Banjarnegara (Antara Bali) - "Dieng Culture Festival 2011" berpotensi menjadi ajang wisata internasional, kata Direktur Pemberdayaan Masyarakat Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Bakri.
"Kegiatan ini bisa menjadi agenda wisata nasional dan berpotensi menjadi ajang wisata internasional. Namun demikian, pelaksanaannya masih perlu ditata lebih bagus lagi," katanya di Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu.
Oleh karena itu, menurut dia di sela-sela ruwatan anak berambut gimbal yang merupakan rangkaian kegiatan DCF 2011 di Kompleks Candi Arjuna Dataran Tinggi Dieng, Kemenbudpar berencana menyediakan alokasi anggaran untuk mendukung kegiatan tersebut.
"Selain itu, kegiatan DCF 2011 itu juga merupakan momentum kebangkitan pariwisata Dataran Tinggi Dieng pascapenurunan kunjungan akibat peningkatan aktivitas Kawah Timbang, Gunung Dieng," katanya.
Pelaksanaan ruwatan diikuti tujuh anak berambut gimbal (gembel, red.) yang berasal dari Dataran Tinggi Dieng yang masuk wilayah Kabupaten Wonosobo.
Ruwatan massal ini diawali dengan kirab budaya yang diberangkatkan dari halaman rumah pemangku adat masyarakat Dieng, Mbah Naryono (61), di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara.
Kirab budaya ini ditujukan untuk mengiringi keberangkatan anak-anak berambut gimbal sebelum menjalani ruwatan di pelataran Candi Arjuna.
Dalam iring-iringan terdapat pasukan pembawa sesaji, antara lain berupa tumpeng tujuh warna, jajan pasar, buah-buahan, dan "ingkung" ayam (sejenis ayam panggang tetapi direbus, red.) termasuk sejumlah ternak dan barang-barang yang diminta anak-anak berambut gimbal ini.
Sesampainya di depan Pendopo Soeharto Whitlam, perjalanan iring-iringan tersebut berpencar menjadi dua, pasukan pembawa sesaji langsung menuju pelataran Candi Arjuna, sedangkan ketujuh anak berambut gimbal yang biasa disebut sebagai "calon pengantin" ini dibawa orang tuanya menuju Sendang Maerakaca di Kompleks Sendang Sedayu untuk mengikuti prosesi "siram jamas" atau pemandian.
Anak-anak berambut gimbal yang mengenakan ikat kepala putih ini dimandikan oleh Mbah Naryono secara bergantian.
Usai dimandikan, mereka segera dibawa menuju pelataran Candi Arjuna untuk mengikuti prosesi pemotongan rambut gimbal yang juga dipimpin oleh Mbah Naryono.
Kendati demikian, pemotongan rambut gimbal tersebut tidak dilakukan Mbah Naryono melainkan oleh para pejabat Kabupaten Banjarnegara.
Selama prosesi pemotongan tersebut berlangsung, Mbah Naryono tampak duduk bersila sembari membaca mantra di depan anak-anak berambut gimbal yang menunggu giliran pemotongan rambut.
Usai prosesi ruwatan, potongan rambut gembel tersebut selanjutnya akan dilarung ke Kali Tulis dan Telaga Warna yang bermuara di laut selatan Jawa Tengah.
Ketua Kelompok Sadar Wisata "Dieng Pandawa" Desa Dieng Kulon, Alif Faozi mengatakan, ruwatan anak berambut gimbal ini merupakan bagian dari kegiatan DCF 2011 yang diselenggarakan pada 1-3 Juli 2011.
"Ruwatan ini diikuti tujuh anak berambut gimbal meskipun di Dataran Tinggi Dieng banyak terdapat anak-anak berambut gimbal yang belum menjalani ruwatan," katanya.
Menurut dia, hal ini disebabkan pelaksanaan ruwatan tergantung dari keinginan si anak berambut gimbal tersebut.
Dalam hal ini, kata dia, anak-anak berambut gimbal tersebut sering kali mengajukan permintaah yang aneh-aneh sebelum diruwat sehingga kadang kala orang tuanya kesulitan untuk memenuhinya.
"Keinginan anak-anak yang mengikuti ruwatan kali ini dipenuhi panitia," katanya.
Menurut dia, permintaan anak-anak berambut gimbal ini diyakini sebagai keinginan makhluk gaib yang mendampinginya.
Ia mencontohkan, peserta ruwatan bernama Fajar yang berusia tiga tahun empat bulan minta seekor "wedhus brengos" (kambing berjenggot, red.), sepasang ayam, dua ekor marmut, dan tempe "kemul" (sejenis mendoan, red.) sebanyak 100 buah.
