Denpasar (Antara Bali) - Pemuda dari berbagai kampus di Bali mengampanyekan gerakan "Stop Joged Jaruh" dengan serentak melakukan penandaan (flagging) dan pelaporan (reporting) secara "dalam jaringan" (online) terhadap tayangan kesenian Joged Bumbung yang tidak sesuai etika di YouTube.
"Dengan gerakan yang dilakukan generasi muda Bali ini, kami harapkan YouTube dapat tergerak hatinya menutup konten-konten Joged Bumbung yang tidak pantas," kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha, di kampus Stikom Bali, Denpasar, Kamis.
Tidak hanya berhenti sampai di sini, gerakan anak muda yang memprotes tayangan Joged yang seronok (Joged jaruh) di YouTube tersebut akan diperluas, bahkan hingga melibatkan pelajar.
Aksi yang dilakukan di kampus Stikom Bali, Denpasar, itu dihadiri 147 mahasiswa dari berbagai kampus di Pulau Dewata. Dalam aksi yang berlangsung sekitar satu jam itu, sekitar 4.500 tayangan Joged jaruh telah berhasil dilaporkan ke YouTube.
Menurut Dewa Beratha, maraknya tayangan tari Joged Bumbung yang tidak sesuai etika karena ada semacam pembiaran dari masyarakat Bali.
"Sesungguhnya nasib Bali kedepan itu ada di pundak generasi muda. Bali apa masih tetap mau jadi Pulau Dewata, Pulau Sorga, atau Bali mau hancur, tentu ini adalah tergantung bagaimana generasi muda sebagai pewaris dalam menyikapi," ujarnya.
Pihaknya meyakini sebagian besar masyarakat Bali masih menaruh keprihatinan terhadap kondisi Joged Bumbung dan ingin melakukan gerakan untuk membasmi Joged jaruh.
Sementara itu, Wakil Ketua Yayasan Widya Dharma Santhi, Marlowe Bandem menyayangkan maraknya tayangan Joged Bumbung yang ditampilkan secara tidak pantas dan melanggar kaidah-kaidah kesenian Bali.
"Apalagi dipentaskan di depan publik dengan melibatkan kelompok anak-anak, di bawah umur. Saya rasa gerakan ini akan jauh lebih efektif daripada kita hanya melakukan diskursus," ucap wakil ketua yayasan yang menaungi Stikom Bali itu.
Menurut Marlowe, gerakan yang dilakukan di Stikom Bali itu merupakan salah satu bentuk pendekatan budaya agar kesenian Bali tidak dilecehkan dan sama sekali tidak bermaksud untuk menghambat kreativitas seniman.
"Harus kita sadari, tidak semua kanal tayangan di YouTube itu bisa dihubungi secara langsung, dan banyak kanal yang menutup akses komentar. Aksi ini dilakukan bersama-sama, sekaligus untuk mengajak masyarakat Bali supaya lebih mawas diri melihat perkembangan kesenian Bali di masa depan," ujarnya.
Marlowe yang juga pemerhati budaya itupun mengingatkan jangan sampai masyarakat melakukan pembiaran yang mengakibatkan peliaran dan akhirnya yang rugi diri sendiri.
"Satu hal yang sering dilupakan, Joged Bumbung merupakan salah satu tari Bali yang tahun lalu dienskripsi UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Jangan sampai setelah ditetapkan sebagai milik masyarakat Bali, namun justru kita tidak merawat," katanya.
Dwi Ayu Mandili, salah satu mahasiswa ISI Denpasar yang mengikuti gerakan tersebut mengaku senang dapat turut membantu menjaga martabat kesenian Bali.
"Joged yang tidak pantas itu kalau dibiarkan terus dampaknya akan merusak dan menjatuhkan budaya Bali," ucapnya.
