Denpasar (Antaranews Bali) - Anggota Ombudsman Republik Indonesia Adrianus Meliala mengimbau para peserta Pilkada 2018 agar tidak menjadikan isu pelayanan publik sebagai bagian dari janji pilkada kepada masyarakat.
"Bagi Ombudsman, pelayanan publik itu tidak boleh diganggu karena merupakan hakikat kita bernegara," kata Adrianus disela-sela menggelar diskusi di Kantor ORI Perwakilan Bali, di Denpasar, Senin.
Adrianus berpandangan jika bidang pelayanan publik dijadikan sebagai janji politik, dikhawatirkan ujung-ujungnya ada keinginan masyarakat untuk tidak bernegara dan itu sangat berbahaya.
"Pelayanan publik itu harus imperatif dan tidak boleh bervariasi, harus ajeg, sustain, dan aksesibel. Kalau menjadi janji pilkada, dalam artian kalau kamu nggak milih saya, saya nggak berikan pelayanan publik. Kalau milih saya, saya berikan pelayanan publik yang lebih dari yang lain, itu kan tidak boleh," ujarnya.
Adrianus mengingatkan agar peserta Pilkada 2018 tidak menjadikan pelayanan publik sebagai variabel bagi mereka yang memilih ataukah tidak tokoh bersangkutan.
Namun, lebih baik jika tokoh-tokoh politik dalam janji pilkadanya memastikan supaya masyarakat lebih terlayani pelayanan publiknya, maupun mendorong agar pelayanan publik ke depan semakin baik.
Di sisi lain, lanjut dia, Ombudsman dan Bawaslu juga telah bekerja sama untuk menjamin netralitas ASN. "Kami sebagai pemberi imbauan awal, maka kembalilah pada khitahnya sebagai pelayan masyarakat dalam memberikan pelayanan publik yang memiliki standar sama, imparsial, dan netral," katanya.
Jangan sampai, kata Adrianus, pelayanan publik yang diterima masyarakat menjadi bervariasi gara-gara perbedaan pilihan politik.
Dalam kesempatan itu, dia juga melihat sejauh ini tingkat kepatuhan pemerintah kabupaten/kota terkait standar pelayanan publik untuk hal-hal yang minimal pun masih bermasalah.
"Bagi mereka yang tingkat kepatuhannya tinggi ada semacam insentif politiknya, seperti mau maju lagi dan mendekati pilkada. Umumnya mereka baru bergegas agar pelayanan publiknya makin bagus menjelang perhelatan politik," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Bagi Ombudsman, pelayanan publik itu tidak boleh diganggu karena merupakan hakikat kita bernegara," kata Adrianus disela-sela menggelar diskusi di Kantor ORI Perwakilan Bali, di Denpasar, Senin.
Adrianus berpandangan jika bidang pelayanan publik dijadikan sebagai janji politik, dikhawatirkan ujung-ujungnya ada keinginan masyarakat untuk tidak bernegara dan itu sangat berbahaya.
"Pelayanan publik itu harus imperatif dan tidak boleh bervariasi, harus ajeg, sustain, dan aksesibel. Kalau menjadi janji pilkada, dalam artian kalau kamu nggak milih saya, saya nggak berikan pelayanan publik. Kalau milih saya, saya berikan pelayanan publik yang lebih dari yang lain, itu kan tidak boleh," ujarnya.
Adrianus mengingatkan agar peserta Pilkada 2018 tidak menjadikan pelayanan publik sebagai variabel bagi mereka yang memilih ataukah tidak tokoh bersangkutan.
Namun, lebih baik jika tokoh-tokoh politik dalam janji pilkadanya memastikan supaya masyarakat lebih terlayani pelayanan publiknya, maupun mendorong agar pelayanan publik ke depan semakin baik.
Di sisi lain, lanjut dia, Ombudsman dan Bawaslu juga telah bekerja sama untuk menjamin netralitas ASN. "Kami sebagai pemberi imbauan awal, maka kembalilah pada khitahnya sebagai pelayan masyarakat dalam memberikan pelayanan publik yang memiliki standar sama, imparsial, dan netral," katanya.
Jangan sampai, kata Adrianus, pelayanan publik yang diterima masyarakat menjadi bervariasi gara-gara perbedaan pilihan politik.
Dalam kesempatan itu, dia juga melihat sejauh ini tingkat kepatuhan pemerintah kabupaten/kota terkait standar pelayanan publik untuk hal-hal yang minimal pun masih bermasalah.
"Bagi mereka yang tingkat kepatuhannya tinggi ada semacam insentif politiknya, seperti mau maju lagi dan mendekati pilkada. Umumnya mereka baru bergegas agar pelayanan publiknya makin bagus menjelang perhelatan politik," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018