Denpasar (Antara Bali) - Ratusan nasabah korban aksi penipuan PT Bali Consultan Life Insurance (Balicon), Selasa kembali mendatangi gedung Pengadilan Negeri Denpasar dengan membawa keranda jenazah.

Mereka hadir di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar sebagai wujud protes sekaligus menyaksikan sidang kasus PT Balicon yang menggiring terdakwa I Made Paris Adnyana, komisaris utama di PT tersebut.

Ratusan nasabah tersebut sudah sejak cukup lama menanti digelarnya sidang untuk terdakwa Paris yang sempat tertunda-tunda lantaran yang bersangkutan mengaku kurang sehat.

Sidang siang itu dilakukan dengan penyampaian pledoi atau nota pembelaan dari terdakwa Paris dan tim penasehat hukumnya atas tuntutan jaksa 12 tahun penjara.

Sebelum sidang berlangsung, para nasabah sempat melakukan orasi dengan menggotong keranda jenazah yang ditutup kain putih dan bertuliskan "18 orang meninggal, sekarang giliranmu, nyawamu kami jemput untuk melengkapi upacara ngaben. Nyawa dibayar nyawa".

"Hukum pancung saja si Paris," teriak salah seorang nasabah di tengah kerumunan teman-temannya.

Bahkan seusai sidang, para nasabah tersebut sempat berusaha mengejar dan memukul Paris. Namun aksi massa tersebut gagal karena polisi yang sudah sejak awal menjaga persidangan, berhasil mengamankan terdakwa dari amuk massa.

Sementara itu, dalam sidang agenda pembelaan yang dijaga ketat oleh aparat keamanan tersebut, penasehat hukum Paris, Nengah Kastawan menyatakan bahwa perbuatan Paris memang telah memenuhi semua unsur dalam pasal 21 ayat 1 jo pasal 9 Undang Undang No.2 tahun 1992 tentang Perasuransian.

"Sejak berdiri pada Maret 2009, Balicon sudah berbadan hukum dan berbentuk perseroan terbatas (PT) Balicon, dan sudah mengajukan izin ke pemkab, tapi tidak pernah ditanggapi. Dan sudah mengurus pengajuan izin kepada Menteri Keuangan pada bulan Agustus 2010, tapi sebelum pengajuan masuk, sudah lebih dulu terjerat kasus," papar Kastawan di hadapan majelis hakim Jhon Tony Hutauruk dan Jaksa M Darwis.

Kastawan menyebutkan, "Rekening Balicon saat ini kosong karena setiap cabang Balicon membuka rekening sendiri-sendiri. Balicon pusat di Negara, Jembrana sendiri memiliki dua rekening, yakni rekening BRI Cabang Negara dan BNI Cabang Negara,".

Menurut Kastawan, tuntutan hukuman 12 tahun penjara bagi terdakwa Paris merupakan hukuman yang berat, sehingga dinilai akan mempersempit waktu untuk mempertanggungjawabkan perbuatan terdakwa.

"Untuk itu, kami meminta kepada majelis hakim yang menangani perkara ini menjatuhkan pidana sesuai dengan kadar kesalahannya, atau menjatuhkan hukuman lain dengan seadil-adilnya," ujar Kastawan.

Sedangkan terdakwa Paris sendiri di hadapan majelis hakim mengatakan, perbuatan yang dilakukannya tidak memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam pasal 21 ayat 1 jo pasal 9 Undang Undang (UU) No.2 tahun 1992 tentang Perasuransian sebagaimana dakwaan jaksa.

"Yang menjalankan usaha adalah PT Balicon, bukan diri saya sendiri. Semua penyimpangan hukum yang bertanggung jawab adalah direksi. Sehingga, unsur barang siapa dan unsur menjalankan yang diatur dalam pasal tersebut tidak terpenuhi," kata Paris.

Seusai sidang pembelaan, hakim pun memutuskan untuk melanjutkan sidang dengan agenda putusan pada Selasa mendatang (28/6).

Sebelumnya, Polda Bali telah membongkar praktik investasi ilegal berkedok asuransi PT Balicon yang telah memiliki sekitar 21 ribu lebih nasabah di seluruh Bali dan sejumlah wilayah di Jawa Timur.

Perusahaan asuransi ini menjanjikan keuntungan kepada nasabah sebesar lima persen dari modal yang ditanamkan setiap bulannya.

Praktik ilegal PT Balicon itu akhirnya tercium oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan dilaporkan ke Polda Bali tanggal 17 Agustus 2010. Polda Bali kemudian menahan pemilik sekaligus komisaris utama PT Balicon Made Paris Adnyana.

Paris dinilai melanggar pasal 21 jo pasal 9 Undang Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Perasuransian dengan ancaman hukumannya 15 tahun penjara.

Namun sejak operasionalnya dihentikan oleh Polda Bali pada September 2010, PT Balicon akhirnya tidak mampu membayar keuntungan per bulan dari setiap nasabah dan menunggak hingga sekitar Rp460 miliar.

Dalam praktiknya, perusahaan investasi berkedok asuransi ini hanya mengandalkan perputaran uang dari nasabah baru dan tidak diinvestasikan pada usaha lain, sehingga saat tidak memiliki nasabah baru, maka perputaran uang otomatis berhenti.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011