Mangupura (Antara Bali) - Dinas Kesehatan (Diskes) Kabupaten Badung, Bali, mengajukan pengkajian program vaksinasi Demam Berdarah Dengue (DBD) untuk masyarakat ke Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) setempat.
"Vaksinasi ini kami ajukan ke Litbang Badung karena vaksin ini sudah ada di Indonesia sejak Tahun 2016," kata Kadiskes Badung, dr Gede Putra Suteja, di Mangupura, Minggu.
Pihaknya mengatakan, apabila program ini disetujui Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta, maka rencana pemberian vaksin DBD untuk anak-anak usia sembilan tahun hingga 15 tahun akan terealisasi Tahun 2018.
"Vaksin ini baru ada dan terbatas di Indonesia. Hal ini dikarenakan, harga vaksin tersebut tergolong mahal, yakni kisaran harga Rp1 juta untuk sekali suntikan," katanya.
Sementara dalam pemberian vaksinasi ini, harus diberikan sebanyak tiga kali suntikan untuk satu orang selama periode waktu enam bulan atau satu tahun.
"Artinya pemberian vaksinasi ini menyasar siswa SD hingga SMP yang jumlahnya sekitar 60 ribu anak yang ada di Badung," katanya.
Ia merinci, untuk satu anak yang diberikan vaksinasi DBD ini akan menghabiskan biaya Rp3 juta.
"Usia ini dipandang efektif untuk bekerjanya vaksin tersebut," ujarnya.
Sebelumnya, penyakit DBD yang disebabkan akibat gigitan nyamuk mendapat perhatian WHO, sehingga badan kesehatan internasional itu menemukan vaksi yang diberikan nama Dengavaxia dan telah disosialisasikan Tahun 2016.
Penelitiannya telah dilakukan selama dua puluh tahun ini menyasar daerah endemik DBD, diantaranya Indonesia. Selain itu, ada pula negara yang telah melegalkan vaksin ini, seperti Meksiko, Brazil, Kosta Rika, El Salvador, Fillipina, dan Paraguai.
Sementara di Badung sendiri, beberapa daerah seperti Abiansemal adalah daerah endemik DBD. Endemik yang dimaksud, senantiasa ada warga setempat yang terkena DBD.
Sementara, ada daerah yang sporadis, yakni terkadang terdapat DBD, kemudian kembali hilang. Menurut Suteja, pada tahun 2016 setidaknya ada 3.000 kasus DBD di Badung dengan korban meninggal hinggal 10 orang.
"Sementara tahun ini cenderung menurun, karena memasuki pertengahan tahun terdapat 500 kasus dengan korban meninggal satu orang," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Vaksinasi ini kami ajukan ke Litbang Badung karena vaksin ini sudah ada di Indonesia sejak Tahun 2016," kata Kadiskes Badung, dr Gede Putra Suteja, di Mangupura, Minggu.
Pihaknya mengatakan, apabila program ini disetujui Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta, maka rencana pemberian vaksin DBD untuk anak-anak usia sembilan tahun hingga 15 tahun akan terealisasi Tahun 2018.
"Vaksin ini baru ada dan terbatas di Indonesia. Hal ini dikarenakan, harga vaksin tersebut tergolong mahal, yakni kisaran harga Rp1 juta untuk sekali suntikan," katanya.
Sementara dalam pemberian vaksinasi ini, harus diberikan sebanyak tiga kali suntikan untuk satu orang selama periode waktu enam bulan atau satu tahun.
"Artinya pemberian vaksinasi ini menyasar siswa SD hingga SMP yang jumlahnya sekitar 60 ribu anak yang ada di Badung," katanya.
Ia merinci, untuk satu anak yang diberikan vaksinasi DBD ini akan menghabiskan biaya Rp3 juta.
"Usia ini dipandang efektif untuk bekerjanya vaksin tersebut," ujarnya.
Sebelumnya, penyakit DBD yang disebabkan akibat gigitan nyamuk mendapat perhatian WHO, sehingga badan kesehatan internasional itu menemukan vaksi yang diberikan nama Dengavaxia dan telah disosialisasikan Tahun 2016.
Penelitiannya telah dilakukan selama dua puluh tahun ini menyasar daerah endemik DBD, diantaranya Indonesia. Selain itu, ada pula negara yang telah melegalkan vaksin ini, seperti Meksiko, Brazil, Kosta Rika, El Salvador, Fillipina, dan Paraguai.
Sementara di Badung sendiri, beberapa daerah seperti Abiansemal adalah daerah endemik DBD. Endemik yang dimaksud, senantiasa ada warga setempat yang terkena DBD.
Sementara, ada daerah yang sporadis, yakni terkadang terdapat DBD, kemudian kembali hilang. Menurut Suteja, pada tahun 2016 setidaknya ada 3.000 kasus DBD di Badung dengan korban meninggal hinggal 10 orang.
"Sementara tahun ini cenderung menurun, karena memasuki pertengahan tahun terdapat 500 kasus dengan korban meninggal satu orang," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017