Bangli (Antaranews Bali) - Pemerintah Kabupaten Bangli, Bali menggelar kegiatan ritual "Mepepada untuk menyucikan hewan kurban kelengkapan upacara "tawur agung kesanga" sehari sebelum Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1940 di Catus Pata Bangli, Kamis.
Kegiatan ritual tersebut dipimpin dua pendeta masing-masing Ida Empu Giri Nata dari Gria Penida Gede, Banjar Nyalia, Kelurahan Kawan Bangli dan Ida Sri Empu Pande Dharma Dasi dari Gria Tamanbali, Bangli dihadiri Bupati Bangli I Made Gianyar beserta seluruh pimpinan Organisasi perangkat Daerah (OPD) dilingkungan Pemkab Bangli.
Kabag Kesra Setda Bangli Jro Penyarikan A. Widata melaporkan, kegiatan ritual "Mepepada" bermakna untuk pembersihan dan menyucikan hewan kurban sebelum disembelih untuk kelengkapan sarana upakara.
Hewan kurban tersebut antara lain karbau, sapi, kambing, babi, angsa, itik dan ayam yang seluruhnya dituntun tiga kali mengelilingi catus pata (jalan simpang empat) Bangli.
Jero Widata menjelaskan, kegiatan ritual Tawur Kesanga dilaksanakan Jumat (16/3) di tempat yang sama.
Selain Bangli tujuh kabupaten dan satu kota di Bali juga melakukan kegiatan yang sama di jalan simpang empat daerah masing-masing.
"Tawur Kesanga" itu dilakukan secara berjenjang untuk tingkat Provinsi Bali dipusatkan di Pura Besakih, Kabupaten kemudian tingkat kabupaten/kota, kecamatan, desa dan banjar hingga di rumah tangga masing-masing.
Untuk itu perwakilan dari masing-masing desa pekraman dan kecamatan agar datang ke Pura Besakih pada hari Jumat (16/3) sekitar pukul 10.00 waktu setempat dengan membawa tempat tirtha tawur, daksina pejati, perlengkapan persembahyangan serta memohon nasi tawur dan tirta untuk disebarkan serta dipercikkan di wilayah masing-masing.
Menurut Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali I Gusti Ngurah Sudiana, kegiatan untuk tingkat kabupaten/kota menggunakan upakara Tawur Agung dengan segala kelengkapannya dilaksanakan dengan mengambil tempat pada Catus pata (perempatan jalan) sekitar pukul 12.00 (tengai tepet).
Sedangkan tingkat kecamatan menggunakan upakara Caru Panca Sanak yakni dengan lima ekor ayam (panca warna) ditambah itik belang kalung beserta kelengkapannya yang juga dilaksanakan di Catuspata (perempatan jalan) sekitar pukul 12.00 (tengai tepet).
Sedangkan di tingkat desa menggunakan upacara Caru Panca Sata dengan lima ekor ayam (panca warna) beserta kelengkapannya, atau sesuai dengan kemampuan desa masing-masing dengan mengambil tempat di Catuspata (perempatan jalan) sekitar pukul 18.30 Wita (sandi kala).
Kegiatan ritual tersebut bermakna untuk meningkatkan hubungan yang serasi dan harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama umat manusia dan manusia dengan lingkungan.
Keesokan harinya, Sabtu, 17 Maret 2018, umat Hindu merayakan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1940 dengan melaksanakan "Catur Brata" Penyepian, yakni empat pantangan (larangan) yang wajib dilaksanakan dan dipatuhi umat Hindu.
Keempat larangan tersebut meliputi tidak melakukan kegiatan/bekerja (amati karya), tidak menyalakan lampu atau api (amati geni), tidak bepergian (amati lelungan) serta tidak mengadakan rekreasi, bersenang-senang atau hura-hura (amati lelanguan).
Pelaksanaan "Catur Brata" Penyepian akan diawasi secara ketat oleh petugas keamanan desa adat (pecalang) di bawah koordinasi prajuru atau pengurus desa adat setempat. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
Kegiatan ritual tersebut dipimpin dua pendeta masing-masing Ida Empu Giri Nata dari Gria Penida Gede, Banjar Nyalia, Kelurahan Kawan Bangli dan Ida Sri Empu Pande Dharma Dasi dari Gria Tamanbali, Bangli dihadiri Bupati Bangli I Made Gianyar beserta seluruh pimpinan Organisasi perangkat Daerah (OPD) dilingkungan Pemkab Bangli.
Kabag Kesra Setda Bangli Jro Penyarikan A. Widata melaporkan, kegiatan ritual "Mepepada" bermakna untuk pembersihan dan menyucikan hewan kurban sebelum disembelih untuk kelengkapan sarana upakara.
Hewan kurban tersebut antara lain karbau, sapi, kambing, babi, angsa, itik dan ayam yang seluruhnya dituntun tiga kali mengelilingi catus pata (jalan simpang empat) Bangli.
Jero Widata menjelaskan, kegiatan ritual Tawur Kesanga dilaksanakan Jumat (16/3) di tempat yang sama.
Selain Bangli tujuh kabupaten dan satu kota di Bali juga melakukan kegiatan yang sama di jalan simpang empat daerah masing-masing.
"Tawur Kesanga" itu dilakukan secara berjenjang untuk tingkat Provinsi Bali dipusatkan di Pura Besakih, Kabupaten kemudian tingkat kabupaten/kota, kecamatan, desa dan banjar hingga di rumah tangga masing-masing.
Untuk itu perwakilan dari masing-masing desa pekraman dan kecamatan agar datang ke Pura Besakih pada hari Jumat (16/3) sekitar pukul 10.00 waktu setempat dengan membawa tempat tirtha tawur, daksina pejati, perlengkapan persembahyangan serta memohon nasi tawur dan tirta untuk disebarkan serta dipercikkan di wilayah masing-masing.
Menurut Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali I Gusti Ngurah Sudiana, kegiatan untuk tingkat kabupaten/kota menggunakan upakara Tawur Agung dengan segala kelengkapannya dilaksanakan dengan mengambil tempat pada Catus pata (perempatan jalan) sekitar pukul 12.00 (tengai tepet).
Sedangkan tingkat kecamatan menggunakan upakara Caru Panca Sanak yakni dengan lima ekor ayam (panca warna) ditambah itik belang kalung beserta kelengkapannya yang juga dilaksanakan di Catuspata (perempatan jalan) sekitar pukul 12.00 (tengai tepet).
Sedangkan di tingkat desa menggunakan upacara Caru Panca Sata dengan lima ekor ayam (panca warna) beserta kelengkapannya, atau sesuai dengan kemampuan desa masing-masing dengan mengambil tempat di Catuspata (perempatan jalan) sekitar pukul 18.30 Wita (sandi kala).
Kegiatan ritual tersebut bermakna untuk meningkatkan hubungan yang serasi dan harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama umat manusia dan manusia dengan lingkungan.
Keesokan harinya, Sabtu, 17 Maret 2018, umat Hindu merayakan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1940 dengan melaksanakan "Catur Brata" Penyepian, yakni empat pantangan (larangan) yang wajib dilaksanakan dan dipatuhi umat Hindu.
Keempat larangan tersebut meliputi tidak melakukan kegiatan/bekerja (amati karya), tidak menyalakan lampu atau api (amati geni), tidak bepergian (amati lelungan) serta tidak mengadakan rekreasi, bersenang-senang atau hura-hura (amati lelanguan).
Pelaksanaan "Catur Brata" Penyepian akan diawasi secara ketat oleh petugas keamanan desa adat (pecalang) di bawah koordinasi prajuru atau pengurus desa adat setempat. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018