Aksi "flagging" dan "reporting" cukup mudah dilakukan karena mahasiswa setelah membuka sejumlah tayangan Joged Bumbung yang tidak pantas itu di YouTube, terus mengklik simbol tanda tidak suka, lalu memilih alasannya, dan selanjutnya tinggal mengklik kata kirim. Hal itu bisa dilakukan pula melalui "smartphone". (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Dengan gerakan yang dilakukan generasi muda Bali ini, kami harapkan YouTube dapat tergerak hatinya menutup konten-konten Joged Bumbung yang tidak pantas," kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha, di kampus Stikom Bali, Denpasar, Kamis.
Tidak hanya berhenti sampai di sini, gerakan anak muda yang memprotes tayangan Joged yang seronok (Joged jaruh) di YouTube tersebut akan diperluas, bahkan hingga melibatkan pelajar.
Aksi yang dilakukan di kampus Stikom Bali, Denpasar, itu dihadiri 147 mahasiswa dari berbagai kampus di Pulau Dewata. Dalam aksi yang berlangsung sekitar satu jam itu, sekitar 4.500 tayangan Joged jaruh telah berhasil dilaporkan ke YouTube.
Menurut Dewa Beratha, maraknya tayangan tari Joged Bumbung yang tidak sesuai etika karena ada semacam pembiaran dari masyarakat Bali.
"Sesungguhnya nasib Bali kedepan itu ada di pundak generasi muda. Bali apa masih tetap mau jadi Pulau Dewata, Pulau Sorga, atau Bali mau hancur, tentu ini adalah tergantung bagaimana generasi muda sebagai pewaris dalam menyikapi," ujarnya.
Pihaknya meyakini sebagian besar masyarakat Bali masih menaruh keprihatinan terhadap kondisi Joged Bumbung dan ingin melakukan gerakan untuk membasmi Joged jaruh.
Sementara itu, Wakil Ketua Yayasan Widya Dharma Santhi, Marlowe Bandem menyayangkan maraknya tayangan Joged Bumbung yang ditampilkan secara tidak pantas dan melanggar kaidah-kaidah kesenian Bali.
"Apalagi dipentaskan di depan publik dengan melibatkan kelompok anak-anak, di bawah umur. Saya rasa gerakan ini akan jauh lebih efektif daripada kita hanya melakukan diskursus," ucap wakil ketua yayasan yang menaungi Stikom Bali itu.
Menurut Marlowe, gerakan yang dilakukan di Stikom Bali itu merupakan salah satu bentuk pendekatan budaya agar kesenian Bali tidak dilecehkan dan sama sekali tidak bermaksud untuk menghambat kreativitas seniman.
"Harus kita sadari, tidak semua kanal tayangan di YouTube itu bisa dihubungi secara langsung, dan banyak kanal yang menutup akses komentar. Aksi ini dilakukan bersama-sama, sekaligus untuk mengajak masyarakat Bali supaya lebih mawas diri melihat perkembangan kesenian Bali di masa depan," ujarnya.
Marlowe yang juga pemerhati budaya itupun mengingatkan jangan sampai masyarakat melakukan pembiaran yang mengakibatkan peliaran dan akhirnya yang rugi diri sendiri.
"Satu hal yang sering dilupakan, Joged Bumbung merupakan salah satu tari Bali yang tahun lalu dienskripsi UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Jangan sampai setelah ditetapkan sebagai milik masyarakat Bali, namun justru kita tidak merawat," katanya.
Dwi Ayu Mandili, salah satu mahasiswa ISI Denpasar yang mengikuti gerakan tersebut mengaku senang dapat turut membantu menjaga martabat kesenian Bali.
"Joged yang tidak pantas itu kalau dibiarkan terus dampaknya akan merusak dan menjatuhkan budaya Bali," ucapnya.
Aksi "flagging" dan "reporting" cukup mudah dilakukan karena mahasiswa setelah membuka sejumlah tayangan Joged Bumbung yang tidak pantas itu di YouTube, terus mengklik simbol tanda tidak suka, lalu memilih alasannya, dan selanjutnya tinggal mengklik kata kirim. Hal itu bisa dilakukan pula melalui "smartphone". (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017