Jakarta (Antara Bali) - Presiden Joko Widodo sangat yakin ke depan tidak
akan ada penyalahgunaan kekuasaan TNI jika dilibatkan untuk menangani
terorisme dalam revisi UU Antiterorisme karena sudah ada mekanisme
kontrol yang berjalan dari masyarakat.
Hal itu disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam wawancara khusus dengan LKBN Antara di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (8/6/2017).
"Sekarang ini kan masuk dalam alam keterbukaan, ada yang ngontrol kok, masyarakat, LSM, bisa kontrol mereka. Kenapa kita harus ketakutan dengan masa lalu," kata Presiden.
Ia menyampaikan hal itu terkait dengan adanya wacana dan kajian untuk melibatkan TNI dalam revisi UU Antiterorisme.
Presiden menambahkan, ke depan justru alam demokrasi akan semakin terbuka.
"Artinya ada yang kontrol tapi yang paling penting dan itu sekaligus memastikan tidak ada penyalahgunaan kekuasaan dalam tindakan-tindakan ini dan kita ingin agar koridor hukum makin jelas dan efektif. Jangan sampai kita ini hanya berdebat terus padahal terorisme sudah di depan kita, di Marawi lho," katanya.
Presiden dalam forum KTT Arab Islam-Amerika di Riyadh pada 21 Mei 2017 menyampaikan pentingnya pendekatan soft power di samping hard power untuk mengatasi terorisme, namun tak lama sekembali dari Riyadh, terjadi ledakan bom di Kampung Melayu.
Oleh karena itu, Presiden kemudian mengambil sikap tegas bahwa Indonesia memerlukan revisi UU Antiterorisme yang lebih menyeluruh atau mencakup termasuk dari sisi pencegahan, derasikalisasi, hingga penindakannya.
Menurut Kepala Negara, aksi teror kini tak lagi melihat sasaran sebab dalam kejadian di Kampung Melayu justru para korban adalah masyarakat biasa termasuk sopir kopaja, pemilik lapak, karyawan, dan mahasiswa.
"Enggak mikir lagi yang berada di situ siapa," katanya.
Presiden pun kemudian menyampaikan bahwa dengan revisi UU Antiterorisme diharapkan aparat mempunyai payung hukum dalam bertindak secara preventif menangani terorisme.
"Jangan kayak sekarang kejadian, baru bisa bergerak," katanya.
Ia juga setuju jika TNI masuk dalam UU tersebut sebab terorisme bukan sekadar tindak pidana melainkan juga ancaman untuk negara.
"Nah mengenai TNI masuk di sebelah mana masih dalam pembahasan dengan DPR. Kalau menurut saya ya di tempat-tempat yang sangat sulit, di udara, di laut, atau menurut lokasi tertentu yang diberikan perintah dari panglima tertinggi. Tapi itu masih dalam pembahasan," kata Presiden Jokowi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Hal itu disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam wawancara khusus dengan LKBN Antara di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (8/6/2017).
"Sekarang ini kan masuk dalam alam keterbukaan, ada yang ngontrol kok, masyarakat, LSM, bisa kontrol mereka. Kenapa kita harus ketakutan dengan masa lalu," kata Presiden.
Ia menyampaikan hal itu terkait dengan adanya wacana dan kajian untuk melibatkan TNI dalam revisi UU Antiterorisme.
Presiden menambahkan, ke depan justru alam demokrasi akan semakin terbuka.
"Artinya ada yang kontrol tapi yang paling penting dan itu sekaligus memastikan tidak ada penyalahgunaan kekuasaan dalam tindakan-tindakan ini dan kita ingin agar koridor hukum makin jelas dan efektif. Jangan sampai kita ini hanya berdebat terus padahal terorisme sudah di depan kita, di Marawi lho," katanya.
Presiden dalam forum KTT Arab Islam-Amerika di Riyadh pada 21 Mei 2017 menyampaikan pentingnya pendekatan soft power di samping hard power untuk mengatasi terorisme, namun tak lama sekembali dari Riyadh, terjadi ledakan bom di Kampung Melayu.
Oleh karena itu, Presiden kemudian mengambil sikap tegas bahwa Indonesia memerlukan revisi UU Antiterorisme yang lebih menyeluruh atau mencakup termasuk dari sisi pencegahan, derasikalisasi, hingga penindakannya.
Menurut Kepala Negara, aksi teror kini tak lagi melihat sasaran sebab dalam kejadian di Kampung Melayu justru para korban adalah masyarakat biasa termasuk sopir kopaja, pemilik lapak, karyawan, dan mahasiswa.
"Enggak mikir lagi yang berada di situ siapa," katanya.
Presiden pun kemudian menyampaikan bahwa dengan revisi UU Antiterorisme diharapkan aparat mempunyai payung hukum dalam bertindak secara preventif menangani terorisme.
"Jangan kayak sekarang kejadian, baru bisa bergerak," katanya.
Ia juga setuju jika TNI masuk dalam UU tersebut sebab terorisme bukan sekadar tindak pidana melainkan juga ancaman untuk negara.
"Nah mengenai TNI masuk di sebelah mana masih dalam pembahasan dengan DPR. Kalau menurut saya ya di tempat-tempat yang sangat sulit, di udara, di laut, atau menurut lokasi tertentu yang diberikan perintah dari panglima tertinggi. Tapi itu masih dalam pembahasan," kata Presiden Jokowi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017