Film pendek berjudul "Angkara" karya mahasiswa Jurusan Film dan Televisi, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar dinobatkan sebagai film terbaik kategori mahasiswa umum pada ajang Festival Film Surabaya VIII tahun 2019.
"Film itu perkembangannya sangat cepat beradaptasi dengan teknologi. Prestasi kali ini membuktikan ISI Denpasar mampu berprestasi pada kesenian klasik dan modern," kata Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha, SSKar, MHum, di Denpasar, Rabu.
Prof Arya mengapresiasi prestasi peserta didiknya itu, bahkan ia merasa malu melihat begitu semangatnya mahasiswa ISI Denpasar di tengah keterbatasan sarana perfilman di kampus setempat.
Sebagai pimpinan institusi, dia berusaha melengkapi kekurangan itu dan meminta mahasiswanya tetap memelihara semangat dalam berkarya.
Prof Arya pun tidak ingin ISI Denpasar menjadi kampus yang terkesan hanya bernostalgia dengan masa lalu. Prestasi di bidang film, menurutnya merupakan salah satu jawaban bahwa di ISI Denpasar iklim akademik antara kesenian klasik dan modern berjalan beriringan.
Rektor asal Pupuan, Tabanan, ini berharap film-film karya ISI Denpasar harus memiliki ciri khas sehingga ada perbedaan yang jelas dengan film karya pihak lain.
"Fungsi film adalah komunikasi, tetapi bidang keilmuannya seni. Makanya penekanan kita adalah pada seninya dan kreativitasnya," ujarnya.
Ke depan pihaknya berencana memperluas jurusan agar terlihat perbedaan film sebagai bidang ilmu komunikasi dan film sebagai ilmu seni.
Sementara itu, Robi'atul Yamania G, selaku produser menuturkan perjalanan film Angkara diwarnai berbagai tantangan, mulai dari faktor biaya produksi hingga cemoohan dari sejumlah pihak. "Namun kami bangga semua tantangan tersebut terbayar lunas oleh prestasi yang berhasil dibawa pulang," ucapnya.
Mahasiswi Jurusan Film dan Televisi angkatan 2016 ini memastikan prestasi tingkat nasional tersebut semakin memecut semangatnya dalam menelurkan karya-karya yang lebih inovatif.
"Semoga saya semakin rendah hati, terus berkarya, menciptakan sesuatu yang kreatif, tidak menyerah pada tantangan dan tidak mudah putus asa," katanya.
Dia berharap film "Angkara" mampu menginspirasi generasi muda, khususnya mahasiswa ISI Denpasar.
Sutradara "Angkara" Herda Martin mengemukakan film karyanya tersebut merupakan luaran dari mata kuliah Praktika Terpadu. Angkara adalah film ber-genre "action comedi" yang memadukan seni pencak silat dan bondres. "Kami berusaha memadukan bondres dan pencak silat," ucapnya.
Herda yang juga mahasiswa jurusan Film dan Televisi angkatan 2016 ini berharap dukungan dari pimpinan ISI Denpasar, mengingat timnya tampil membawa nama besar ISI Denpasar.
"Kami sudah dua kali masuk festival. Pertama dibiayai institusi, kedua biaya sendiri yang menurut kami cukup berat. Karena kami membawa nama institusi, kami mohon saling dukung," katanya berharap.***3***
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Film itu perkembangannya sangat cepat beradaptasi dengan teknologi. Prestasi kali ini membuktikan ISI Denpasar mampu berprestasi pada kesenian klasik dan modern," kata Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha, SSKar, MHum, di Denpasar, Rabu.
Prof Arya mengapresiasi prestasi peserta didiknya itu, bahkan ia merasa malu melihat begitu semangatnya mahasiswa ISI Denpasar di tengah keterbatasan sarana perfilman di kampus setempat.
Sebagai pimpinan institusi, dia berusaha melengkapi kekurangan itu dan meminta mahasiswanya tetap memelihara semangat dalam berkarya.
Prof Arya pun tidak ingin ISI Denpasar menjadi kampus yang terkesan hanya bernostalgia dengan masa lalu. Prestasi di bidang film, menurutnya merupakan salah satu jawaban bahwa di ISI Denpasar iklim akademik antara kesenian klasik dan modern berjalan beriringan.
Rektor asal Pupuan, Tabanan, ini berharap film-film karya ISI Denpasar harus memiliki ciri khas sehingga ada perbedaan yang jelas dengan film karya pihak lain.
"Fungsi film adalah komunikasi, tetapi bidang keilmuannya seni. Makanya penekanan kita adalah pada seninya dan kreativitasnya," ujarnya.
Ke depan pihaknya berencana memperluas jurusan agar terlihat perbedaan film sebagai bidang ilmu komunikasi dan film sebagai ilmu seni.
Sementara itu, Robi'atul Yamania G, selaku produser menuturkan perjalanan film Angkara diwarnai berbagai tantangan, mulai dari faktor biaya produksi hingga cemoohan dari sejumlah pihak. "Namun kami bangga semua tantangan tersebut terbayar lunas oleh prestasi yang berhasil dibawa pulang," ucapnya.
Mahasiswi Jurusan Film dan Televisi angkatan 2016 ini memastikan prestasi tingkat nasional tersebut semakin memecut semangatnya dalam menelurkan karya-karya yang lebih inovatif.
"Semoga saya semakin rendah hati, terus berkarya, menciptakan sesuatu yang kreatif, tidak menyerah pada tantangan dan tidak mudah putus asa," katanya.
Dia berharap film "Angkara" mampu menginspirasi generasi muda, khususnya mahasiswa ISI Denpasar.
Sutradara "Angkara" Herda Martin mengemukakan film karyanya tersebut merupakan luaran dari mata kuliah Praktika Terpadu. Angkara adalah film ber-genre "action comedi" yang memadukan seni pencak silat dan bondres. "Kami berusaha memadukan bondres dan pencak silat," ucapnya.
Herda yang juga mahasiswa jurusan Film dan Televisi angkatan 2016 ini berharap dukungan dari pimpinan ISI Denpasar, mengingat timnya tampil membawa nama besar ISI Denpasar.
"Kami sudah dua kali masuk festival. Pertama dibiayai institusi, kedua biaya sendiri yang menurut kami cukup berat. Karena kami membawa nama institusi, kami mohon saling dukung," katanya berharap.***3***
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019