Denpasar (Antara Bali) - Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata menggelar sosialisasi peraturan tentang pedoman pencegahan eksploitasi seksual anak dan pencegahan HIV/AIDS di lingkungan pariwisata di Sanur, Denpasar, Selasa.
"Peraturan tersebut memiliki beberapa dasar hukum, sehingga perlu dilaksanakan," ujar Direktur Pemberdayaan Masyarakat Kemenbudpar Bakri, di hadapan para peserta sosialisasi.
Dasar hukum tersebut tertera dalam UU No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Selain itu juga Instruksi Presiden No.75 Tahun 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No.25/KEP/Menko/Kesra/VIII/2009 tentang Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Orang (PTPPO) dan Ekploitasi Seksual Anak (ESA) 2009-2014.
Bakri menjelaskan, sejak awal pembangunan kepariwisataan di Indonesia, pemerintah telah menolak segala bentuk eksploitasi seksual anak, karena itu bertentangan dengan nilai etika dan moral sesuai dengan UU No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, kode etik kepariwisataan dunia dan Asean Travel Code.
"Namun pada kenyataannya, usaha pariwisata bukan penyebab terjadinya eksploitasi seksual, tetapi fasilitas pariwisata sering digunakan untuk melakukan eksploitasi seksual dan penyalahgunaan narkoba, seperti di tempat-tempat hiburan," katanya.(**)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Peraturan tersebut memiliki beberapa dasar hukum, sehingga perlu dilaksanakan," ujar Direktur Pemberdayaan Masyarakat Kemenbudpar Bakri, di hadapan para peserta sosialisasi.
Dasar hukum tersebut tertera dalam UU No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Selain itu juga Instruksi Presiden No.75 Tahun 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No.25/KEP/Menko/Kesra/VIII/2009 tentang Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Orang (PTPPO) dan Ekploitasi Seksual Anak (ESA) 2009-2014.
Bakri menjelaskan, sejak awal pembangunan kepariwisataan di Indonesia, pemerintah telah menolak segala bentuk eksploitasi seksual anak, karena itu bertentangan dengan nilai etika dan moral sesuai dengan UU No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, kode etik kepariwisataan dunia dan Asean Travel Code.
"Namun pada kenyataannya, usaha pariwisata bukan penyebab terjadinya eksploitasi seksual, tetapi fasilitas pariwisata sering digunakan untuk melakukan eksploitasi seksual dan penyalahgunaan narkoba, seperti di tempat-tempat hiburan," katanya.(**)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011