Denpasar (Antaranews Bali) - Pengamat masalah pertanian Dr Gede Sedana menilai, petani mampu meningkatkan produksi secara signifikan berkat teknologi budi daya yang baik, namun untuk beberapa kasus tidak disertai perbaikan tingkat pendapatan dan kesejahteraan mereka.

"Hal itu salah satu penyebab akibat rendahnya nilai tambah dari produk yang dihasilkan oleh petani," kata Gede Sedana yang juga Dekan Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra Denpasar, Jumat.

Kondisi tersebut tidak dapat dibiarkan berlangsung secara terus menerus, sehingga diperlukan upaya penanganan yang serius untuk mendongkrak peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani berserta keluarganya.

Untuk itu konsep hilirisasi dapat diimplementasikan secara langsung di tingkat petani atau kelompok petani, maupun pelaku bisnis pertanian lainnya, guna memberikan jaminan adanya peningkatan pendapatan.

Hilirisasi didorong untuk memiliki integrasi yang vertikal dan horisontal, serta bersinergi dengan subsistem agribisnis lainnya, seperti subsistem pemasaran, budi daya serta subsistem penunjang.

Salah satu wujud nyata dari konsep hilirisasi ini adalah pengembangan industri pertanian (agroindustri) memiliki teknologi tepat guna agar mudah dimanfaatkan oleh petani.

Kehadiran Industri pengolahan produk yang dibangun di desa-desa atau di tingkat kelompok petani, termasuk subak maupun subak-abian menjadi bagian penting dalam peningkatan nilai tambah produk pertanian, ujar Gede Sedana.

Ia mengingatkan, industri akan semakin signifikan peranannya jika produktivitas tanaman semakin meningkat di tingkat produsen atau petani.

Persediaan produk yang tinggi menyebabkan harga produk tersebut menurun, namun hal itu dapat diatasi dengan melakukan pengolahan produk menjadi bentuk lain yang tahan lama.

Untuk itu petani dan anggota kelompoknya perlu ditingkatkan kapasitasnya untuk mengenal konsep agribisnis secara praktis. Konsep guna seperti guna bentuk, waktu, tepat, dan guna milik agar menjadi citra petani terhadap produknya.

Pemahaman keempat guna tersebut perlu diaplikasikan oleh para petani untuk memperoleh nilai tambah produknya. Misalnya pada guna bentuk, petani petani dapat mengubah bentuk gabah menjadi beras untuk memperoleh harga yang lebih tinggi.

Demikian pula buah Salak yang berlimpah dan memiliki resiko karena sifatnya cepat rusak dapat diubah bentuknya menjadi wine, dodol dan bentuk-bentuk lainnya untuk memperoleh harga yang layak. Jika tidak dilakukan proses pengolahan, maka buah salah tersebut tidak akan memiliki nilai ekonomis karena membusuk.

Oleh sebab itu dalam pengembangan hilirisasi, para petani perlu diintroduksi teknik-teknik penyimpanan produk sebelum diolah, membuat kemasan serta "branding" yang menarik bagi konsumen.

Penyimpanan produk-produk pertanian sangat dipengaruhi oleh jenis produk pertanian dan kondisi lokasi penyimpanan. Setiap produk pertanian memiliki daya simpan yang berbeda sehingga memerlukan perlakukan atau cara-cara penyimpanan yang baik guna mencegah terjadinya kerusakan produk yang akan diolah.

Proses-proses hilirisasi yang terkait dengan pengolahan produk adalah penyortiran, pengeringan, dan pendinginan. Proses penyimpanan sangat terkait dengan kualitas produk setelah dipanen karena tujuan penyimpanan untuk mencegah susut bobot, memperlambat perubahan kimiawi yang tidak diinginkan, mencegah kontaminasi bahan asing dan mencegah kerusakan fisik.

Dengan demikian, pengembangan hilirisasi yang baik dapat menjamin adanya peningkatan nilai tambah produk pertanian dalam skala usaha kecil, menengah sampai skala yang besar. Pada skala yang besar, para petani dituntut untuk dapat menyediakan pasokan produk bagi industri pengolahan produk pertanian di dalam suatu wilayah, ujar Gede Sedana. (WDY)

Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018