"Kami berupaya membantu para orang tua yang kesulitan memenuhi keinginan anak-anak berambut gimbal yang hendak diruwat," katanya.
Secara terpisah, Mbah Naryono mengatakan, ruwatan ini ditujukan untuk memohon keselamatan bagi anak-anak berambut gimbal yang diyakini sebagai anak bajang titipan Ratu Kidul (Ratu Laut Selatan).
"Konon anak berambut gembel yang berjenis kelamin laki-laki merupakan titisan Eyang Agung Kala Dete, sedangkan yang perempuan titisan Nini Ronce Kala Prenye. Mereka diyakini sebagai titipan anak bajang dari Ratu Samudera Kidul," katanya.
Menurut dia, anak-anak tersebut diyakini tidak akan berambut gembel lagi setelah menjalani ruwatan. "Saya dulunya juga berambut gembel," ujarnya.
Kendati demikian, ia mengatakan, orang tua tidak bisa sembarangan meruwat anaknya yang berambut gembel karena hal itu harus atas permintaan dari sang anak.
Selain itu, kata dia, permintaan sang anak berambut gembel juga harus dituruti oleh orang tuanya.
Guru SMA Swasta Jembrana Keluhkan Pencairan Beasiswa
Negara (Antara Bali) - Pengelola sekolah dan guru SMA swasta di Kabupaten Jembrana, Bali, mengeluhkan belum cairnya beasiswa bagi murid-murid mereka dalam enam bulan terakhir yang biasanya disalurkan langsung guna menunjang operasional sekolah.
Salah seorang kepala SMA swasta di Jembrana kepada ANTARA mengatakan, pencairan dana beasiswa itu sangat membantu operasional sekolah, termasuk menunjang kesejahteraan guru dan staf sekolah.
"Karena sudah enam bulan ini beasiswa tersebut belum juga cair, kami harus pontang-panting agar bisa memberikan tambahan honorarium bagi guru dan staf," kata kepala sekolah ini.
Akibatnya, guru dan staf sekolah tidak bisa menerima honorarium sebesar bulan-bulan sebelumnya yang juga ditunjang dari dana alokasi beasiswa.
"Kami hanya bisa memberikan seadanya, sekadar untuk biaya ganti bensin ke sekolah," keluh kepala sekolah yang tidak mau disebutkan namanya ini.
Ia mengaku, pihaknya sudah menyerahkan data-data murid penerima beasiswa dengan harapan dananya bisa segera dicairkan.
Masing-masing siswa SMA swasta di Kabupaten Jembrana, mendapat alokasi bantuan yang disebut beasiswa sebesar Rp50 ribu per orang per bulan.
"Tapi sampai sekarang belum juga ada realisasinya. Saya dengar sekolah-sekolah swasta lainnya juga sudah menyerahkan data beasiswa namun belum juga dapat kucuran dana beasiswa. Kalau seperti ini kasihan guru-guru kita," katanya.
Kepala sekolah ini berharap Dinas Dikporaparbud Jembrana memperhatikan kebutuhan sekolah-sekolah swasta, sehingga proses pendidikan berjalan lancar.
"Kalau kualitas sekolah swasta ingin sama dengan sekolah negeri, tentu kebutuhan gurunya juga harus diperhatikan. Bagaimana para guru akan semangat mengajar kalau kesejahteraannya yang berasal dari beasiswa itu selalu terlambat dibayarkan," tegasnya.
Sementara salah seorang guru swasta mengaku, dirinya sangat merasakan imbas dari belum cairnya beasiwa tersebut.
"Jumlah honorarium kami sangat kecil dibandingkan guru PNS, pembayarannya terlambat pula," katanya.
Ia sendiri tidak mengerti kenapa dinas terkait di Pemkab Jembrana sangat lambat dalam pengurusan pencairan beasiswa itu.
"Kalau telat sebulan dua bulan itu masih wajar, masa ini sudah enam bulan tidak juga ada kejelasan," ujarnya.
Kepala Dinas Dikporaparbud Jembrana Nengah Alit ketika dikonfirmasi mengatakan, untuk pencairan dana itu pihaknya terkendala peraturan bupati (perbup) yang baru turun pada bulan mei lalu.
"Selain itu kami juga masih memverifikasi data-data dari sekolah-sekolah penerima beasiswa agar benar-benar valid," kata Alit.
Alit berharap, pada pekan kedua Juli ini dana beasiswa itu sudah bisa dicairkan ke masing-masing sekolah.
