Karangasem (Antaranews Bali) - Objek wisata "Taman Edelweiss" di Banjar Dinas Temukus, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, mulai banyak dikunjungi wisatawan, karena itu perlu penataan infrastruktur agar pengunjung tidak mengalami kesulitan untuk menuju "taman bunga" itu akibat terjebak kemacetan kecil menjelang lokasi.
"Bunganya bukan Edelweiss, tapi mirip sehingga disebut Taman Bunga Edelweiss. Pada taman itu juga ada papan nama yang menyebut kalau bunga itu Bunga Kasna yang hamparan lokasinya tak begitu jauh dari Pura Besakih," kata warga Bedugul, Baturiti, Tabanan, Ny Suni'ah, yang mengunjungi taman itu bersama keluarganya, Sabtu.
Namun, wisatawan lainnya Mahbub menyarankan lokasi "taman bunga" itu perlu penataan infrastruktur agar pengunjung tidak terjebak kemacetan kecil untuk sampai ke lokasi itu, terutama pada saat liburan panjang, seperti Hari Raya Galungan 2018, Natal 2018, Tahun Baru 2019, dan Kuningan 2019.
"Mestinya, arus masuk-keluarnya kendaraan itu berbeda arah agar tidak terjadi 'pertemuan' yang menyebabkan kemacetan, sehingga banyak pengunjung yang turun dari mobil untuk jalan kaki, padahal lokasinya menanjak. Itu sangat menyulitkan ibu-ibu," kata wisatawan dari Jember, Jatim itu.
Menurut mahasiswa itu, infrastruktur untuk masuk dan keluar ke "taman bunga" itu sebenarnya cukup memadai, tapi perlu penataan dari petugas dan juga pembenahan rute jalan. "Kalau penataan infrastrukturnya bagus, saya yakin pengunjung akan datang lagi," katanya.
Untuk itu, ia menyarankan pengelola "taman bunga" itu untuk belajar penataan infrastruktur objek wisata ke lokasi wisata lainnya, seperti Desa Adat Penglipuran (Bangli), Pura Besakih, Tanah Lot, Kebun Raya Bedugul (Tabanan), Bali Zoo, GWK, dan objek wisata lainnya di Pulau Dewata yang relatif cukup memadai dalam tata infrastrukturnya.
Bahkan, Tanah Lot juga memasang rambu-rambu larangan turun ke pantai bila air laut sedang pasang, sehingga wisatawan terbantu dengan rambu-rambu dalam tiga bahasa (Indonesia, Inggris, China) itu, karena cuaca laut di Tanah Air yang akhir-akhir ini kurang bersahabat, sehingga kewaspadaan masyarakat perlu ditingkat.
Tidak hanya itu, infrastruktur yang memadai membuat Penglipuran, Pura Besakih, Tanah Lot, dan Bali Zoo tidak hanya "diserbu" wisatawan domestik saat liburan panjang sejak Hari Raya Galungan, Natal, Tahun Baru, hingga Kuningan, namun sejumlah wisatawan mancanegara juga terlihat antusias, seperti merekam suasana di Desa Adat Penglipuran atau mengunggah suasana kehidupan fauna di Bali Zoo ke media sosial.
Baca juga: Generasi milenial gandrungi "Taman Bunga Matahari" Tabanan (video)
Baca juga: Kunjungan Wisatawan Ke Taman Ayun Meningkat
Baca juga: Bali Zoo tawarkan atraksi mandi lumpur bersama gajah
Baca juga: Tabanan tambah wahana "tracking" wisata hamparan sawah Jatiluwih (video)
Sepi
Realitas agak berbeda terjadi di Objek Wisata Pura "Alas Kedaton" di Desa Kukuh Kabupaten Tabanan, Bali, yang secara infrastruktur tidak ada masalah, namun kini hanya dikunjungi sedikit wisatawan, baik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Di sela-sela mendampingi turis berkeliling Alas Kedaton itu, seorang pemandu wisata yang enggan disebut namanya mengatakan objek wisata yang dihuni ribuan kera dan kelelawar itu kini sudah tidak seramai tahun-tahun sebelumnya.
