Pemerintah Provinsi Bali telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 104 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Nasional-Krama Bali Sejahtera (JKN-KBS) sebagai salah satu upaya menyempurnakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Pulau Dewata.
"Kebijakan baru ini dikeluarkan setelah mengkaji pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang mengandung beberapa kelemahan/kekurangan," kata Gubernur Bali Wayan Koster dalam peresmian Pemberlakuan Pergub Nomor 104 Tahun 2018 itu di Denpasar, Rabu.
Koster mengemukakan sejumlah kelemahan pelayanan kesehatan yang diberikan BPJS Kesehatan sebelumnya yakni memakai rujukan secara bertingkat dan tidak terintegrasi yang kemudian berdampak pasien tidak bisa langsung mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan, sehingga memerlukan waktu yang lama akibat lokasi yang berjauhan dengan RS yang dirujuk, dan biaya operasional pasien lebih tinggi.
Sementara itu, kelemahan dari aspek kepesertaan diantaranya hanya menyediakan layanan bagi penduduk yang membayar premi, kartu aktif dua minggu setelah premi terbayar, bayi baru lahir dari Ibu PBI (penerima bantuan iuran) daerah harus didaftarkan dua minggu setelah lahir, serta PBI Daerah dibatasi pelayanan kesehatan dasarnya di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) milik pemerintah.
"Dari aspek iuran, sebelumnya peserta JKN yang menunggak premi tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan," ucap Koster.
Oleh karena itu, lanjut Koster, dengan adanya kebijakan baru di bidang pelayanan kesehatan JKN-KBS itu memiliki kelebihan dari pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dengan Perpres 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan yakni dari aspek kepesertaan menjangkau seluruh krama (warga) Bali, kartu langsung aktif saat menjadi peserta, dan bayi baru lahir dari Ibu PBI daerah langsung terdaftar otomatis.
PBI Daerah, lanjut dia, dapat dilayani pada sejumlah fasilitas kesehatan pemerintah/pemerintah daerah dan swasta, sedangkan dari aspek iuran, peserta JKN yang menunggak premi dapat didaftarkan menjadi peserta PBI Daerah dan langsung dapat mengakses pelayanan kesehatan.
Selain itu, dengan Pergub 104/2018 ini, dari aspek pelayanan kesehatan, masyarakat juga bisa memperoleh sejumlah manfaat tambahan, yang akan mulai dilaksanakan dalam APBD Perubahan 2019.
Adapun faslilitas tambahan tersebut yakni memperoleh pelayanan kesehatan tradisional dan komplementer di fasilitas kesehatan, faskes (puskesmas/RS) dan bagi pasien gawat darurat memperoleh fasilitas transportasi secara gratis dari tempat tinggal pasien menuju fasilitas kesehatan yang dituju (Puskesmas/RS).
Terkait sistem penangangan keluhan dilakukan secara "online" dan terintegrasi se-Bali berbasis web dengan call center yang tersedia di Faskes, Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan.
"Fasilitas tambahan lainnya yakni memperoleh pelayanan visum et repertum secara gratis, memperoleh fasilitas transportasi secara gratis untuk jenazah dari puskesmas/RS ke alamat yang bersangkutan, dan memperoleh pelayanan terapi Hiperbarik (oksigen murni) secara gratis bagi pasien penyelam, luka bakar, dan pasien lainnya yang memerlukan," ujar Koster.
Mengenai anggaran yang diperlukan untuk menyelenggarakan Program Pelayanan Kesehatan JKN-KBS sebesar Rp495.671.353.200 dengan pola pembagian beban yaitu Pemerintah Provinsi sebesar Rp170.468.649.798 dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Bali sebesar Rp325.202.703.402 yang sudah disiapkan dalam APBD Tahun 2019.
Program Pelayanan Kesehatan JKN-KBS menjangkau sebanyak 4.192.457 Krama Bali dari total penduduk Bali yang berjumlah 4.245.108 atau telah mencapai target minimum sebesar 95 persen Universal Health Coverage (UHC).
"Saya mengintruksikan kepada semua pihak yang menjadi penyelenggara pelayanan kesehatan agar melaksanakan Pergub ini dengan sebaik-baiknya, selurus-lurusnya, setulus-tulusnya, secara berdisiplin dan bertanggung-jawab, mendedikasikan diri dengan sepenuh hati kepada krama (warga) Bali yaitu memberi pelayanan kesehatan terbaik," ucap orang nomor satu di Bali itu.