"Saat ini saya masih menunggu tanda tangan dari Pak Bupati untuk pencairan dana beasiswa tersebut," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Kegiatan ini bisa menjadi agenda wisata nasional dan berpotensi menjadi ajang wisata internasional. Namun demikian, pelaksanaannya masih perlu ditata lebih bagus lagi," katanya di Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu.
Oleh karena itu, menurut dia di sela-sela ruwatan anak berambut gimbal yang merupakan rangkaian kegiatan DCF 2011 di Kompleks Candi Arjuna Dataran Tinggi Dieng, Kemenbudpar berencana menyediakan alokasi anggaran untuk mendukung kegiatan tersebut.
"Selain itu, kegiatan DCF 2011 itu juga merupakan momentum kebangkitan pariwisata Dataran Tinggi Dieng pascapenurunan kunjungan akibat peningkatan aktivitas Kawah Timbang, Gunung Dieng," katanya.
Pelaksanaan ruwatan diikuti tujuh anak berambut gimbal (gembel, red.) yang berasal dari Dataran Tinggi Dieng yang masuk wilayah Kabupaten Wonosobo.
Ruwatan massal ini diawali dengan kirab budaya yang diberangkatkan dari halaman rumah pemangku adat masyarakat Dieng, Mbah Naryono (61), di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara.
Kirab budaya ini ditujukan untuk mengiringi keberangkatan anak-anak berambut gimbal sebelum menjalani ruwatan di pelataran Candi Arjuna.
Dalam iring-iringan terdapat pasukan pembawa sesaji, antara lain berupa tumpeng tujuh warna, jajan pasar, buah-buahan, dan "ingkung" ayam (sejenis ayam panggang tetapi direbus, red.) termasuk sejumlah ternak dan barang-barang yang diminta anak-anak berambut gimbal ini.
Sesampainya di depan Pendopo Soeharto Whitlam, perjalanan iring-iringan tersebut berpencar menjadi dua, pasukan pembawa sesaji langsung menuju pelataran Candi Arjuna, sedangkan ketujuh anak berambut gimbal yang biasa disebut sebagai "calon pengantin" ini dibawa orang tuanya menuju Sendang Maerakaca di Kompleks Sendang Sedayu untuk mengikuti prosesi "siram jamas" atau pemandian.
Anak-anak berambut gimbal yang mengenakan ikat kepala putih ini dimandikan oleh Mbah Naryono secara bergantian.
Usai dimandikan, mereka segera dibawa menuju pelataran Candi Arjuna untuk mengikuti prosesi pemotongan rambut gimbal yang juga dipimpin oleh Mbah Naryono.
Kendati demikian, pemotongan rambut gimbal tersebut tidak dilakukan Mbah Naryono melainkan oleh para pejabat Kabupaten Banjarnegara.
Selama prosesi pemotongan tersebut berlangsung, Mbah Naryono tampak duduk bersila sembari membaca mantra di depan anak-anak berambut gimbal yang menunggu giliran pemotongan rambut.
Usai prosesi ruwatan, potongan rambut gembel tersebut selanjutnya akan dilarung ke Kali Tulis dan Telaga Warna yang bermuara di laut selatan Jawa Tengah.
Ketua Kelompok Sadar Wisata "Dieng Pandawa" Desa Dieng Kulon, Alif Faozi mengatakan, ruwatan anak berambut gimbal ini merupakan bagian dari kegiatan DCF 2011 yang diselenggarakan pada 1-3 Juli 2011.
"Ruwatan ini diikuti tujuh anak berambut gimbal meskipun di Dataran Tinggi Dieng banyak terdapat anak-anak berambut gimbal yang belum menjalani ruwatan," katanya.
Menurut dia, hal ini disebabkan pelaksanaan ruwatan tergantung dari keinginan si anak berambut gimbal tersebut.
Dalam hal ini, kata dia, anak-anak berambut gimbal tersebut sering kali mengajukan permintaah yang aneh-aneh sebelum diruwat sehingga kadang kala orang tuanya kesulitan untuk memenuhinya.
"Keinginan anak-anak yang mengikuti ruwatan kali ini dipenuhi panitia," katanya.
Menurut dia, permintaan anak-anak berambut gimbal ini diyakini sebagai keinginan makhluk gaib yang mendampinginya.
Ia mencontohkan, peserta ruwatan bernama Fajar yang berusia tiga tahun empat bulan minta seekor "wedhus brengos" (kambing berjenggot, red.), sepasang ayam, dua ekor marmut, dan tempe "kemul" (sejenis mendoan, red.) sebanyak 100 buah.
