Dinas Sosial Provinsi Bali memberikan bantuan sejumlah bahan pokok untuk tiga kepala keluarga miskin di Dusun Penaga, Kabupaten Bangli, yang tinggal dalam satu tenda.
"Dari hasil kunjungan kami, kondisi memprihatinkan tersebut dialami ketiga KK yang masih bersaudara yakni Ketut Bulat, Nengah Rusman dan Wayan Mudya dalam 1,5 bulan terakhir, setelah kepulangan mereka dari merantau di Desa Bonyoh, Kintamani Bangli," kata Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali Dewa Gede Mahendra Putra, di Denpasar, Sabtu.
Di tenda berukuran 7x4 meter, mereka hidup bersama masing-masing istri dan anaknya dengan total jumlah anggota keluarga tujuh orang. Dalam satu pekarangan itu juga terdapat satu saudaranya yang lain yakni Wayan Sutama. Kondisi Sutama juga sama dengan ketiga saudaranya yang tinggal di dalam satu tenda itu, perekonomiannya serba keterbatasan.
Terkait dengan kondisi mereka yang tinggal di dalam tenda, dalam waktu dekat akan dibantu rumah oleh relawan peduli sosial. "Untuk rumah nanti akan dibantu oleh relawan peduli sosial. Saya juga ikut urunan secara pribadi untuk meringankan beban mereka. Saya harap dengan nantinya dibangun rumah, maka beban hidup mereka bisa berkurang dan hanya memikirkan untuk mencari pekerjaan," ujar Dewa Mahendra.
Dewa Mahendra mengatakan bantuan sejumlah bahan pokok dari Dinas Sosial Provinsi Bali telah diberikan saat kunjungannya ke Dusun Penaga, Desa Yangapi, Kabupaten Bangli pada Jumat (24/5).
Sementara itu, Ketut Bulat sempat tinggal di Desa Bonyoh karena orangtuanya terlebih dahulu hidup merantau di desa tersebut. Setelah 60 tahun tinggal di sana, ia bersama kedua saudaranya dan keluarga masing-masing memutuskan kembali tinggal di Dusun Penaga yang merupakan desa leluhurnya.
"Keputusan pulang ini karena adat di Bonyoh mengharuskan adik bungsunya Wayan Sutama menempati tanah pekarangan di Bonyoh. Sementara sejak 10 tahun terakhir adik saya sudah lebih dulu pindah ke Penaga dan menempati rumah kayu seadanya," ujarnya.
Ketut Bulat yang kesehariannya bekerja sebagai buruh serabutan itu, saat kembali ke Penaga satu setengah bulan yang lalu belum mampu membangun rumah. Tenda terpal yang ditempati merupakan sumbangan atau bantuan dari kerabatnya di Bonyoh.
"Di tenda tidur tujuh orang, saat hujan, air hujan masuk ke tenda. Saat panas, didalam sangat pengap. Saya berharap pemerintah bisa membantu kondisi keluarga kami seperti ini," ucapnya.
Beruntung untuk jaminan kesehatan semua telah memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS) sehingga mengurangi beban mereka saat sakit.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Dari hasil kunjungan kami, kondisi memprihatinkan tersebut dialami ketiga KK yang masih bersaudara yakni Ketut Bulat, Nengah Rusman dan Wayan Mudya dalam 1,5 bulan terakhir, setelah kepulangan mereka dari merantau di Desa Bonyoh, Kintamani Bangli," kata Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali Dewa Gede Mahendra Putra, di Denpasar, Sabtu.
Di tenda berukuran 7x4 meter, mereka hidup bersama masing-masing istri dan anaknya dengan total jumlah anggota keluarga tujuh orang. Dalam satu pekarangan itu juga terdapat satu saudaranya yang lain yakni Wayan Sutama. Kondisi Sutama juga sama dengan ketiga saudaranya yang tinggal di dalam satu tenda itu, perekonomiannya serba keterbatasan.
Terkait dengan kondisi mereka yang tinggal di dalam tenda, dalam waktu dekat akan dibantu rumah oleh relawan peduli sosial. "Untuk rumah nanti akan dibantu oleh relawan peduli sosial. Saya juga ikut urunan secara pribadi untuk meringankan beban mereka. Saya harap dengan nantinya dibangun rumah, maka beban hidup mereka bisa berkurang dan hanya memikirkan untuk mencari pekerjaan," ujar Dewa Mahendra.
Dewa Mahendra mengatakan bantuan sejumlah bahan pokok dari Dinas Sosial Provinsi Bali telah diberikan saat kunjungannya ke Dusun Penaga, Desa Yangapi, Kabupaten Bangli pada Jumat (24/5).
Sementara itu, Ketut Bulat sempat tinggal di Desa Bonyoh karena orangtuanya terlebih dahulu hidup merantau di desa tersebut. Setelah 60 tahun tinggal di sana, ia bersama kedua saudaranya dan keluarga masing-masing memutuskan kembali tinggal di Dusun Penaga yang merupakan desa leluhurnya.
"Keputusan pulang ini karena adat di Bonyoh mengharuskan adik bungsunya Wayan Sutama menempati tanah pekarangan di Bonyoh. Sementara sejak 10 tahun terakhir adik saya sudah lebih dulu pindah ke Penaga dan menempati rumah kayu seadanya," ujarnya.
Ketut Bulat yang kesehariannya bekerja sebagai buruh serabutan itu, saat kembali ke Penaga satu setengah bulan yang lalu belum mampu membangun rumah. Tenda terpal yang ditempati merupakan sumbangan atau bantuan dari kerabatnya di Bonyoh.
"Di tenda tidur tujuh orang, saat hujan, air hujan masuk ke tenda. Saat panas, didalam sangat pengap. Saya berharap pemerintah bisa membantu kondisi keluarga kami seperti ini," ucapnya.
Beruntung untuk jaminan kesehatan semua telah memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS) sehingga mengurangi beban mereka saat sakit.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019