Gianyar (Antaranews) - Objek Wisata alam Monkey Forest Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali mampu menghasilkan pendapatan mencapai Rp225 juta setiap harinya, karena ramainya kunjungan wisatawan sekitar 4.500 orang.

"Objek wisata yang dikelola Desa Adat (Pakraman) Padangtegal, Kecamatan Ubud, Gianyar itu setiap pelancong dikenakan retribusi Rp50.000," kata Bendesa Pakraman Padangtegal, I Made Gendra di Ubud, Senin.

Objek wisata alam yang dihuni ratusan ekor kera yang menjadi daya tarik pelancong itu cukup sukses dikelola pengurus desa adat setempat dan tidak harus ditangani oleh pihak swasta.

"Wisata alam Monkey Forest Ubud ini milik Desa Adat Padangtegal. Masyarakat mulai mengelola dan mengembangkan wisata alam ini sejak dekade 1970-an, namun dikelola dengan manajemen yang baik dan profesional sejak dekade 1980," ujar I Made Gendra.

Dulu, kedatangan turis masih di bawah 500 orang per hari, kemudian berkembang di atas 1.000 orang per hari, dan kini rata-rata 4.500 turis setiap harinya.

"Jika lagi musim sepi minimal 4.000 turis per hari. Jika lagi musim ramai maka jumlah turis yang datang bisa mencapai 6.000 orang setiap harinya," tambah dia.

Jika tiket masuk dijual Rp50.000 per orang dewasa, dan Rp40.000 per orang untuk anak-anak maka pendapatan wisata alam Monkey Forest itu bisa mencapai Rp225 juta per hari. "Dari 4.500 turis per hari, 70 persen atau 3.150 orang merupakan turis asing, dan 30 persen atau 1.350 orang turis domestik," tambah I Made Gendra.

"Monkey Forest Ubud merupakan salah satu unit usaha Desa Adat Padangtegal. Usaha lainnya adalah rumah kompos, pengelolaan iuran sampah untuk pelaku usaha pariwisata, pengelolaan sentral parkir di Ubud," katanya.

Tak heran, Desa Adat Padangtegal menerima penghargaan Kalpataru atas jasanya mengelola dan melestarikan hutan.

Dari pendapatan usaha Monkey Forest Ubud, Desa Pakraman Padangtegal mampu mengalokasikan dana sekitar Rp65 juta per bulan untuk menangani masalah sampah.

"Masyarakat tidak perlu membayar iuran sampah tapi mereka harus memisahkan sampah organik dan non organik. Jika tidak, maka petugas sampah tidak akan mengambil sampahnya sebagai hukuman. Mereka sudah digratiskan biaya iuran sampah tapi wajib memilah sampahnya," tambah Bendesa Padangtegal itu.

Desa Pekraman Padang Tegal Ubud juga memanfaatkan dana sebesar Rp1,5 miliar yang berasal dari keuntungan Monkey Forest untuk membangun rumah kompos.

"Rumah kompos ini memberikan edukasi pengelolaan kompos ke masyarakat, berupa tidak membuang, tidak menanam, dan tidak membakar sampah. Lantaran kegiatan ini, Desa Padang Tegal Ubud pada 2017 lalu meraih penghargaan desa terbaik pengelolaan sampah," kata Bendesa I Made Gendra. (ed)

Pewarta: Adi Lazuardi

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018