"Sejak dua tahun terakhir, wisatawan ke sini memang agak sepi. Dulu, saya menjadi pemandu itu bisa empat kali sehari bersama 300-an teman, tapi sekarang kami harus bergilir empat hari sekali. Ramainya cuma menjelang Tahun Baru, tapi juga hanya semingguan," katanya.
Ia menilai pemerintah perlu memerhatikan "bekas hutan" yang dipakai orang "Kerajaan Majapahit" di Bali itu agar berkembang seperti dulu lagi. "Mungkin perlu penataan objek dan promosi daring/online," katanya.
Nasib serupa juga terlihat pada objek wisata hutan kera di Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali, Indonesia. Objek wisata hutan kera di Desa Sangeh yang memiliki ribuan ekor kera itu luasnya mencapai 10 hektare.
"Di sini ada sekitar 600 kera abu ekor panjang (Macaca fascicularis), tapi turis juga sudah jarang mampir untuk berbelanja, karena setelah berwisata langsung pergi. Semoga, kami mendapat perhatian pemerintah lagi, misalnya ada kerja sama antar-objek wisata," kata seorang pedagang cendera mata setempat, Bu Wayan.
Baca juga: Pemprov Bali batasi wisatawan masuki Pura Besakih
Baca juga: 2.000 ekor kera huni objek wisata Alas Kedaton (video)
Baca juga: Kera Wanagiri Buleleng Pikat Wisatawan
Baca juga: Rombongan Obama Kunjungi Objek Wisata Jatiluwih (Video)
Dalam pidato akhir tahun (31/12), Gubernur Bali Wayan Koster juga mengemukakan rencana untuk menata kawasan Pura Besakih agar kembali sakral dan tidak diinjak-injak wisatawan seolah-olah bukan tempat suci.
"Mulai tahun 2019, kita tata, nanti ada video tentang Besakih. Jadi, wisatawan akan mendapat informasi tentang sejarah, ritual, dan sarana yang ada, lalu ada pemandu yang mengantar pengunjung ke sudut-sudut pura yang diarahkan untuk tidak sampai merusak kesakralannya," katanya.
(Editor: Adi Lazuardi)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Bunganya bukan Edelweiss, tapi mirip sehingga disebut Taman Bunga Edelweiss. Pada taman itu juga ada papan nama yang menyebut kalau bunga itu Bunga Kasna yang hamparan lokasinya tak begitu jauh dari Pura Besakih," kata warga Bedugul, Baturiti, Tabanan, Ny Suni'ah, yang mengunjungi taman itu bersama keluarganya, Sabtu.
Namun, wisatawan lainnya Mahbub menyarankan lokasi "taman bunga" itu perlu penataan infrastruktur agar pengunjung tidak terjebak kemacetan kecil untuk sampai ke lokasi itu, terutama pada saat liburan panjang, seperti Hari Raya Galungan 2018, Natal 2018, Tahun Baru 2019, dan Kuningan 2019.
"Mestinya, arus masuk-keluarnya kendaraan itu berbeda arah agar tidak terjadi 'pertemuan' yang menyebabkan kemacetan, sehingga banyak pengunjung yang turun dari mobil untuk jalan kaki, padahal lokasinya menanjak. Itu sangat menyulitkan ibu-ibu," kata wisatawan dari Jember, Jatim itu.
Menurut mahasiswa itu, infrastruktur untuk masuk dan keluar ke "taman bunga" itu sebenarnya cukup memadai, tapi perlu penataan dari petugas dan juga pembenahan rute jalan. "Kalau penataan infrastrukturnya bagus, saya yakin pengunjung akan datang lagi," katanya.
Untuk itu, ia menyarankan pengelola "taman bunga" itu untuk belajar penataan infrastruktur objek wisata ke lokasi wisata lainnya, seperti Desa Adat Penglipuran (Bangli), Pura Besakih, Tanah Lot, Kebun Raya Bedugul (Tabanan), Bali Zoo, GWK, dan objek wisata lainnya di Pulau Dewata yang relatif cukup memadai dalam tata infrastrukturnya.
