Denpasar (Antara Bali) - Keterpaduan dan kebersamaan instansi terkait dan masyarakat Bali mewarnai penanganan pengungsi lereng Gunung Agung yang status aktivitas vulkaniknya ditingkatkan dari Siaga menjadi Awas, sejak 22 September 2017.
Meskipun jumlah pengungsi terus meningkat dan hingga kini tercatat 134.229 orang tersebar di 430 titik di delapan kabupaten dan satu kota di Bali, masih ada belasan warga di daerah rawan bencana yang radiusnya kurang dari 12 kilometer tetap bertahan.
Sejumlah warga Desa Tianyar yang masuk daerah rawan bencana, enggan mengungsi dengan alasan ternak piaraannya berupa sapi tidak ada yang merawat dan mengawasinya, seperti yang disampaikan salah seorang warga setempat, Jero Mangku Puseh.
Oleh sebab itu, ia bersama puluhan warga lainnya memilih tetap bertahan, sementara anggota keluarga sudah mengungsi ke Desa Les dan tempat penampungan sementara lainnya di Kabupaten Buleleng.
Untuk itu, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) bekerja sama dengan jajarannya di Bali mengambil langkah-langkah penanganan evakuasi ternak sapi di lereng Gunung Agung dalam radius yang berbahaya.
"Kami sudah menginstruksikan kepada Satgas Peternakan dan Kesehatan Hewan melakukan evakuasi ternak sapi di radius kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Agung secepatnya," tutur Dirjen PKH Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sejak Jumat (22/9) telah meningkatkan status aktivitas vulkanik Gunung Agung dari Siaga (level III) menjadi Awas (level IV).
Dengan demikian wilayah steril yang semula radius enam kilometer dari puncak gunung itu diperluas menjadi sembilan kilometer, serta ditambah perluasan wilayah sektoral yang semula 7,5 kilometer menjadi 12 kilometer ke arah utara, timur laut, tenggara dan selatan-barat daya.
Dalam kawasan yang berbahaya dalam radius 12 kilometer dari Gunung Agung harus dikosongkan, termasuk ternak piaraan masyarakat, sebagai upaya menghindari kerugian dihadapi peternak, seandainya terjadi erupsi.
Evakuasi ternak yang dilakukan sejak Kamis (28/9) dengan target memindahkan 20.000 ekor sapi ke tempat pengungsian sementara yang aman pada hari pertama itu baru terealisasi 2.443 ekor tersebar di 30 titik.
Upaya pemindahan ternak atas persetujuan pemiliknya itu disertai dengan administrasi yang tertib. Pemiliknya juga ikut mengungsi di sekitarnya sehingga dapat merawat dan mengawasi hewan piaraannya.
Bantu pakan
Dirjen Ketut Diarmita menjelaskan evakuasi ternak yang dilakukan hingga tuntas ke tujuh kabupaten dan satu kota di Bali yang aman dari erupsi Gunung Agung juga disertai dengan pemberian pakan ternak.
Pembentukan Posko Siaga Peternakan dan Kesehatan Hewan juga memberikan bantuan berupa lima ton pakan konsentrat, 10.000 dosis obat-obatan, satu truk untuk evakuasi ternak, pembangunan kandang, atap, dan kelengkapannya untuk identifikasi ternak.
Selain itu, pihaknya memfasilitasi bantuan dari berbagai pihak yang telah diterima dan disalurkan berupa pakan konsentrat 55 ton dan pinjaman sembilan truk untuk evakuasi ternak.
Demikian pula pakan hijauan (rumput) tiga ton, perlengkapan pembuatan kandang seperti bambu, terpal, tali dan lainnya.
Pihaknya juga membuat surat edaran ke seluruh kabupaten/kota untuk membuat stok pakan sebanyak-banyaknya sebagai antisipasi saat terjadi letusan dan hujan abu vulkanik yang membuat rumput tidak dapat dimanfaatkan.
Guna mendukung semua kelancaran langkah itu, Posko Siaga Peternakan dan Kesehatan Hewan menyediakan layanan telepon atau hotline nomor 081238632084 untuk informasi penanganan evakuasi ternak dan kesehatan hewan yang bisa diakses selama 24 jam.
Pemerintah juga mempunyai regulasi untuk menangani ternak dalam keadaan bencana yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, sehingga semua tindakan evakuasi ternak yang dilakukan ini mengacu pada regulasi tersebut.
Kebutuhan untuk memenuhi penanganan evakuasi dan pengamanan ternak di tempat penampungan sementara dinilai cukup besar sehingga perlu dukungan dan peran serta semua pihak, khususnya pelaku industri bidang peternakan.
Bantuan dan peran serta itu sebagai hal yang diharapkan, khususnya dalam mengatasi pakan ternak dan truk untuk mengevakuasi ternak yang masih cukup banyak jumlahnya di lokasi bencana.
