Penyelenggaraan Festival Tepi Sawah tahun ketiga pada 6-7 Juli 2019 di Omah Apik, Desa Pejeng, Gianyar, Bali, siap menampilkan berbagai pertunjukan seni yang dikemas dengan konsep ramah lingkungan.
"Festival Tepi Sawah itu memang diproyeksikan sebagai sebuah acara kesenian tahunan berorientasi ramah lingkungan yang akan melibatkan dan menghadirkan seniman-seniman dari berbagai cabang seni untuk berkolaborasi dan berkarya dalam kebersamaan," ujar salah satu founder Festival Tepi Sawah, Anom Darsana, di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, festival pada Sabtu-Minggu itu mengintergrasikan berbagai elemen kreatif dengan edukasi dan implementasi tentang environmental sustainability baik untuk kalangan anak-anak maupun di kalangan dewasa.
"Kegiatan seni yang kami sajikan diantaranya adalah penampilan musik, workshop, instalasi seni dan berbagai cabang seni lainnya yang para pelakunya akan berkarya dalam kebersamaan yang dipadukan dengan program-program ramah lingkungan," kata Anom.
Salah satu founder festival tersebut, Nita Aarsent, mengatakan, sejumlah penampilan yang telah disiapkan diantaranya adalah, sinden yang juga menyanyi jazz dan blues Endah Laras, dalang cilik Narend yang bisa berkolaborasi dengan Woro, penyanyi Anda Perdana serta duo kolaborasi Balawan dengan Made Ciiiaaattt.
"Selain menampilkan berbagai pertunjukan musik, kami juga akan menggelar workshop-workshop seperti workshop film bersama sineas Erick EST, workshop cukil bersama Rumah Kelima, Workshop tari dengan pemateri Dayu Ani dan juga workshop seni oleh seniman Made Bandem," katanya.
Baca juga: "Panjer Festival" wadahi kreativitas seni budaya masyarakat Denpasar
Baca juga: Hingga 14 Juli, "Nusa Dua Light Festival" targetkan 3.000 wisatawan/hari
Terkait dengan konsep lingkungan Nita Aarsent mengatakan, Festival Tepi Sawah berkolaborasi dengan "Clean Bali Series" yang merupakan program buku dan pendidikan tentang kesadaran lingkungan untuk anak-anak yang sudah dimulai sejak tahun 2006 bersama dengan sejumlah organisasi dan aktifis lingkungan, pendidikan, seni dan budaya, untuk memberikan ruang belajar tentang kesadaran lingkungan.
Festival itu juga akan mengedukasi peserta festival termasuk para penampil maupun para pengunjung untuk bersama menjaga kebersihan lingkungan serta tidak menghasilkan terlalu banyak sampah dengan cara menggunakan kembali alat-alat makan dan minum serta asbak.
"Melalui kebersamaan ini kami harap dapat menjadikan Festival Tepi Sawah sebagai cerminan dan pembawa pesan kesadaran akan kelestarian lingkungan hidup dengan prinsip reduce, reuse, dan recycle (kurangi, gunakan kembali dan daur ulang) baik dalam hal produksi, penjualan makanan dan minuman, penanganan sampah, pembuangan limbah dan lain-lain," ujarnya.
Baca juga: Festival budaya pertanian Badung dorong pemasaran produk lokal
Baca juga: Badung kembangkan pariwisata bahari lewat Festival Budaya Bahari
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Festival Tepi Sawah itu memang diproyeksikan sebagai sebuah acara kesenian tahunan berorientasi ramah lingkungan yang akan melibatkan dan menghadirkan seniman-seniman dari berbagai cabang seni untuk berkolaborasi dan berkarya dalam kebersamaan," ujar salah satu founder Festival Tepi Sawah, Anom Darsana, di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, festival pada Sabtu-Minggu itu mengintergrasikan berbagai elemen kreatif dengan edukasi dan implementasi tentang environmental sustainability baik untuk kalangan anak-anak maupun di kalangan dewasa.
"Kegiatan seni yang kami sajikan diantaranya adalah penampilan musik, workshop, instalasi seni dan berbagai cabang seni lainnya yang para pelakunya akan berkarya dalam kebersamaan yang dipadukan dengan program-program ramah lingkungan," kata Anom.
Salah satu founder festival tersebut, Nita Aarsent, mengatakan, sejumlah penampilan yang telah disiapkan diantaranya adalah, sinden yang juga menyanyi jazz dan blues Endah Laras, dalang cilik Narend yang bisa berkolaborasi dengan Woro, penyanyi Anda Perdana serta duo kolaborasi Balawan dengan Made Ciiiaaattt.
"Selain menampilkan berbagai pertunjukan musik, kami juga akan menggelar workshop-workshop seperti workshop film bersama sineas Erick EST, workshop cukil bersama Rumah Kelima, Workshop tari dengan pemateri Dayu Ani dan juga workshop seni oleh seniman Made Bandem," katanya.
Baca juga: "Panjer Festival" wadahi kreativitas seni budaya masyarakat Denpasar
Baca juga: Hingga 14 Juli, "Nusa Dua Light Festival" targetkan 3.000 wisatawan/hari
Terkait dengan konsep lingkungan Nita Aarsent mengatakan, Festival Tepi Sawah berkolaborasi dengan "Clean Bali Series" yang merupakan program buku dan pendidikan tentang kesadaran lingkungan untuk anak-anak yang sudah dimulai sejak tahun 2006 bersama dengan sejumlah organisasi dan aktifis lingkungan, pendidikan, seni dan budaya, untuk memberikan ruang belajar tentang kesadaran lingkungan.
Festival itu juga akan mengedukasi peserta festival termasuk para penampil maupun para pengunjung untuk bersama menjaga kebersihan lingkungan serta tidak menghasilkan terlalu banyak sampah dengan cara menggunakan kembali alat-alat makan dan minum serta asbak.
"Melalui kebersamaan ini kami harap dapat menjadikan Festival Tepi Sawah sebagai cerminan dan pembawa pesan kesadaran akan kelestarian lingkungan hidup dengan prinsip reduce, reuse, dan recycle (kurangi, gunakan kembali dan daur ulang) baik dalam hal produksi, penjualan makanan dan minuman, penanganan sampah, pembuangan limbah dan lain-lain," ujarnya.
Baca juga: Festival budaya pertanian Badung dorong pemasaran produk lokal
Baca juga: Badung kembangkan pariwisata bahari lewat Festival Budaya Bahari
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019