Selain itu, Koster meminta kepada seluruh penyedia pelayanan kesehatan, baik pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta agar memberi pelayanan yang terbaik kepada semua pasien, dengan tanpa membedakan (diskriminasi) pelayanan antarpasien. ***3***
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Kebijakan baru ini dikeluarkan setelah mengkaji pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang mengandung beberapa kelemahan/kekurangan," kata Gubernur Bali Wayan Koster dalam peresmian Pemberlakuan Pergub Nomor 104 Tahun 2018 itu di Denpasar, Rabu.
Koster mengemukakan sejumlah kelemahan pelayanan kesehatan yang diberikan BPJS Kesehatan sebelumnya yakni memakai rujukan secara bertingkat dan tidak terintegrasi yang kemudian berdampak pasien tidak bisa langsung mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan, sehingga memerlukan waktu yang lama akibat lokasi yang berjauhan dengan RS yang dirujuk, dan biaya operasional pasien lebih tinggi.
Sementara itu, kelemahan dari aspek kepesertaan diantaranya hanya menyediakan layanan bagi penduduk yang membayar premi, kartu aktif dua minggu setelah premi terbayar, bayi baru lahir dari Ibu PBI (penerima bantuan iuran) daerah harus didaftarkan dua minggu setelah lahir, serta PBI Daerah dibatasi pelayanan kesehatan dasarnya di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) milik pemerintah.
"Dari aspek iuran, sebelumnya peserta JKN yang menunggak premi tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan," ucap Koster.
Oleh karena itu, lanjut Koster, dengan adanya kebijakan baru di bidang pelayanan kesehatan JKN-KBS itu memiliki kelebihan dari pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dengan Perpres 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan yakni dari aspek kepesertaan menjangkau seluruh krama (warga) Bali, kartu langsung aktif saat menjadi peserta, dan bayi baru lahir dari Ibu PBI daerah langsung terdaftar otomatis.
PBI Daerah, lanjut dia, dapat dilayani pada sejumlah fasilitas kesehatan pemerintah/pemerintah daerah dan swasta, sedangkan dari aspek iuran, peserta JKN yang menunggak premi dapat didaftarkan menjadi peserta PBI Daerah dan langsung dapat mengakses pelayanan kesehatan.
Selain itu, dengan Pergub 104/2018 ini, dari aspek pelayanan kesehatan, masyarakat juga bisa memperoleh sejumlah manfaat tambahan, yang akan mulai dilaksanakan dalam APBD Perubahan 2019.
Adapun faslilitas tambahan tersebut yakni memperoleh pelayanan kesehatan tradisional dan komplementer di fasilitas kesehatan, faskes (puskesmas/RS) dan bagi pasien gawat darurat memperoleh fasilitas transportasi secara gratis dari tempat tinggal pasien menuju fasilitas kesehatan yang dituju (Puskesmas/RS).
Terkait sistem penangangan keluhan dilakukan secara "online" dan terintegrasi se-Bali berbasis web dengan call center yang tersedia di Faskes, Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan.
"Fasilitas tambahan lainnya yakni memperoleh pelayanan visum et repertum secara gratis, memperoleh fasilitas transportasi secara gratis untuk jenazah dari puskesmas/RS ke alamat yang bersangkutan, dan memperoleh pelayanan terapi Hiperbarik (oksigen murni) secara gratis bagi pasien penyelam, luka bakar, dan pasien lainnya yang memerlukan," ujar Koster.
Mengenai anggaran yang diperlukan untuk menyelenggarakan Program Pelayanan Kesehatan JKN-KBS sebesar Rp495.671.353.200 dengan pola pembagian beban yaitu Pemerintah Provinsi sebesar Rp170.468.649.798 dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Bali sebesar Rp325.202.703.402 yang sudah disiapkan dalam APBD Tahun 2019.
Program Pelayanan Kesehatan JKN-KBS menjangkau sebanyak 4.192.457 Krama Bali dari total penduduk Bali yang berjumlah 4.245.108 atau telah mencapai target minimum sebesar 95 persen Universal Health Coverage (UHC).
"Saya mengintruksikan kepada semua pihak yang menjadi penyelenggara pelayanan kesehatan agar melaksanakan Pergub ini dengan sebaik-baiknya, selurus-lurusnya, setulus-tulusnya, secara berdisiplin dan bertanggung-jawab, mendedikasikan diri dengan sepenuh hati kepada krama (warga) Bali yaitu memberi pelayanan kesehatan terbaik," ucap orang nomor satu di Bali itu.
Selain itu, Koster meminta kepada seluruh penyedia pelayanan kesehatan, baik pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta agar memberi pelayanan yang terbaik kepada semua pasien, dengan tanpa membedakan (diskriminasi) pelayanan antarpasien. ***3***
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019