Denpasar (Antara Bali) - Perdagangan ekspor alat musik tradisional buatan perajin Bali semakin lesu, dan kondisi itu berdampak terhadap perolehan devisanya yang berkurang hingga 81 persen periode lima bulan I-2011.
Kepala Seksi Ekspor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bali, Putu Bagiada SE ketika dihubungi di Denpasar Sabtu, membenarkan berkurang ekspor alat musik tradisional, kemungkinan akibat krisis ekonomi global yang belum pulih.
Ia menyebutkan, perdagangan alat musik tradisional Bali masih ada, hanya saja jumlah barang maupun perolehan devisanya berkurang menjadi hanya 83,6 ribu dolar AS atas pengapalan 9.728 pcs selama Januari-Mei 2011.
Sedangkan pada periode sama tahun 2010 mencapai 19.140 pcs seharga 448 ribu dolar, ini artinya baik volume pengiriman turun hingga 49 persen dan perolehan devisanya berkurang hingga 81 persen, kata Bagiada.
Merosotnya perdagangan luar negeri alat musik tradisional tersebut menyebabkan para perajin yang sebagian besar berlokasi di Kabupaten Gianyar, banyak mengalihkan profesinya ke sektor lain terutama ke pertanian.
Made Suweta perajin sekaligus pengusaha kerajinan bambu asal Gianyar mengatakan, peminat alat musik tradisional Bali dengan bahan baku bambu seperti angklung dan seruling di luar negeri makin berkurang.
Kondisi tersebut diharapkan akan bersifat sementara, dan mudah-mudahan resesi ekonomi global akan cepat teratasi oleh pemerintah yang merasakannya sehingga perdagangan alat musik tradisional Bali cerah kembali.
Turis asing yang berlibur ke Bali memang bertambah banyak termasuk yang datang ke bengkel kerjanya di Gianyar, namun mereka (turis-red) yang melihat-lihat saja tidak ada yang membeli barang seni yang dijualnya.
Masyarakat internasional yang berlibur ke Bali umumnya sempat menyaksikan atraksi kesenian daerah, seperti tari barong dan keris, legong, cak dan sebagainya, setelah menyaksikan itu, baru tertarik membeli alat musik tradisional.
Biasanya setelah menyaksikan bermacam kesenian, para turis asing ingin memiliki alat musik tradisional sejenis seruling, angklung bambu maupun alat musik tradisional daerah lainnya di Indonesia, kata Suweta.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
Kepala Seksi Ekspor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bali, Putu Bagiada SE ketika dihubungi di Denpasar Sabtu, membenarkan berkurang ekspor alat musik tradisional, kemungkinan akibat krisis ekonomi global yang belum pulih.
Ia menyebutkan, perdagangan alat musik tradisional Bali masih ada, hanya saja jumlah barang maupun perolehan devisanya berkurang menjadi hanya 83,6 ribu dolar AS atas pengapalan 9.728 pcs selama Januari-Mei 2011.
Sedangkan pada periode sama tahun 2010 mencapai 19.140 pcs seharga 448 ribu dolar, ini artinya baik volume pengiriman turun hingga 49 persen dan perolehan devisanya berkurang hingga 81 persen, kata Bagiada.
Merosotnya perdagangan luar negeri alat musik tradisional tersebut menyebabkan para perajin yang sebagian besar berlokasi di Kabupaten Gianyar, banyak mengalihkan profesinya ke sektor lain terutama ke pertanian.
Made Suweta perajin sekaligus pengusaha kerajinan bambu asal Gianyar mengatakan, peminat alat musik tradisional Bali dengan bahan baku bambu seperti angklung dan seruling di luar negeri makin berkurang.
Kondisi tersebut diharapkan akan bersifat sementara, dan mudah-mudahan resesi ekonomi global akan cepat teratasi oleh pemerintah yang merasakannya sehingga perdagangan alat musik tradisional Bali cerah kembali.
Turis asing yang berlibur ke Bali memang bertambah banyak termasuk yang datang ke bengkel kerjanya di Gianyar, namun mereka (turis-red) yang melihat-lihat saja tidak ada yang membeli barang seni yang dijualnya.
Masyarakat internasional yang berlibur ke Bali umumnya sempat menyaksikan atraksi kesenian daerah, seperti tari barong dan keris, legong, cak dan sebagainya, setelah menyaksikan itu, baru tertarik membeli alat musik tradisional.
Biasanya setelah menyaksikan bermacam kesenian, para turis asing ingin memiliki alat musik tradisional sejenis seruling, angklung bambu maupun alat musik tradisional daerah lainnya di Indonesia, kata Suweta.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011