Kuasa hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Teuku Nashrullah, dalam sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden 2019, mendorong Mahkamah Konstitusi untuk tidak terbatas mengadili selisih perolehan suara, melainkan juga kecurangan dalam pemilu.
Ia mengutip ucapan sejumlah mantan ketua MK serta ahli hukum tata negara, termasuk Yusril Ihza Mahendra yang menjadi kuasa hukum capres dan cawapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Setelah lebih satu dekade keberadaan MK, sudah saatnya pembentuk undang-undang atau malah MK sendiri dalam menjalankan kewenangannya melangkah ke arah yang lebih substansial dalam memeriksa, mengadili dan memutus sengketa pemilihan umum, khususnya dalam hal ini perselisihan pemilihan capres-cawapres," kata Nasrullah mengutip Yusril saat membacakan berkas permohonan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat.
Yusril saat itu disebutnya mengatakan MK semestinya juga mengadili pemilu yang dilaksanakan konstitusional atau tidak, bukan hanya perselisihan angka-angka perolehan saja.
Selanjutnya Nashrullah mengutip pakar hukum tata negara Saldi Isra yang kini menjadi hakim MK, pembatasan dapat diterobos saat terdapat pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Mantan Ketua MK Arif Hidayat juga dikutipnya, yakni untuk mencapai demokrasi substansial, MK dapat mengadili tidak hanya sengketa hasil pemilu, melainkan keseluruhan proses pemilu sepanjang proses dalam persidangan terbukti melanggar asas pemilu jujur dan adil.
"Hal ini ikhtiar MK untuk mencapai demokrasi yang substansial bukan hanya demokrasi prosedural," ucap Nashrullah mengutip Arief Hidayat.
Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqqie pun dikutipnya tentang semangat penyelesaian sengketa sebaiknya tidak hanya dibatasi perkara, tetapi juga dalam proses pembuktian kecurangan dalam pemilu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
Ia mengutip ucapan sejumlah mantan ketua MK serta ahli hukum tata negara, termasuk Yusril Ihza Mahendra yang menjadi kuasa hukum capres dan cawapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Setelah lebih satu dekade keberadaan MK, sudah saatnya pembentuk undang-undang atau malah MK sendiri dalam menjalankan kewenangannya melangkah ke arah yang lebih substansial dalam memeriksa, mengadili dan memutus sengketa pemilihan umum, khususnya dalam hal ini perselisihan pemilihan capres-cawapres," kata Nasrullah mengutip Yusril saat membacakan berkas permohonan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat.
Yusril saat itu disebutnya mengatakan MK semestinya juga mengadili pemilu yang dilaksanakan konstitusional atau tidak, bukan hanya perselisihan angka-angka perolehan saja.
Selanjutnya Nashrullah mengutip pakar hukum tata negara Saldi Isra yang kini menjadi hakim MK, pembatasan dapat diterobos saat terdapat pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Mantan Ketua MK Arif Hidayat juga dikutipnya, yakni untuk mencapai demokrasi substansial, MK dapat mengadili tidak hanya sengketa hasil pemilu, melainkan keseluruhan proses pemilu sepanjang proses dalam persidangan terbukti melanggar asas pemilu jujur dan adil.
"Hal ini ikhtiar MK untuk mencapai demokrasi yang substansial bukan hanya demokrasi prosedural," ucap Nashrullah mengutip Arief Hidayat.
Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqqie pun dikutipnya tentang semangat penyelesaian sengketa sebaiknya tidak hanya dibatasi perkara, tetapi juga dalam proses pembuktian kecurangan dalam pemilu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019