Dalam melakukan evakuasi ternak sapi tersebut, menurut I Ketut Diarmita, masih menghadapi hambatan, yakni kurangnya armada untuk memindahkan ternak ke tempat pengungsian sementara yang aman.
Untuk itu, diperlukan sedikitnya lagi 20 unit truk guna menindahkan 20.000 ekor sapi tersebut.
Selain itu, kebutuhan pakan konsentrat bagi sapi di tempat pengungsian tersebut dalam sebulannya diperkirakan 1.200 ton, namun yang baru tersedia sekarang hanya sekitar 60 ton.
Demikian pula kebutuhan pakan hijaun sekitar 15.000 ton dan saat ini masih disediakan secara mandiri oleh para peternak lereng Gunung Agung.
Kekurangan yang dirasakan menyangkut tenaga untuk melakukan evakuasi, pengawasan, dan perawatan ternak, di samping minimnya bahan terpal dan bambu untuk pembangunan kandang sementara.
Menanggapi kendala dan hambatan yang dihadapi dalam melakukan evakuasi ternak sapi itu, President East Area PT CPI, Peraphon Prayooravong, mengatakan bahwa pihakny ikut membantu mengatasi masalah tersebut.
Pihaknya sebagai salah satu pelaku dalam industri peternakan di Pulau Dewata, ikut terpanggil untuk meringankan beban yang dirasakan peternak saat terjadinya bencana di daerah ujung timur Pulau Bali itu.
Ia berjanji untuk memberikan bantuan 50 ton pakan konsentrat sapi yang akan disalurkan ke titik-titik penampungan ternak sesuai dengan kebutuhan.
Seorang Petugas Kawin Suntik Sapi Dinas Peternakan Pemerintah Kabupaten Klungkung Ketut Sukra menjelaskan masyarakat di daerah itu, kini menampung 111 ekor sapi pengungsi di enam titik berupa lahan milik warga secara gratis.
Hal itu dilakukan agar sapi milik warga pengungsi tidak dijual dengan harga murah sekaligus menyelamatkan ekonomi masyarakat pengungsi.
Masyarakat juga memberikan lahannya secara sukarela diambil rumputnya untuk "menyambung hidup" ternak selama di pengungsian.
Demikian juga dengan Dinas Peternakan setempat yang memberikan bantuan vitamin dan pakan sehat agar ternak piaraan sapi tetap terawat dengan sehat di tempat penampungan sementara.
Semua sapi itu diharapkan dapat dirawat dengan baik, karena pemerintah atau negara telah menjamin keamanan dan kenyamanan pangan selama berada di tempat pengungsian.
Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan para pengungsi itu menjual ternak piaraannya jika kebutuhan mereka betul-betul mendesak, ujar Ketut Sukra. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Meskipun jumlah pengungsi terus meningkat dan hingga kini tercatat 134.229 orang tersebar di 430 titik di delapan kabupaten dan satu kota di Bali, masih ada belasan warga di daerah rawan bencana yang radiusnya kurang dari 12 kilometer tetap bertahan.
Sejumlah warga Desa Tianyar yang masuk daerah rawan bencana, enggan mengungsi dengan alasan ternak piaraannya berupa sapi tidak ada yang merawat dan mengawasinya, seperti yang disampaikan salah seorang warga setempat, Jero Mangku Puseh.
Oleh sebab itu, ia bersama puluhan warga lainnya memilih tetap bertahan, sementara anggota keluarga sudah mengungsi ke Desa Les dan tempat penampungan sementara lainnya di Kabupaten Buleleng.
Untuk itu, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) bekerja sama dengan jajarannya di Bali mengambil langkah-langkah penanganan evakuasi ternak sapi di lereng Gunung Agung dalam radius yang berbahaya.
"Kami sudah menginstruksikan kepada Satgas Peternakan dan Kesehatan Hewan melakukan evakuasi ternak sapi di radius kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Agung secepatnya," tutur Dirjen PKH Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sejak Jumat (22/9) telah meningkatkan status aktivitas vulkanik Gunung Agung dari Siaga (level III) menjadi Awas (level IV).
Dengan demikian wilayah steril yang semula radius enam kilometer dari puncak gunung itu diperluas menjadi sembilan kilometer, serta ditambah perluasan wilayah sektoral yang semula 7,5 kilometer menjadi 12 kilometer ke arah utara, timur laut, tenggara dan selatan-barat daya.
Dalam kawasan yang berbahaya dalam radius 12 kilometer dari Gunung Agung harus dikosongkan, termasuk ternak piaraan masyarakat, sebagai upaya menghindari kerugian dihadapi peternak, seandainya terjadi erupsi.
Evakuasi ternak yang dilakukan sejak Kamis (28/9) dengan target memindahkan 20.000 ekor sapi ke tempat pengungsian sementara yang aman pada hari pertama itu baru terealisasi 2.443 ekor tersebar di 30 titik.
Upaya pemindahan ternak atas persetujuan pemiliknya itu disertai dengan administrasi yang tertib. Pemiliknya juga ikut mengungsi di sekitarnya sehingga dapat merawat dan mengawasi hewan piaraannya.
