Jakarta (Antaranews Bali) - Pernahkah Anda bertanya-tanya berlari maraton atau berjalan jauh, mana yang lebih menyehatkan?
Peneliti mengungkapkan, pertanyaan ini sulit dijawab, terutama ketika berbagai faktor seperti frekuensi, kecepatan, IMT dan kondisi kesehatan harus dipertimbangkan.
Namun, satu studi menemukan, pelari dapat hidup rata-rata beberapa tahun lebih lama daripada mereka yang bukan pelari. Lari lebih menuntut pada tubuh daripada berjalan, sehingga hasilnya pada tubuh lebih cepat.
Ada juga temuan yang menunjukkan bawa lari lebih efektif bagi mereka yang ingin menambah berat badan secara efektif. Untuk mengurangi lemak perut (atau lemak visceral), para ahli merekomendasikan untuk memasukkan lari jarak pendek ke rutinitas latihan Anda.
"Mengurangi lemak perut, bahkan tanpa menurunkan berat badan, dapat meningkatkan kesehatan secara keseluruhan," kata Dr Carol Ewing Garber, seorang profesor biobehavioral di Columbia University Teachers College.
"Lari seringkali merupakan langkah besar dalam intensitas dari berjalan, jadi sebaiknya tambahkan ke rutinitas Anda secara bertahap," imbuh dia.
Tetapi studi juga menunjukkan bahwa pelari mungkin berisiko tinggi mengalami cedera dibandingkan dengan mereka yang memilih berjalan.
Orang dengan radang sendi atau masalah sendi harus meminta rekomendasi dokter jika ingin berlari, karena bisa saja memperburuk kondisi mereka seiring adanya penambahan tekanan pada sendi.
James O'Keefe, seorang ahli jantung di Saint Luke's Mid America Heart Institute, mengingatkan bahwa terlalu banyak berlari dapat berdampak buruk karena tubuh kita tidak dapat mempertahankan aktivitas menuntut seperti itu di luar titik tertentu.
"Setelah 60 menit melakukan aktivitas fisik yang intens, seperti berlari, bilik jantung Anda mulai meregang dan menuntut kemampuan otot untuk beradaptasi," kata dia.
Di sisi lain, berjalan hampir sama efektifnya dengan berlari untuk mengurangi risiko hipertensi, kolesterol tinggi, diabetes, dan penyakit jantung.
Mereka yang ingin memetik lebih banyak manfaat dari berjalan kaki juga dapat mempertimbangkan melakukan aktivitas ini di jalur bukit atau sekedar naik dan turun tangga.
Untuk orang dewasa yang obesitas, menggunakan treadmill mungkin merupakan pilihan terbaik. Sebuah studi 2011 menyimpulkan bahwa berjalan pada kecepatan yang relatif lambat adalah strategi olahraga potensial yang dapat mengurangi risiko cedera muskuloskeletal, penyakit patologis sekaligus memberikan stimulus kardiovaskular yang tepat.
Kardiolog klinis Peter Schnohr merekomendasikan penggabungan dua aktivitas untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
"Yang paling baik adalah lari dua hingga tiga hari per minggu, dengan kecepatan lambat atau rata-rata. Berlari setiap hari, dengan kecepatan cepat, lebih dari 4 jam per minggu tidak menguntungkan," tutur dia.
Berjalan cepat juga bisa menjadi pilihan sempurna bagi mereka yang memilih untuk tidak berlari.
Satu penelitian menunjukkan orang-orang yang berjalan dengan cepat memiliki risiko kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang berjalan lambat. Demikian seperti dilansir Medical Daily.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
Peneliti mengungkapkan, pertanyaan ini sulit dijawab, terutama ketika berbagai faktor seperti frekuensi, kecepatan, IMT dan kondisi kesehatan harus dipertimbangkan.
Namun, satu studi menemukan, pelari dapat hidup rata-rata beberapa tahun lebih lama daripada mereka yang bukan pelari. Lari lebih menuntut pada tubuh daripada berjalan, sehingga hasilnya pada tubuh lebih cepat.
Ada juga temuan yang menunjukkan bawa lari lebih efektif bagi mereka yang ingin menambah berat badan secara efektif. Untuk mengurangi lemak perut (atau lemak visceral), para ahli merekomendasikan untuk memasukkan lari jarak pendek ke rutinitas latihan Anda.
"Mengurangi lemak perut, bahkan tanpa menurunkan berat badan, dapat meningkatkan kesehatan secara keseluruhan," kata Dr Carol Ewing Garber, seorang profesor biobehavioral di Columbia University Teachers College.
"Lari seringkali merupakan langkah besar dalam intensitas dari berjalan, jadi sebaiknya tambahkan ke rutinitas Anda secara bertahap," imbuh dia.
Tetapi studi juga menunjukkan bahwa pelari mungkin berisiko tinggi mengalami cedera dibandingkan dengan mereka yang memilih berjalan.
Orang dengan radang sendi atau masalah sendi harus meminta rekomendasi dokter jika ingin berlari, karena bisa saja memperburuk kondisi mereka seiring adanya penambahan tekanan pada sendi.
James O'Keefe, seorang ahli jantung di Saint Luke's Mid America Heart Institute, mengingatkan bahwa terlalu banyak berlari dapat berdampak buruk karena tubuh kita tidak dapat mempertahankan aktivitas menuntut seperti itu di luar titik tertentu.
"Setelah 60 menit melakukan aktivitas fisik yang intens, seperti berlari, bilik jantung Anda mulai meregang dan menuntut kemampuan otot untuk beradaptasi," kata dia.
Di sisi lain, berjalan hampir sama efektifnya dengan berlari untuk mengurangi risiko hipertensi, kolesterol tinggi, diabetes, dan penyakit jantung.
Mereka yang ingin memetik lebih banyak manfaat dari berjalan kaki juga dapat mempertimbangkan melakukan aktivitas ini di jalur bukit atau sekedar naik dan turun tangga.
Untuk orang dewasa yang obesitas, menggunakan treadmill mungkin merupakan pilihan terbaik. Sebuah studi 2011 menyimpulkan bahwa berjalan pada kecepatan yang relatif lambat adalah strategi olahraga potensial yang dapat mengurangi risiko cedera muskuloskeletal, penyakit patologis sekaligus memberikan stimulus kardiovaskular yang tepat.
Kardiolog klinis Peter Schnohr merekomendasikan penggabungan dua aktivitas untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
"Yang paling baik adalah lari dua hingga tiga hari per minggu, dengan kecepatan lambat atau rata-rata. Berlari setiap hari, dengan kecepatan cepat, lebih dari 4 jam per minggu tidak menguntungkan," tutur dia.
Berjalan cepat juga bisa menjadi pilihan sempurna bagi mereka yang memilih untuk tidak berlari.
Satu penelitian menunjukkan orang-orang yang berjalan dengan cepat memiliki risiko kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang berjalan lambat. Demikian seperti dilansir Medical Daily.
Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018