Denpasar (Antara Bali) - Anggota DPRD Bali I Gusti Putu Widjera melakukan pemantauan kegiatan "Pasraman" (pendidikan non-formal) Desa Pakraman Nongan, Kabupaten Karangasem.
"Saya secara rutin melakukan pemantauan kegiatan yang dilakukan warga masyarakat, salah satunya kegiatan `Pasraman` Desa Pakraman Nongan yang melakuan pembinaan para pemangku (rohaniawan Hindu) dan `srati banten` (tukang pembuatan sesaji)," kata Widjera di Karangasem, Bali, Senin.
Ia mengatakan pemantauan kegiatan tersebut sebagai bentuk tanggung jawab sebagai anggota Dewan, sehingga diharapkan semua kegiatan yang didanai APBD Bali berjalan sesuai dengan perencanaan yang dirancang desa pakraman setempat melalui "pasraman" tersebut.
"Fungsi anggota Dewan adalah salah satunya mengontrol atau memantau kegiatan yang dilakukan warga masyarakat, sehingga kegiatan itu sesuai dengan perencanaan dan penggunaan dananya memenuhi administrasi," ujar politikus daerah pemilihan Kabupaten Karangasem.
Pada kesempatan tersebut, Bendesa (Ketua) Adat Nongan, I Gusti Ngurah Wiryanata MSi mengatakan pihaknya terus melakukan dan menyosialisasikan program-program adat dan mengajak lebih berwawasan luas bagi pemuka adat dan agama.
"Kali ini dilakukan pengarahan dan pencerahan terkait dengan kedudukan pemangku (rohaniawan Hindu) mengenai tata cara dalam mengantarkan upacara ritual. Begitu juga kepada para `srati banten` bertujuan agar memahami esensi dari pelaksanaan dan pembuatan upacara ritual tersebut melalui sarana sesaji itu," ujarnya.
Ia mengatakan kegiatan semacam ini penting dilakukan dalam memperdalam "sradha bakti" kepada Tuhan, termasuk juga proses dan pembuatan sesaji yang dikoordinasikan oleh "srati banten" harus dilakukan dengan tulus ikhlas dan menyesuaikan dengan situasi, kondisi dan kemampuan warga (desa, kala dan patra).
"Melakukan sebuah `Yadnya` atau pengorbanan suci dengan tulus ikhlas itu harus sesuai dengan ajaran agama. Begitu juga membuat sesaji harus sesuai dengan petunjuk dan buku-buku agama Hindu," katanya.
Wiryanata mengatakan materi dalam kegiatan tersebut diisi dari pemakalah PHDI dan Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali, yang diselenggarakan selama dua hari, 22-23 Juli 2017.
Sementara itu, Ketua MUDP Bali Jero Gede Suwena Putus Desa dalam ceramahnya mengatakan melakukan "Yadnya" harus didasari dengan tulus ikhlas, sebab dalam buku Sarascamuscaya menyebutkan semua persembahan kepada Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi) harus didasari dengan bakti dan tulus ikhlas.
"Oleh karena itu dalam ajaran agama Hindu untuk memuja kepada Tuhan harus dengan tulus ikhlas. Dan apa pun umat yang dipersembahkan akan diterima Tuhan," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Saya secara rutin melakukan pemantauan kegiatan yang dilakukan warga masyarakat, salah satunya kegiatan `Pasraman` Desa Pakraman Nongan yang melakuan pembinaan para pemangku (rohaniawan Hindu) dan `srati banten` (tukang pembuatan sesaji)," kata Widjera di Karangasem, Bali, Senin.
Ia mengatakan pemantauan kegiatan tersebut sebagai bentuk tanggung jawab sebagai anggota Dewan, sehingga diharapkan semua kegiatan yang didanai APBD Bali berjalan sesuai dengan perencanaan yang dirancang desa pakraman setempat melalui "pasraman" tersebut.
"Fungsi anggota Dewan adalah salah satunya mengontrol atau memantau kegiatan yang dilakukan warga masyarakat, sehingga kegiatan itu sesuai dengan perencanaan dan penggunaan dananya memenuhi administrasi," ujar politikus daerah pemilihan Kabupaten Karangasem.
Pada kesempatan tersebut, Bendesa (Ketua) Adat Nongan, I Gusti Ngurah Wiryanata MSi mengatakan pihaknya terus melakukan dan menyosialisasikan program-program adat dan mengajak lebih berwawasan luas bagi pemuka adat dan agama.
"Kali ini dilakukan pengarahan dan pencerahan terkait dengan kedudukan pemangku (rohaniawan Hindu) mengenai tata cara dalam mengantarkan upacara ritual. Begitu juga kepada para `srati banten` bertujuan agar memahami esensi dari pelaksanaan dan pembuatan upacara ritual tersebut melalui sarana sesaji itu," ujarnya.
Ia mengatakan kegiatan semacam ini penting dilakukan dalam memperdalam "sradha bakti" kepada Tuhan, termasuk juga proses dan pembuatan sesaji yang dikoordinasikan oleh "srati banten" harus dilakukan dengan tulus ikhlas dan menyesuaikan dengan situasi, kondisi dan kemampuan warga (desa, kala dan patra).
"Melakukan sebuah `Yadnya` atau pengorbanan suci dengan tulus ikhlas itu harus sesuai dengan ajaran agama. Begitu juga membuat sesaji harus sesuai dengan petunjuk dan buku-buku agama Hindu," katanya.
Wiryanata mengatakan materi dalam kegiatan tersebut diisi dari pemakalah PHDI dan Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali, yang diselenggarakan selama dua hari, 22-23 Juli 2017.
Sementara itu, Ketua MUDP Bali Jero Gede Suwena Putus Desa dalam ceramahnya mengatakan melakukan "Yadnya" harus didasari dengan tulus ikhlas, sebab dalam buku Sarascamuscaya menyebutkan semua persembahan kepada Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi) harus didasari dengan bakti dan tulus ikhlas.
"Oleh karena itu dalam ajaran agama Hindu untuk memuja kepada Tuhan harus dengan tulus ikhlas. Dan apa pun umat yang dipersembahkan akan diterima Tuhan," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017