Bantu pakan
Dirjen Ketut Diarmita menjelaskan evakuasi ternak yang dilakukan hingga tuntas ke tujuh kabupaten dan satu kota di Bali yang aman dari erupsi Gunung Agung juga disertai dengan pemberian pakan ternak.
Pembentukan Posko Siaga Peternakan dan Kesehatan Hewan juga memberikan bantuan berupa lima ton pakan konsentrat, 10.000 dosis obat-obatan, satu truk untuk evakuasi ternak, pembangunan kandang, atap, dan kelengkapannya untuk identifikasi ternak.
Selain itu, pihaknya memfasilitasi bantuan dari berbagai pihak yang telah diterima dan disalurkan berupa pakan konsentrat 55 ton dan pinjaman sembilan truk untuk evakuasi ternak.
Demikian pula pakan hijauan (rumput) tiga ton, perlengkapan pembuatan kandang seperti bambu, terpal, tali dan lainnya.
Pihaknya juga membuat surat edaran ke seluruh kabupaten/kota untuk membuat stok pakan sebanyak-banyaknya sebagai antisipasi saat terjadi letusan dan hujan abu vulkanik yang membuat rumput tidak dapat dimanfaatkan.
Guna mendukung semua kelancaran langkah itu, Posko Siaga Peternakan dan Kesehatan Hewan menyediakan layanan telepon atau hotline nomor 081238632084 untuk informasi penanganan evakuasi ternak dan kesehatan hewan yang bisa diakses selama 24 jam.
Pemerintah juga mempunyai regulasi untuk menangani ternak dalam keadaan bencana yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, sehingga semua tindakan evakuasi ternak yang dilakukan ini mengacu pada regulasi tersebut.
Kebutuhan untuk memenuhi penanganan evakuasi dan pengamanan ternak di tempat penampungan sementara dinilai cukup besar sehingga perlu dukungan dan peran serta semua pihak, khususnya pelaku industri bidang peternakan.
Bantuan dan peran serta itu sebagai hal yang diharapkan, khususnya dalam mengatasi pakan ternak dan truk untuk mengevakuasi ternak yang masih cukup banyak jumlahnya di lokasi bencana.
Dalam melakukan evakuasi ternak sapi tersebut, menurut I Ketut Diarmita, masih menghadapi hambatan, yakni kurangnya armada untuk memindahkan ternak ke tempat pengungsian sementara yang aman.
Untuk itu, diperlukan sedikitnya lagi 20 unit truk guna menindahkan 20.000 ekor sapi tersebut.
Selain itu, kebutuhan pakan konsentrat bagi sapi di tempat pengungsian tersebut dalam sebulannya diperkirakan 1.200 ton, namun yang baru tersedia sekarang hanya sekitar 60 ton.
Demikian pula kebutuhan pakan hijaun sekitar 15.000 ton dan saat ini masih disediakan secara mandiri oleh para peternak lereng Gunung Agung.
Kekurangan yang dirasakan menyangkut tenaga untuk melakukan evakuasi, pengawasan, dan perawatan ternak, di samping minimnya bahan terpal dan bambu untuk pembangunan kandang sementara.
Menanggapi kendala dan hambatan yang dihadapi dalam melakukan evakuasi ternak sapi itu, President East Area PT CPI, Peraphon Prayooravong, mengatakan bahwa pihakny ikut membantu mengatasi masalah tersebut.
Pihaknya sebagai salah satu pelaku dalam industri peternakan di Pulau Dewata, ikut terpanggil untuk meringankan beban yang dirasakan peternak saat terjadinya bencana di daerah ujung timur Pulau Bali itu.
Ia berjanji untuk memberikan bantuan 50 ton pakan konsentrat sapi yang akan disalurkan ke titik-titik penampungan ternak sesuai dengan kebutuhan.
Seorang Petugas Kawin Suntik Sapi Dinas Peternakan Pemerintah Kabupaten Klungkung Ketut Sukra menjelaskan masyarakat di daerah itu, kini menampung 111 ekor sapi pengungsi di enam titik berupa lahan milik warga secara gratis.
Hal itu dilakukan agar sapi milik warga pengungsi tidak dijual dengan harga murah sekaligus menyelamatkan ekonomi masyarakat pengungsi.
Masyarakat juga memberikan lahannya secara sukarela diambil rumputnya untuk "menyambung hidup" ternak selama di pengungsian.
Demikian juga dengan Dinas Peternakan setempat yang memberikan bantuan vitamin dan pakan sehat agar ternak piaraan sapi tetap terawat dengan sehat di tempat penampungan sementara.
Semua sapi itu diharapkan dapat dirawat dengan baik, karena pemerintah atau negara telah menjamin keamanan dan kenyamanan pangan selama berada di tempat pengungsian.
Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan para pengungsi itu menjual ternak piaraannya jika kebutuhan mereka betul-betul mendesak, ujar Ketut Sukra. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017