Denpasar (Antara Bali) - Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Bali mengusulkan agar ke depannya karcis retribusi pada sejumlah objek yang menjadi sasaran retribusi tidak menggunakan sistem manual.
"Pemungutan pada objek retribusi agar dengan komputerisasi, hal ini untuk mempermudah pengawasan dan transparansi, termasuk mencegah terjadinya kebocoran," kata anggota Fraksi PDIP DPRD Provinsi Bali I Nyoman Oka Antara saat membacakan pandangan fraksinya, di Denpasar, Selasa.
Fraksi terbesar di Dewan Bali itu meyakini jika tidak menggunakan tiket atau karcis manual, maka kebocoran dapat diminimalisasi sehingga pendapatan dari retribusi bisa meningkat.
"Kami juga mengingatkan bahwa tarif yang ditetapkan harus mempertimbangkan aspek kewajaran dan kelayakan dengan memperhatikan kondisi masyarakat saat ini," ujarnya pada sidang paripurna dengan agenda Pandangan Umum Fraksi terhadap Ranperda tentang Perubahan Kedua Perda No 3 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha itu.
Fraksi PDIP juga berpandangan perlu adanya penjelasan tentang rasionalisasi atau dasar-dasar penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi.
"Kajian penetapan struktur dan besarnya tarif menjadi sangat penting untuk dicermati guna menilai sejauhmana tarif itu tidak membebani masyarakat. Pemerintah sebagai regulator dan pelayan masyarakat, seharusnya lebih mengutamakan pelayanan daripada keuntungan semata," ucapnya.
Tarif yang dikenakan seharusnya berdasarkan atas biaya yang nyata-nyata dikeluarkan oleh pemerintah dalam memberikan pelayanan tersebut.
Di sisi lain, Oka Antara menambahkan, retribusi jasa usaha merupakan pendapatan daerah yang potensial di samping pajak daerah.
"Selain sebagai sumber PAD, juga merupakan alat bagi pemerintah untuk melakukan regulasi dan kebijakan dalam peningkatan kualitas pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat," ucapnya.
Retribusi sebagai alat regulasi, lanjut dia, karena merupakan salah satu alat yang dapat digunakan pemerintah untuk mendesain pola perilaku dan budaya masyarakat sesuai dengan tujuan besar pembangunan daerah yang ingin dicapai. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Pemungutan pada objek retribusi agar dengan komputerisasi, hal ini untuk mempermudah pengawasan dan transparansi, termasuk mencegah terjadinya kebocoran," kata anggota Fraksi PDIP DPRD Provinsi Bali I Nyoman Oka Antara saat membacakan pandangan fraksinya, di Denpasar, Selasa.
Fraksi terbesar di Dewan Bali itu meyakini jika tidak menggunakan tiket atau karcis manual, maka kebocoran dapat diminimalisasi sehingga pendapatan dari retribusi bisa meningkat.
"Kami juga mengingatkan bahwa tarif yang ditetapkan harus mempertimbangkan aspek kewajaran dan kelayakan dengan memperhatikan kondisi masyarakat saat ini," ujarnya pada sidang paripurna dengan agenda Pandangan Umum Fraksi terhadap Ranperda tentang Perubahan Kedua Perda No 3 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha itu.
Fraksi PDIP juga berpandangan perlu adanya penjelasan tentang rasionalisasi atau dasar-dasar penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi.
"Kajian penetapan struktur dan besarnya tarif menjadi sangat penting untuk dicermati guna menilai sejauhmana tarif itu tidak membebani masyarakat. Pemerintah sebagai regulator dan pelayan masyarakat, seharusnya lebih mengutamakan pelayanan daripada keuntungan semata," ucapnya.
Tarif yang dikenakan seharusnya berdasarkan atas biaya yang nyata-nyata dikeluarkan oleh pemerintah dalam memberikan pelayanan tersebut.
Di sisi lain, Oka Antara menambahkan, retribusi jasa usaha merupakan pendapatan daerah yang potensial di samping pajak daerah.
"Selain sebagai sumber PAD, juga merupakan alat bagi pemerintah untuk melakukan regulasi dan kebijakan dalam peningkatan kualitas pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat," ucapnya.
Retribusi sebagai alat regulasi, lanjut dia, karena merupakan salah satu alat yang dapat digunakan pemerintah untuk mendesain pola perilaku dan budaya masyarakat sesuai dengan tujuan besar pembangunan daerah yang ingin dicapai. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017