Denpasar (Antara Bali) - Kesenian Sakral Baris Memedi dari Desa Puluk-Puluk, Kecamatan Penebel yang merupakan duta seni Kabupaten Tabanan dipentaskan di Taman Budaya Denpasar pada Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-33, Sabtu.
Koordinator Kesenian Sakral Baris Memedi, Nyoman Arjana Adiputra M.Ag mengatakan, kesenian ini pementasannya sangat jarang dan ditempat tertentu karena itu disebut kesenian sakral yang dipercaya oleh warga masyarakat Desa Puluk-Puluk, Tabanan.
"Kesenian ini kami sakralkan. Maka dari itu sebelum pementasan di ajang PKB kami mengadakan ritual keagamaan untuk memohon petunjuk dari Tuhan agar bisa dipertaskan pada kegiatan ini," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya harus mendapat restu dari Tuhan, jika tidak ada izin untuk dipentaskan kesenian Baris Memedi ini pihaknya tidak berani coba-coba mementaskan.
"syukurlah pada saat kami memohon restu itu ada 'pawisik' gaib yang memperkenankan untuk mementaskan keseniaan baris tersebut," ucap alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini.
Dikatakan, penari ini juga tidak boleh sembarang orang, harus melalui ritual keagamaan dengan "matur piuning" atau sembahyang ke Pura Prajapati dan Pura Dalem setempat.
"Semua ritual keagamaan untuk kesenian Baris Memedi ini sudah kami lakukan sejak dua bulan lalu. Mulai sejak itu pula baru kami berani latihan untuk menari dan menabuh gambelan untuk persiapan pentas kali ini," ucap pria yang juga seniman serba bisa ini.
Menurutnya, dalam pagelaran kali ini didukung sembilan penari dan 32 orang penabuh gamelan gong.
"Penari ini pun tidak boleh lebih dan kurang dari sembilan orang, karena kesenian sakral ini melambangkan sembilan dewa penjuru angin," kata Arjana yang kini sedang menempuh program S3 di Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar itu.
Ia menjelaskan, kesakralan dari Baris Memedi dibanding dengan tari baris lain pada umumnya adalah segi kostum, yaitu rambut penari mengunakan akar pohon canging dan busananya juga terbuat dari daun "kraras" (daun pisang tua).
"Kostum penari ini kami sudah warisi secara turun-temurun. Walaupun busana sekarang mungkin lebih bagus coraknya. Namun kami tidak berani menggantinya, takut kami kena kutukan para dewa," ujarnya.
Kesenian Baris Memedi ini, kata dia, biasanya dipentaskan khusus pada upacara "ngaben" yang berskala tingkat tinggi di desa setempat.
"Ini dipentaskan ketika ada upacara 'ngaben" yang berskala tinggi dan yang diaben atau orang yang meninggal dunia harus sudah memiliki keturuan hingga cucu dan cicit. Dan biasanya dipentaskan menjelang pembakaran jenazah tersebut," kata Arjana menjelaskan.
Pementasan kesenian Baris Memedi yang langka ini di Kalangan Angsoka komplek Taman Budaya mendapat sambutan penonton luar biasa, baik warga masyarakat maupun wisatawan yang kebetulan berkunjung ke PKB.
"Ini tontonan yang langka tak boleh di sia-siakan begitu saja. Tariannya terkesan magis sekali," ucap Susyliani seorang wisatawan asal Jakarta.
PKB adalah kegiatan pentas seni dan budaya yang digelar secara rutin selama sebulan setiap tahunnya itu akan berakhir pada 9 Juli 2011.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
Koordinator Kesenian Sakral Baris Memedi, Nyoman Arjana Adiputra M.Ag mengatakan, kesenian ini pementasannya sangat jarang dan ditempat tertentu karena itu disebut kesenian sakral yang dipercaya oleh warga masyarakat Desa Puluk-Puluk, Tabanan.
"Kesenian ini kami sakralkan. Maka dari itu sebelum pementasan di ajang PKB kami mengadakan ritual keagamaan untuk memohon petunjuk dari Tuhan agar bisa dipertaskan pada kegiatan ini," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya harus mendapat restu dari Tuhan, jika tidak ada izin untuk dipentaskan kesenian Baris Memedi ini pihaknya tidak berani coba-coba mementaskan.
"syukurlah pada saat kami memohon restu itu ada 'pawisik' gaib yang memperkenankan untuk mementaskan keseniaan baris tersebut," ucap alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini.
Dikatakan, penari ini juga tidak boleh sembarang orang, harus melalui ritual keagamaan dengan "matur piuning" atau sembahyang ke Pura Prajapati dan Pura Dalem setempat.
"Semua ritual keagamaan untuk kesenian Baris Memedi ini sudah kami lakukan sejak dua bulan lalu. Mulai sejak itu pula baru kami berani latihan untuk menari dan menabuh gambelan untuk persiapan pentas kali ini," ucap pria yang juga seniman serba bisa ini.
Menurutnya, dalam pagelaran kali ini didukung sembilan penari dan 32 orang penabuh gamelan gong.
"Penari ini pun tidak boleh lebih dan kurang dari sembilan orang, karena kesenian sakral ini melambangkan sembilan dewa penjuru angin," kata Arjana yang kini sedang menempuh program S3 di Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar itu.
Ia menjelaskan, kesakralan dari Baris Memedi dibanding dengan tari baris lain pada umumnya adalah segi kostum, yaitu rambut penari mengunakan akar pohon canging dan busananya juga terbuat dari daun "kraras" (daun pisang tua).
"Kostum penari ini kami sudah warisi secara turun-temurun. Walaupun busana sekarang mungkin lebih bagus coraknya. Namun kami tidak berani menggantinya, takut kami kena kutukan para dewa," ujarnya.
Kesenian Baris Memedi ini, kata dia, biasanya dipentaskan khusus pada upacara "ngaben" yang berskala tingkat tinggi di desa setempat.
"Ini dipentaskan ketika ada upacara 'ngaben" yang berskala tinggi dan yang diaben atau orang yang meninggal dunia harus sudah memiliki keturuan hingga cucu dan cicit. Dan biasanya dipentaskan menjelang pembakaran jenazah tersebut," kata Arjana menjelaskan.
Pementasan kesenian Baris Memedi yang langka ini di Kalangan Angsoka komplek Taman Budaya mendapat sambutan penonton luar biasa, baik warga masyarakat maupun wisatawan yang kebetulan berkunjung ke PKB.
"Ini tontonan yang langka tak boleh di sia-siakan begitu saja. Tariannya terkesan magis sekali," ucap Susyliani seorang wisatawan asal Jakarta.
PKB adalah kegiatan pentas seni dan budaya yang digelar secara rutin selama sebulan setiap tahunnya itu akan berakhir pada 9 Juli 2011.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011