Denpasar (Antara Bali) - Akademisi dari Universitas Warmadewa Bali Dr Ir I Gusti Bagus Udayana MSi mengatakan, Pemprov Bali belum berhasil menyinergikan pertumbuhan yang saling mendukung antara sektor pertanian dengan pariwisata.

"Saya menilai sektor pertanian di Bali belakangan ini belum mendapat perhatian. Padahal, sistem pertaniannya yang dikenal dengan 'Subak' itu menjadi salah satu objek wisata menarik di Pulau Dewata," kata dosen teknologi industri pertanian itu di Denpasar, Rabu.

Ia mencontohkan secara kongkrit wisatawan digiring melihat orang bertani, biro perjalanan wisata atau agen travel dan tamunya senang, tapi petani tidak mendapat apa-apa secara langsung dari aktivitas tersebut.

Menurutnya, perlu lembaga terkait, termasuk pemerintah untuk memfasilitasi hal itu. Biro perjalanan dan hotel diarahkan untuk mengambil hasil komoditi olahan, seperti kripik bayam, kripik jamur, emping jagung dan lainnya.

Dengan begitu, kata dia, petani hasilnya terbeli secara berkesinambungan dengan nilai tambah lebih baik dari pada dijual tidak dalam bentuk olahan.

"Sehingga kedua sektor tersebut bisa saling mengisi. Wisatawan mendapat apa yang dia mau dan petani hasil pertaniannya terbeli," ucapnya.

Masalah peningkatan kualitas bisa difasilitasi oleh perguruan tinggi dan penelitian pengembangan dengan fasilitator pemerintah.

Dikatakan, untuk mengatasi masalah pertanian harus dari hulu ke hilir. Di antaranya menyiapkan perangkat pasar, hasil pertanian harus dapat diserap pariwisata seperti pada tiap biro perjalanan wajib mengambil hasil pengolahan pertanian untuk wisatawannya.

"Seperti produk olahan dodol dari salak atau manisan coklat hasil pertanian yang diolah langsung dibeli oleh wisatawan yang sudah dibayar melalui travel. Jadi ada kesepakatan antara petani dan pelaku pariwisata atau travel," ucapnya.

Selain itu, kata dia, diperlukan adanya keterlibatan lembaga keuangan dalam "mem-back up" kegiatan petani. Ke depan perlu asuransi produk pertanian.

"Kalau petani gagal panen ada jaminannya sehingga petani tetap giat dan semangat," ujarnya.

Sementara Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Ferry Markus menyatakan, kesiapan memenuhi standarisasi mutu, kuantitas dan kontinuitas akan terpecahkan apabila pemerintah mau duduk bersama dengan pelaku pariwisata Bali guna mencarikan solusi terbaik.

"Dengan duduk bersama mencarikan jalan terbaik, kami yakin pemerintah, pelaku pariwisata dan pertanian tidak lagi saling menyalahkan seperti yang terjadi selama ini," ucapnya.

Menurutnya, kalangan industri pariwisata selama ini tidak penah menolak untuk mengunakan produk lokal, karena dengan mengunakan produk sendiri dapat menekan biaya yang dikeluarkan.

Hanya saja, lanjut Bagus Udayana, bahwa pelaku industri selama ini mendapatkan pasokan buah dan sayur hasil petani lokal melalui tangan kedua yakni distriburtor atau supliyer.

"Dengan kami mengambil langsung dari petani tentunya banyak kendala yang akan dihadapi, seperti keterbatasan produksi. Padahal pihak industri membutukan suplai produk lokal secara berkesinambungan," katanya.

Dikatakan, kalangan pariwisata sangat merespon positif, namun mereka masih mempertanyakan kemampuan petani dalam hal penyediaan serta kualitas yang dihasilkan petani sesuai standar yang ditentukan.

"Petani kita belum mampu memenuhi kriteria pihak pariwisata, sehingga membutuhkan waktu lama untuk bisa diserap pasar hotel, restoran dan swalayan," katanya.(*)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011