Denpasar (Antaranews Bali) - Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan potensi pembiayaan macet di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai dampak bencana gempa bumi di daerah itu mencapai sekitar Rp904,4 miliar.
"Jumlah itu untuk pembiayaan kredit motor, mobil dan ada juga pergadaian," kata Kepala OJK Regional Bali dan Nusa Tenggara Hizbullah di Denpasar, Rabu.
Menurut dia, potensi pembiayaan macet tersebut berasal dari sekitar 34.377 nasabah di industri keuangan nonbank (IKNB) di antaranya meliputi perusahaan pembiayaan atau "finance", asuransi dan pergadaian di Bumi Gora itu.
Saat ini, OJK telah memberikan relaksasi atau keringanan kepada debitur melalui penjadwalan ulang pembayaran kredit.
Dengan relaksasi itu diharapkan angka kredit bermasalah di daerah itu tidak terlampau tinggi meski diprediksi meningkat mencapai kisaran sekitar tiga persen.
"Relaksasi di antaranya berupa penjadwalan ulang pembayaran, bisa bulan depan, bisa tahun depan kemudian bisa diskon dan penghapusan denda," imbuh Hizbullah.
OJK menyebutkan terdapat 20 perusahaan di industri Keuangan Non-Bank (IKNB) yang terkena dampak di antaranya perusahaan perasuransian dan perusahaan pembiayaan.
OJK Sebelumnya telah memberikan perlakuan khusus kepada debitur dan industri jasa keuangan terkait kredit dan pembiayaan syariah di Nusa Tenggara Barat setelah perekonomian masyarakat setempat terdampak gempa bumi.
Perlakuan khusus terhadap kredit atau pembiayaan syariah bank mengacu pada Peraturan OJK No.45/POJK.03/2017 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank Bagi Daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam.
Peraturan itu di antaranya untuk penilaian kualitas kredit dengan plafon maksimal Rp5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan membayar pokok dan atau bunga.
Sementara itu bagi kredit dengan plafon di atas Rp5 miliar, penetapan kualitas kredit tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku yaitu PBI No.14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, sedangkan penetapan kualitas kredit bagi BPR didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga.
Selain itu kualitas kredit yang direstrukturisasi bagi bank umum dan BPR yang direstrukturisasi akibat bencana alam ditetapkan lancar sejak restrukturisasi sampai dengan jangka waktu Keputusan Dewan Komisioner.
Restrukturisasi kredit tersebut, kata dia, dapat dilakukan terhadap kredit yang disalurkan baik sebelum maupun sesudah terjadinya bencana. (WDY).
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Jumlah itu untuk pembiayaan kredit motor, mobil dan ada juga pergadaian," kata Kepala OJK Regional Bali dan Nusa Tenggara Hizbullah di Denpasar, Rabu.
Menurut dia, potensi pembiayaan macet tersebut berasal dari sekitar 34.377 nasabah di industri keuangan nonbank (IKNB) di antaranya meliputi perusahaan pembiayaan atau "finance", asuransi dan pergadaian di Bumi Gora itu.
Saat ini, OJK telah memberikan relaksasi atau keringanan kepada debitur melalui penjadwalan ulang pembayaran kredit.
Dengan relaksasi itu diharapkan angka kredit bermasalah di daerah itu tidak terlampau tinggi meski diprediksi meningkat mencapai kisaran sekitar tiga persen.
"Relaksasi di antaranya berupa penjadwalan ulang pembayaran, bisa bulan depan, bisa tahun depan kemudian bisa diskon dan penghapusan denda," imbuh Hizbullah.
OJK menyebutkan terdapat 20 perusahaan di industri Keuangan Non-Bank (IKNB) yang terkena dampak di antaranya perusahaan perasuransian dan perusahaan pembiayaan.
OJK Sebelumnya telah memberikan perlakuan khusus kepada debitur dan industri jasa keuangan terkait kredit dan pembiayaan syariah di Nusa Tenggara Barat setelah perekonomian masyarakat setempat terdampak gempa bumi.
Perlakuan khusus terhadap kredit atau pembiayaan syariah bank mengacu pada Peraturan OJK No.45/POJK.03/2017 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank Bagi Daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam.
Peraturan itu di antaranya untuk penilaian kualitas kredit dengan plafon maksimal Rp5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan membayar pokok dan atau bunga.
Sementara itu bagi kredit dengan plafon di atas Rp5 miliar, penetapan kualitas kredit tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku yaitu PBI No.14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, sedangkan penetapan kualitas kredit bagi BPR didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga.
Selain itu kualitas kredit yang direstrukturisasi bagi bank umum dan BPR yang direstrukturisasi akibat bencana alam ditetapkan lancar sejak restrukturisasi sampai dengan jangka waktu Keputusan Dewan Komisioner.
Restrukturisasi kredit tersebut, kata dia, dapat dilakukan terhadap kredit yang disalurkan baik sebelum maupun sesudah terjadinya bencana. (WDY).
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018