"Kami berupaya membantu para orang tua yang kesulitan memenuhi keinginan anak-anak berambut gimbal yang hendak diruwat," katanya.
Secara terpisah, Mbah Naryono mengatakan, ruwatan ini ditujukan untuk memohon keselamatan bagi anak-anak berambut gimbal yang diyakini sebagai anak bajang titipan Ratu Kidul (Ratu Laut Selatan).
"Konon anak berambut gembel yang berjenis kelamin laki-laki merupakan titisan Eyang Agung Kala Dete, sedangkan yang perempuan titisan Nini Ronce Kala Prenye. Mereka diyakini sebagai titipan anak bajang dari Ratu Samudera Kidul," katanya.
Menurut dia, anak-anak tersebut diyakini tidak akan berambut gembel lagi setelah menjalani ruwatan. "Saya dulunya juga berambut gembel," ujarnya.
Kendati demikian, ia mengatakan, orang tua tidak bisa sembarangan meruwat anaknya yang berambut gembel karena hal itu harus atas permintaan dari sang anak.
Selain itu, kata dia, permintaan sang anak berambut gembel juga harus dituruti oleh orang tuanya.
Guru SMA Swasta Jembrana Keluhkan Pencairan Beasiswa
Negara (Antara Bali) - Pengelola sekolah dan guru SMA swasta di Kabupaten Jembrana, Bali, mengeluhkan belum cairnya beasiswa bagi murid-murid mereka dalam enam bulan terakhir yang biasanya disalurkan langsung guna menunjang operasional sekolah.
Salah seorang kepala SMA swasta di Jembrana kepada ANTARA mengatakan, pencairan dana beasiswa itu sangat membantu operasional sekolah, termasuk menunjang kesejahteraan guru dan staf sekolah.
"Karena sudah enam bulan ini beasiswa tersebut belum juga cair, kami harus pontang-panting agar bisa memberikan tambahan honorarium bagi guru dan staf," kata kepala sekolah ini.
Akibatnya, guru dan staf sekolah tidak bisa menerima honorarium sebesar bulan-bulan sebelumnya yang juga ditunjang dari dana alokasi beasiswa.
"Kami hanya bisa memberikan seadanya, sekadar untuk biaya ganti bensin ke sekolah," keluh kepala sekolah yang tidak mau disebutkan namanya ini.
Ia mengaku, pihaknya sudah menyerahkan data-data murid penerima beasiswa dengan harapan dananya bisa segera dicairkan.
Masing-masing siswa SMA swasta di Kabupaten Jembrana, mendapat alokasi bantuan yang disebut beasiswa sebesar Rp50 ribu per orang per bulan.
"Tapi sampai sekarang belum juga ada realisasinya. Saya dengar sekolah-sekolah swasta lainnya juga sudah menyerahkan data beasiswa namun belum juga dapat kucuran dana beasiswa. Kalau seperti ini kasihan guru-guru kita," katanya.
Kepala sekolah ini berharap Dinas Dikporaparbud Jembrana memperhatikan kebutuhan sekolah-sekolah swasta, sehingga proses pendidikan berjalan lancar.
"Kalau kualitas sekolah swasta ingin sama dengan sekolah negeri, tentu kebutuhan gurunya juga harus diperhatikan. Bagaimana para guru akan semangat mengajar kalau kesejahteraannya yang berasal dari beasiswa itu selalu terlambat dibayarkan," tegasnya.
Sementara salah seorang guru swasta mengaku, dirinya sangat merasakan imbas dari belum cairnya beasiwa tersebut.
"Jumlah honorarium kami sangat kecil dibandingkan guru PNS, pembayarannya terlambat pula," katanya.
Ia sendiri tidak mengerti kenapa dinas terkait di Pemkab Jembrana sangat lambat dalam pengurusan pencairan beasiswa itu.
"Kalau telat sebulan dua bulan itu masih wajar, masa ini sudah enam bulan tidak juga ada kejelasan," ujarnya.
Kepala Dinas Dikporaparbud Jembrana Nengah Alit ketika dikonfirmasi mengatakan, untuk pencairan dana itu pihaknya terkendala peraturan bupati (perbup) yang baru turun pada bulan mei lalu.
"Selain itu kami juga masih memverifikasi data-data dari sekolah-sekolah penerima beasiswa agar benar-benar valid," kata Alit.
Alit berharap, pada pekan kedua Juli ini dana beasiswa itu sudah bisa dicairkan ke masing-masing sekolah.
"Saat ini saya masih menunggu tanda tangan dari Pak Bupati untuk pencairan dana beasiswa tersebut," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011