Negara (Antara Bali) - Untuk ikut serta dalam menjaga harmoni di Kabupaten Jembrana, Lentera Indonesia Institute bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Jembrana menggelar dialog kebangsaan.

Ratusan peserta dari berbagai latar belakang diundang di Kampus STIT Jembrana, Selasa, untuk berdialog dengan menghadirkan Wakil Ketua MUI Jembrana H. Tafsil Syaifuddin Ahmad, Ketua Kelompok Kerja Pesantren Indonesia Wilayah Bali H. Fathur Rahim dan Rifgil Halim dari kalangan akademisi sebagai narasumber.

"Dialog ini merupakan kegiatan rutin Lentera Indonesia Institute, yang dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Kami menekankan kepada Kebhinekaan, karena hal tersebut merupakan tali pengikat bangsa Indonesia," kata M. Sauki, peneliti dari Lentera Indonesia Institute.

Ia mengatakan, saat mampu dikelola dengan baik, keragaman akan menciptakan kehidupan yang indah penuh warna, namun sebaliknya akan menjadi potensi konflik yang besar jika salah dalam mengelolanya.

Karena itu, katanya, dengan dialog kebangsaan yang dilakukan di berbagai daerah, pihaknya berharap dapat menjaga kesadaran seluruh elemen masyarakat, untuk berpegang pada Kebhinekaan yang memberikan warna indah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurutnya, Bali khususnya Kabupaten Jembrana dipilih sebagai salah satu lokasi penyelenggaraan kegiatan ini, karena wilayah ini memiliki konsep toleransi yang berlangsung turun temurun lewat istilah "Nyama Bali" (saudara Bali) dan "Nyaman Selam" (saudara Islam).

"Namun akhir-akhir ini ada beberapa oknum yang entah sadar maupun tidak, bahasa maupun prilakunya bisa merusak konsep toleransi yang sudah berlangsung turun temurun tersebut. Bali sebagai simbol perdamaian, dengan latar belakang masyarakatnya yang berbeda-beda harus tetap dipertahankan," katanya.

Tiga narasumber dialog, sama-sama menekankan perbedaan bukan berarti harus bermusuhan, karena perbedaan suku, agama dan ras dalam kehidupan tidak bisa dihindari.

Peserta dialog diajak untuk menjadi tali yang melingkar-lingkar sebagai pengikat, dibanding menjadi tali yang terbentang lurus, tanpa mampu mengikat benda di sekitarnya.

Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa STIT Jembrana Wildan mengatakan, sangat terbuka dengan dialog-dialog sejenis ini, untuk menambah wawasan serta pemahaman mahasiswa serta masyarakat umum terkait hubungan dalam keberagaman.

"Kalau ada lembaga lain yang mengajak kerjasama untuk kegiatan sejenis, kami siap menerimanya. Dialog-dialog seperti ini harus sering dilakukan, untuk menangkal provokasi-provokasi yang memecah belah," katanya.(GBI/nym)

Pewarta: Pewarta: Gembong Ismadi

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017