kecil.
Kasus yang melibatkan mantan Ketua Kadin Bali Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra ini berawal dari adanya rencana pembangunan dermaga baru di kawasan Pelabuhan Benoa oleh seorang investor bernama Sutrisno Lukito Disastro dan rekannya Abdul Satar.
Pihaknya meminta bantuan dari seseorang bernama Candra Wijaya untuk dapat dipertemukan dengan Gubernur Bali untuk investasi reklamasi di Teluk Benoa. Selanjutnya Candra Wijaya menghubungi Made Jayantara untuk dapat mengurus perizinan proyek tersebut.
Setelah itu I Made Jayantara menghubungi terdakwa untuk dapat membantu Sutrisno dalam mengurus ijin proyek di Teluk Benoa.
Dalam uraian JPU, terdakwa yang juga seorang pengusaha properti akhirnya bertemu dengan Sutrisno Lukito Disastro terkait dengan pengurusan ijin proyek pengembangan kawasan Pelabuhan Benoa. Sutrisno akan menginvestasi reklamasi dengan dana sebesar Rp3 triliun dan meminta kepada terdakwa untuk mempertemukan dengan Gubernur Bali.
Selain itu, terdakwa yang disampaikan dalam dakwaan juga menyebutkan dapat memanggil Kepala Dinas, DPRD tingkat I dan II, Pelindo, serta menyanggupi menyelesaikan izin-izin proyek pengembangan Pelabuhan Benoa dalam waktu enam bulan. Setelah itu, terdakwa juga mengungkapkan dalam surat dakwaan meminta biaya operasional sebesar Rp6 milyar dan sisanya Rp24 milyar. Hingga akhirnya kedua pihak membuat kesepakatan hitam-putih.
Setelah perjanjian tersebut disepakati, Sutrisno tidak mendapatkan surat yang sesuai melainkan hanya syarat kelengkapan mengajukan surat permohonan rekomendasi dari Gubernur Bali. Sampai akhirnya, Sutrisno tidak mendapatkan surat rekomendasi dari Gubernur Bali sesuai dengan kesepakatan dengan terdakwa, dan melaporkan terdakwa hingga terdakwa digiring ke persidangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Menuntut, menyatakan terdakwa Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), I Gde Raka Arimbawa dalam sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Denpasar, Rabu.
Atas perbuatannya, terdakwa melanggar sesuai dengan yang diatur dan diancam pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama.
Dalam persidangan, JPU menguraikan hal-hal yang memberatkan terdakwa, yaitu perbuatan terdakwa telah merugikan saksi korban Sutrisno Lukito Disastro, dan terdakwa telah menikmati hasil kejahatannya kurang lebih sebesar Rp2,5 Miliar. Kedua, terdakwa tidak memiliki itikad dan usaha untuk mengembalikan kerugian material dari saksi korban Sutrisno Lukito Disastro walaupun sudah diminta oleh saksi korban.
Sedangkan hal-hal yang meringankan, di antaranya terdakwa belum pernah dihukum, berlaku sopan dalam persidangan, masih muda usia dan masih memiliki kesempatan memperbaiki diri, serta terdakwa sebagai tulang punggung keluarga, yang memiliki tanggungan Istri dan anak-anak yang masih kecil.
Kasus yang melibatkan mantan Ketua Kadin Bali Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra ini berawal dari adanya rencana pembangunan dermaga baru di kawasan Pelabuhan Benoa oleh seorang investor bernama Sutrisno Lukito Disastro dan rekannya Abdul Satar.
Pihaknya meminta bantuan dari seseorang bernama Candra Wijaya untuk dapat dipertemukan dengan Gubernur Bali untuk investasi reklamasi di Teluk Benoa. Selanjutnya Candra Wijaya menghubungi Made Jayantara untuk dapat mengurus perizinan proyek tersebut.
Setelah itu I Made Jayantara menghubungi terdakwa untuk dapat membantu Sutrisno dalam mengurus ijin proyek di Teluk Benoa.
Dalam uraian JPU, terdakwa yang juga seorang pengusaha properti akhirnya bertemu dengan Sutrisno Lukito Disastro terkait dengan pengurusan ijin proyek pengembangan kawasan Pelabuhan Benoa. Sutrisno akan menginvestasi reklamasi dengan dana sebesar Rp3 triliun dan meminta kepada terdakwa untuk mempertemukan dengan Gubernur Bali.
Selain itu, terdakwa yang disampaikan dalam dakwaan juga menyebutkan dapat memanggil Kepala Dinas, DPRD tingkat I dan II, Pelindo, serta menyanggupi menyelesaikan izin-izin proyek pengembangan Pelabuhan Benoa dalam waktu enam bulan. Setelah itu, terdakwa juga mengungkapkan dalam surat dakwaan meminta biaya operasional sebesar Rp6 milyar dan sisanya Rp24 milyar. Hingga akhirnya kedua pihak membuat kesepakatan hitam-putih.
Setelah perjanjian tersebut disepakati, Sutrisno tidak mendapatkan surat yang sesuai melainkan hanya syarat kelengkapan mengajukan surat permohonan rekomendasi dari Gubernur Bali. Sampai akhirnya, Sutrisno tidak mendapatkan surat rekomendasi dari Gubernur Bali sesuai dengan kesepakatan dengan terdakwa, dan melaporkan terdakwa hingga terdakwa digiring ke persidangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019