Denpasar (Antaranews Bali) - Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, Bali secara gencar melakukan pendataan terhadap situs cagar budaya sesuai dengan amanat undang-undang.
     
Tim Cagar Budaya, Dinas Kebudayaan (Disbud) Kota Denpasar, Dewa Gede Yudhu Basudewa di Denpasar, Kamis, mengatakan bahwa dalam upaya sosialisasi dan meminimalkan hilangnya cagar budaya. Karena itu Disbud Kota Denpasar bekerja sama dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Bali melakukan pengawasan pemugaran situs dan ritus di Kota Denpasar. 
     
"Keinginan masyarakat yang tinggi dalam melaksanakan pemugaran harus juga diawasi agar tidak terjadi penghilangnya situs dan ritus yang tergolong cagar budaya dan diduga cagar budaya," ucapnya.
     
Ia mengatakan minimnya pengetahuan masyarakat tentang cagar budaya menybabkan banyaknya situs dan ritus yang hilang akibat melakukan renovasi. Karenanya, dalam upaya menjaga kelesatrian situs cagar budaya di Kota Denpasar, maka dilakukan pendataan di setiap desa. "Saat ini kami melakukan pengawasan dan pendampingan terhadap masyarakat yang hendak melaksanakan pemugaran, antara lain di Pura Khayangan dan Dalem Penataran Desa Taman Poh Manis, Desa Penatih Dangin Puri, Kecamatan Denpasar Timur.
     
Dewa Basudewa lebih lanjut mengatakan bahwa berkenaan dengan cagar budaya telah diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2010 dan Perda No 12 Tahun 2015 tentang Cagar Budaya. Sehingga masyarakat harus melaksanakan amanat undang-undang dalam melaksanakan pemugaran terhadap situs  tersebut. "Yang dilaksanakan di Pura Khayangan dan Dalem Penataran Desa Taman Poh Manis ini bukan renovasi, melainkan pemugaran dengan metode restorasi," ucapnya.
     
Lebih lanjut dikatakan, dengan adanya sistem restorasi itu mengedepankan pada aspek pelestarian dengan memanfaatkan kembali bahan-bahan yang dapat digunakan dan mengganti bahan yang tidak dapat digunakan. Sehingga, pola ukiran, ornamen dan ciri khas gaya masih tetap bertahan sekalipun sebuah bangunan telah dipugar.      
     
"Dari pemugaran dan restorasi di Kori Agung ini terdapat 30 persen bahan yang tidak dapat digunakan, dan akan diganti dengan bahan sejenis, namun sisanya akan digunakan kembali, sehingga nilai sejarah dan ornamen sebagai ciri khas peradaban tetap dipertahankan," ujarnya.
     
Menurut Dewa Basudewa, keberadaan Kori Agung di Pura Khayangan dan Dalem Penataran Desa Taman Poh Manis, Desa Penatih Dangin Puri ini sudah ada sejak abad ke-18 atau sekitar tahun 1800-an. Sehingga sesuai aturan undang-undang telah dapat dimasukan ke dalam cagar budaya dan situs yang diduga cagar budaya karena telah berusia lebih dari 50 tahun.
     
Sementara itu, Kadisbud Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Bagus Mataram menambahkan, terdapat empat syarat situs atau ritus dapat digolongkan sebagai cagar budaya. Yakni telah berusia lebih dari 50 tahun, memiliki corak gaya yang bertahan hingga 50 tahun, memiliki nilai penting bagi peradaban, agama, sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, serta merupakan ciri khas dan identitas bangsa.
     
"Dengan ini kami informasikan kepada masyarakat bahwa segala jenis situs dan ritus dan bangunan yang memenuhi syarat teknis di atas telah dapat digolongkan sebagai cagar budaya dan diduga sebagai cagar budaya, sehingga kedepannya akan memiliki manfaat yang besar sebagai bukti peradaban dan perkembangn sejarah ilmu pengetahuan," ucapnya.
     
Ia berharap kepada masyarakat Kota Denpasar yang hendak melaksanakan pemugaran pura, puri, patung, dan situs atau ritus lainnya agar berkoordinasi dengan Dinas Kebudayaan Kota Denpasar untuk mendapatkan pendampingan dan pengawasan agar tidak terjadi penghilangan situs cagar budaya. "Kami berharap kepada masyarakat Kota Denpasar yang akan melakukan pemugaran yang dianggap situs cagar budaya berkoordinasi dengan Disbud, sehingga mendapatkan data serta pengawasan guna menjaga kelestarian budaya tersebut," katanya.

Pewarta: I Komang Suparta

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018