Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengatakan kurangnya perhargaan orang tua terhadap potensi anak dapat menyebabkan mereka melakukan perilaku yang menyimpang seperti hubungan seksual di luar nikah.
"Ini lebih karena mereka juga korban dari situasi yang sangat tidak kondusif dimana banyak anak-anak remaja ini yang tidak dihargai potensinya yang saling berbeda," kata psikolog anak Seto Mulyadi saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, anak-anak banyak dituntut dan diapresiasi jika sukses di bidang akademik saja, tapi mereka yang sukses diluar bidang akademik seperti pintar menggambar, menyanyi dan bagus dibidang olahraga, tidak mendapatkan apresiasi sehingga banyak dari mereka yang mengalami frustasi, dan mereka rentan untuk melakukan perilaku yang menyimpang.
Padahal, tambahnya, isi pendidikan mencakup pertama adalah etika, kedua adalah estetika dan ketiga adalah ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), sehingga etika harus menjadi poin utama dalam pendidikan. Namun, sering kali diutamakan lebih kepada iptek.
Dia menyayangkan kejadian menyedihkan atas kasus beredarnya video viral di whatsapp dan youtube mengenai siswa-siswi yang mengenakan seragam SMK di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, yang melakukan hubungan seks di dalam kelas.
Seto mengatakan semua pihak perlu menyadari bahwa banyak anak remaja di Indonesia yang tergelincir melakukan berbagai perilaku menyimpang, beberapa di antaranya adalah narkoba, tawuran, perundungan, LGBT (lesbian-gay-biseksual-transgender), seks bebas dan pornografi.
Untuk itu, dia menambahkan pendidikan tentang etika, karakter dan moral perlu ditingkatkan kedepan, bukan hanya sekadar menekankan pada pendidikan akademik.
"Isi pendidikan kita nomor satu etika, etika kan nilai-nilai moral itu yang harus lebih utama," ujarnya.
Dalam pengajaran tentang etika, anak-anak bukan hanya sekadar diperintahkan tapi juga karena adanya keteladanan dengan contoh-contoh misalnya menunjukkan pendidikan yang penuh kasih sayang, pendidikan yang penuh apresiasi dan penghormatan kepada anak didik.
Dia menyebutkan mungkin perlu ada peningkatan pelatihan pada guru-guru untuk menekankan pendidikan penuh kasih sayang seperti mengajar dan mendidik dengan anak dengan hati bukan dengan cara-cara kekerasan.
Pendidikan tentang etika harus diajarkan melalui keteladanan, namun keteladanan sering diabaikan. Pendidikan tentang etika menjadi penting untuk mengajarkan anak bersikap santun, tahu tata krama, hormat kepada orang tua dan guru.
Demikian pula dengan pendidikan tentang estetika harus dicerminkan melalui perilaku dan sikap seperti keindahan atau cara bertutur kata.
Dalam hal ini, guru, orang tua tidak main bentak dan marah-marah kepada anak, begitu juga mungkin para pemimpin di layar televisi berpotensi menunjukkan arogansi kekerasan.
Jika kondisi sebaliknya yang sering dilihat anak, maka akhirnya anak bingung sehingga tergelincir dalam berbagai perilaku menyimpang, salah satu di antaranya adalah terjadi hubungan seksual secara bebas.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Ini lebih karena mereka juga korban dari situasi yang sangat tidak kondusif dimana banyak anak-anak remaja ini yang tidak dihargai potensinya yang saling berbeda," kata psikolog anak Seto Mulyadi saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, anak-anak banyak dituntut dan diapresiasi jika sukses di bidang akademik saja, tapi mereka yang sukses diluar bidang akademik seperti pintar menggambar, menyanyi dan bagus dibidang olahraga, tidak mendapatkan apresiasi sehingga banyak dari mereka yang mengalami frustasi, dan mereka rentan untuk melakukan perilaku yang menyimpang.
Padahal, tambahnya, isi pendidikan mencakup pertama adalah etika, kedua adalah estetika dan ketiga adalah ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), sehingga etika harus menjadi poin utama dalam pendidikan. Namun, sering kali diutamakan lebih kepada iptek.
Dia menyayangkan kejadian menyedihkan atas kasus beredarnya video viral di whatsapp dan youtube mengenai siswa-siswi yang mengenakan seragam SMK di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, yang melakukan hubungan seks di dalam kelas.
Seto mengatakan semua pihak perlu menyadari bahwa banyak anak remaja di Indonesia yang tergelincir melakukan berbagai perilaku menyimpang, beberapa di antaranya adalah narkoba, tawuran, perundungan, LGBT (lesbian-gay-biseksual-transgender), seks bebas dan pornografi.
Untuk itu, dia menambahkan pendidikan tentang etika, karakter dan moral perlu ditingkatkan kedepan, bukan hanya sekadar menekankan pada pendidikan akademik.
"Isi pendidikan kita nomor satu etika, etika kan nilai-nilai moral itu yang harus lebih utama," ujarnya.
Dalam pengajaran tentang etika, anak-anak bukan hanya sekadar diperintahkan tapi juga karena adanya keteladanan dengan contoh-contoh misalnya menunjukkan pendidikan yang penuh kasih sayang, pendidikan yang penuh apresiasi dan penghormatan kepada anak didik.
Dia menyebutkan mungkin perlu ada peningkatan pelatihan pada guru-guru untuk menekankan pendidikan penuh kasih sayang seperti mengajar dan mendidik dengan anak dengan hati bukan dengan cara-cara kekerasan.
Pendidikan tentang etika harus diajarkan melalui keteladanan, namun keteladanan sering diabaikan. Pendidikan tentang etika menjadi penting untuk mengajarkan anak bersikap santun, tahu tata krama, hormat kepada orang tua dan guru.
Demikian pula dengan pendidikan tentang estetika harus dicerminkan melalui perilaku dan sikap seperti keindahan atau cara bertutur kata.
Dalam hal ini, guru, orang tua tidak main bentak dan marah-marah kepada anak, begitu juga mungkin para pemimpin di layar televisi berpotensi menunjukkan arogansi kekerasan.
Jika kondisi sebaliknya yang sering dilihat anak, maka akhirnya anak bingung sehingga tergelincir dalam berbagai perilaku menyimpang, salah satu di antaranya adalah terjadi hubungan seksual secara bebas.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019