Mahasiswa Program Studi Fotografi Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar memperdalam pengetahuan dan membuka wawasan mengenai fotografi wisata melalui "workshop" dengan menghadirkan narasumber fotografer profesional Risman Marah dari ISI Yogyakarta.
"Selain mendapat ilmu dari dosen di kelas, mahasiswa juga kami ajak untuk menggali ilmu dari praktisi yang sudah berpengalaman dan berhasil di dunianya, sehingga skill mereka setelah tamat dari ISI Denpasar memang bisa terasah dan mampu melakoni fotografi profesional," kata Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar, Dr Anak Agung Bagus Udayana SSn, di sela-sela pelaksanaan Workshop Traveling Photography, di Denpasar, Kamis.
Menurut dia, Pulau Dewata sebagai destinasi wisata dunia memiliki peluang dan kebutuhan yang sangat luas di ranah fotografi wisata. Tetapi, hingga saat ini hanya segelintir fotografer profesional asal Bali yang mau terjun ke dunia fotografi wisata sehingga mayoritas masih dikuasai fotografer asing.
"Traveling photography di daerah kita sejatinya berkembang pesat, sebab banyak event dilangsungkan di Bali, semacam surfing, atau lomba-lomba olahraga lainnya. Namun, meski kebutuhannya banyak, tetapi sumber dayanya masih terbatas di Bali," ucapnya didampingi Ketua Prodi Fotografi FSRD ISI Denpasar, I Made Saryana, SSn, MSn, dan Humas ISI Denpasar I Gede Eko Jaya Utama, SE, MM.
Fotografer di daerah setempat masih sebatas menggeluti "wedding photography", padahal "traveling photography" juga sangat dibutuhkan bahkan untuk tingkat internasional.
Sementara itu, Risman Marah, fotografer profesional yang menjadi narasumber dalam workshop tersebut mengatakan kebutuhan fotografi wisata di Bali tidak bisa dianggap main-main.
"Lawan fotografer lokal di Bali adalah fotografer asing yang telah merajai dunia traveling photography. Sebab, sebelum mengenal fotografi, orang asing sudah masuk dan sudah mendokumentasikan Bali. Untuk itu, fotografer harus lebih lebih kreatif, lebih jeli lagi, karena lawan sudah banyak. Kalau hanya meniru, tidak akan bernilai," ujarnya yang juga mantan Dekan Fakultas Seni Media Rekam ISI Yogyakarta itu.
Menurut Risman, fotografer lokal dari Bali dinilai memiliki keunggulan di lapangan sebab mereka memahami dengan jelas objeknya. Ia akan lebih tahu dan paham kapan suatu upacara unik akan digelar, serta pertimbangan lainnya.
"Tetap fotografer asing juga saya akui kegilaannya dalam menunggu. Dengan adanya ISI Denpasar ini, saya harap bisa melahirkan bibit-bibit fotografer, yang nantinya bisa bersaing. Tentunya ke depan juga perlu ada sertifikas sehingga bisa masuk kegiatan pemerintahan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Selain mendapat ilmu dari dosen di kelas, mahasiswa juga kami ajak untuk menggali ilmu dari praktisi yang sudah berpengalaman dan berhasil di dunianya, sehingga skill mereka setelah tamat dari ISI Denpasar memang bisa terasah dan mampu melakoni fotografi profesional," kata Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar, Dr Anak Agung Bagus Udayana SSn, di sela-sela pelaksanaan Workshop Traveling Photography, di Denpasar, Kamis.
Menurut dia, Pulau Dewata sebagai destinasi wisata dunia memiliki peluang dan kebutuhan yang sangat luas di ranah fotografi wisata. Tetapi, hingga saat ini hanya segelintir fotografer profesional asal Bali yang mau terjun ke dunia fotografi wisata sehingga mayoritas masih dikuasai fotografer asing.
"Traveling photography di daerah kita sejatinya berkembang pesat, sebab banyak event dilangsungkan di Bali, semacam surfing, atau lomba-lomba olahraga lainnya. Namun, meski kebutuhannya banyak, tetapi sumber dayanya masih terbatas di Bali," ucapnya didampingi Ketua Prodi Fotografi FSRD ISI Denpasar, I Made Saryana, SSn, MSn, dan Humas ISI Denpasar I Gede Eko Jaya Utama, SE, MM.
Fotografer di daerah setempat masih sebatas menggeluti "wedding photography", padahal "traveling photography" juga sangat dibutuhkan bahkan untuk tingkat internasional.
Sementara itu, Risman Marah, fotografer profesional yang menjadi narasumber dalam workshop tersebut mengatakan kebutuhan fotografi wisata di Bali tidak bisa dianggap main-main.
"Lawan fotografer lokal di Bali adalah fotografer asing yang telah merajai dunia traveling photography. Sebab, sebelum mengenal fotografi, orang asing sudah masuk dan sudah mendokumentasikan Bali. Untuk itu, fotografer harus lebih lebih kreatif, lebih jeli lagi, karena lawan sudah banyak. Kalau hanya meniru, tidak akan bernilai," ujarnya yang juga mantan Dekan Fakultas Seni Media Rekam ISI Yogyakarta itu.
Menurut Risman, fotografer lokal dari Bali dinilai memiliki keunggulan di lapangan sebab mereka memahami dengan jelas objeknya. Ia akan lebih tahu dan paham kapan suatu upacara unik akan digelar, serta pertimbangan lainnya.
"Tetap fotografer asing juga saya akui kegilaannya dalam menunggu. Dengan adanya ISI Denpasar ini, saya harap bisa melahirkan bibit-bibit fotografer, yang nantinya bisa bersaing. Tentunya ke depan juga perlu ada sertifikas sehingga bisa masuk kegiatan pemerintahan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019