Bahkan, Tanah Lot juga memasang rambu-rambu larangan turun ke pantai bila air laut sedang pasang, sehingga wisatawan terbantu dengan rambu-rambu dalam tiga bahasa (Indonesia, Inggris, China) itu, karena cuaca laut di Tanah Air yang akhir-akhir ini kurang bersahabat, sehingga kewaspadaan masyarakat perlu ditingkat.
Tidak hanya itu, infrastruktur yang memadai membuat Penglipuran, Pura Besakih, Tanah Lot, dan Bali Zoo tidak hanya "diserbu" wisatawan domestik saat liburan panjang sejak Hari Raya Galungan, Natal, Tahun Baru, hingga Kuningan, namun sejumlah wisatawan mancanegara juga terlihat antusias, seperti merekam suasana di Desa Adat Penglipuran atau mengunggah suasana kehidupan fauna di Bali Zoo ke media sosial.
Baca juga: Generasi milenial gandrungi "Taman Bunga Matahari" Tabanan (video)
Baca juga: Kunjungan Wisatawan Ke Taman Ayun Meningkat
Baca juga: Bali Zoo tawarkan atraksi mandi lumpur bersama gajah
Baca juga: Tabanan tambah wahana "tracking" wisata hamparan sawah Jatiluwih (video)
Sepi
Realitas agak berbeda terjadi di Objek Wisata Pura "Alas Kedaton" di Desa Kukuh Kabupaten Tabanan, Bali, yang secara infrastruktur tidak ada masalah, namun kini hanya dikunjungi sedikit wisatawan, baik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Di sela-sela mendampingi turis berkeliling Alas Kedaton itu, seorang pemandu wisata yang enggan disebut namanya mengatakan objek wisata yang dihuni ribuan kera dan kelelawar itu kini sudah tidak seramai tahun-tahun sebelumnya.
"Sejak dua tahun terakhir, wisatawan ke sini memang agak sepi. Dulu, saya menjadi pemandu itu bisa empat kali sehari bersama 300-an teman, tapi sekarang kami harus bergilir empat hari sekali. Ramainya cuma menjelang Tahun Baru, tapi juga hanya semingguan," katanya.
Ia menilai pemerintah perlu memerhatikan "bekas hutan" yang dipakai orang "Kerajaan Majapahit" di Bali itu agar berkembang seperti dulu lagi. "Mungkin perlu penataan objek dan promosi daring/online," katanya.
Nasib serupa juga terlihat pada objek wisata hutan kera di Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali, Indonesia. Objek wisata hutan kera di Desa Sangeh yang memiliki ribuan ekor kera itu luasnya mencapai 10 hektare.
"Di sini ada sekitar 600 kera abu ekor panjang (Macaca fascicularis), tapi turis juga sudah jarang mampir untuk berbelanja, karena setelah berwisata langsung pergi. Semoga, kami mendapat perhatian pemerintah lagi, misalnya ada kerja sama antar-objek wisata," kata seorang pedagang cendera mata setempat, Bu Wayan.
Baca juga: Pemprov Bali batasi wisatawan masuki Pura Besakih
Baca juga: 2.000 ekor kera huni objek wisata Alas Kedaton (video)
Baca juga: Kera Wanagiri Buleleng Pikat Wisatawan
Baca juga: Rombongan Obama Kunjungi Objek Wisata Jatiluwih (Video)
Dalam pidato akhir tahun (31/12), Gubernur Bali Wayan Koster juga mengemukakan rencana untuk menata kawasan Pura Besakih agar kembali sakral dan tidak diinjak-injak wisatawan seolah-olah bukan tempat suci.
"Mulai tahun 2019, kita tata, nanti ada video tentang Besakih. Jadi, wisatawan akan mendapat informasi tentang sejarah, ritual, dan sarana yang ada, lalu ada pemandu yang mengantar pengunjung ke sudut-sudut pura yang diarahkan untuk tidak sampai merusak kesakralannya," katanya.
(Editor: Adi Lazuardi)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019