Indonesia akan menghelat pertemuan akbar pada 8 -14 Oktober 2018, yaitu pertemuan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank) 2018 di Bali. Tak mudah menjadi tuan rumah pada pertemuan akbar tersebut. Indonesia saat itu harus bersaing dengan negara lain yang berminat menjadi tuan rumah, sampai pada akhirnya mayoritas dari 189 negara anggota memilih Indonesia.
Hasrat menjadi tuan rumah pertemuan akbar itu tentu saja bergelora di lingkungan anggota. Perwakilan dari 189 negara, baik pengambil keputusan di pemerintahan maupun bisnis akan hadir. Keuntungan bagi negara penyelenggara tidak hanya ada yang di depan mata, tetapi juga potensi jangka menengah dan panjang.
Pembangunan infrastruktur di Bali melalui belanja pemerintah pusat hanya di antara peluang nyata yang ada. Tentu pengeluaran tersebut akan berkontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali.
Tentu saja manfaatnya tidak berhenti di situ. Ada 19.800 peserta yang akan tinggal minimal 9 hari di Bali. Dampak ekonomi yang muncul dari dari kehadiran masyarakat “papan atas” dari seluruh dunia ini secara nyata mendongkrak tingkat isian jasa penerbangan, jasa penginapan, serta belanja makan dan minuman.
Peningkatan konsumsi, baik terhadap barang maupun jasa akibat pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia tentu saja memberikan tetesan ekonomi bagi masyarakat. Kebutuhan tenaga kerja, baik menjelang pertemuan maupun di saat pertemuan serta kegiatan pendukung pertemuan meningkat dibandingkan hari-hari sebelumnya.
Dalam perhitungan Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas), dampak ekonomi secara langsung diperkirakan senilai Rp5,9 triliun. Di antaranya, berasal dari belanja infrastruktur Rp3 triliun dan pengeluaran pengunjung dari mancanegara dan domestik sebesar Rp1,1 triliun.
Tentu saja realisasinya bisa jauh lebih besar dari hitungan Bappenas. Selain para delegasi juga pada umumnya diiringi oleh tim, sehingga efek pengganda terhadap pengeluaran yang akan mengucur di Bali akan tambah besar.
Gairah ekonomi dari pertemuan bersejarah ini dapat dipastikan mampu memberikan pengaruh positif terhadap perekonomian Bali. Ketika perekonomian Pulau Dewata itu tumbuh positif, pada akhirnya ikut berkontribusi kepada perekonomian nasional yang diharapkan mampu tetap menggeliat di tengah tekanan ekonomi global.
Peluang nyata terhadap perekonomian Bali dan nasional ini sebenarnya baru bersifat “pinggiran” atau sisi lain dari luar arena pertemuan. Setidaknya ada 2.000 pertemuan yang akan digelar dalam rangkaian pergelaran penting ini. Tak terkecuali, di dalamnya adalah pertemuan bisnis.
Para pelaku bisnis dan investor kelas wahid dari mancanegara akan berunding dengan mitranya, termasuk dari Indonesia di ruang-ruang yang telah disediakan. Transaksi dan kesepakatan bisnis bakal diteken, sehingga dalam jangka menengah dan panjang berpeluang menambah gairah perekonomian nasional.
Dengan demikian, tekad Presiden Joko Widodo seperti disampaikan pada peringatan Kemerdekaan ke-73 di Gedung Parlemen, Agustus 2018, menemukan momentumnya. “Ekonomi kita harus tumbuh ditengah ketidakpastian ekonomi dunia yang sedang berlangsung,” katanya.
Itulah optimisme dengan pijakan yang pasti. Perhelatan pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia menjadi satu diantara pemicunya.
*) Penulis adalah jurnalis senior
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
Hasrat menjadi tuan rumah pertemuan akbar itu tentu saja bergelora di lingkungan anggota. Perwakilan dari 189 negara, baik pengambil keputusan di pemerintahan maupun bisnis akan hadir. Keuntungan bagi negara penyelenggara tidak hanya ada yang di depan mata, tetapi juga potensi jangka menengah dan panjang.
Pembangunan infrastruktur di Bali melalui belanja pemerintah pusat hanya di antara peluang nyata yang ada. Tentu pengeluaran tersebut akan berkontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali.
Tentu saja manfaatnya tidak berhenti di situ. Ada 19.800 peserta yang akan tinggal minimal 9 hari di Bali. Dampak ekonomi yang muncul dari dari kehadiran masyarakat “papan atas” dari seluruh dunia ini secara nyata mendongkrak tingkat isian jasa penerbangan, jasa penginapan, serta belanja makan dan minuman.
Peningkatan konsumsi, baik terhadap barang maupun jasa akibat pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia tentu saja memberikan tetesan ekonomi bagi masyarakat. Kebutuhan tenaga kerja, baik menjelang pertemuan maupun di saat pertemuan serta kegiatan pendukung pertemuan meningkat dibandingkan hari-hari sebelumnya.
Dalam perhitungan Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas), dampak ekonomi secara langsung diperkirakan senilai Rp5,9 triliun. Di antaranya, berasal dari belanja infrastruktur Rp3 triliun dan pengeluaran pengunjung dari mancanegara dan domestik sebesar Rp1,1 triliun.
Tentu saja realisasinya bisa jauh lebih besar dari hitungan Bappenas. Selain para delegasi juga pada umumnya diiringi oleh tim, sehingga efek pengganda terhadap pengeluaran yang akan mengucur di Bali akan tambah besar.
Gairah ekonomi dari pertemuan bersejarah ini dapat dipastikan mampu memberikan pengaruh positif terhadap perekonomian Bali. Ketika perekonomian Pulau Dewata itu tumbuh positif, pada akhirnya ikut berkontribusi kepada perekonomian nasional yang diharapkan mampu tetap menggeliat di tengah tekanan ekonomi global.
Peluang nyata terhadap perekonomian Bali dan nasional ini sebenarnya baru bersifat “pinggiran” atau sisi lain dari luar arena pertemuan. Setidaknya ada 2.000 pertemuan yang akan digelar dalam rangkaian pergelaran penting ini. Tak terkecuali, di dalamnya adalah pertemuan bisnis.
Para pelaku bisnis dan investor kelas wahid dari mancanegara akan berunding dengan mitranya, termasuk dari Indonesia di ruang-ruang yang telah disediakan. Transaksi dan kesepakatan bisnis bakal diteken, sehingga dalam jangka menengah dan panjang berpeluang menambah gairah perekonomian nasional.
Dengan demikian, tekad Presiden Joko Widodo seperti disampaikan pada peringatan Kemerdekaan ke-73 di Gedung Parlemen, Agustus 2018, menemukan momentumnya. “Ekonomi kita harus tumbuh ditengah ketidakpastian ekonomi dunia yang sedang berlangsung,” katanya.
Itulah optimisme dengan pijakan yang pasti. Perhelatan pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia menjadi satu diantara pemicunya.
*) Penulis adalah jurnalis senior
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018