Singaraja, (Antara Bali) - Ratusan umat Buddha di Vihara Giri Manggala, Desa Alasangker, Kabupaten Buleleng, Bali, merayakan Hari Suci Waisak dengan kegiatan berbalut budaya dan tradisi Bali.
"Akulturasi budaya di desa kami memang begitu kental, sehingga tidak ada perbedaan antara pemeluk agama satu dengan yang lain. Semua saling mengasihi dan menyayangi," kata Ketua Vihara Giri Manggala, Romo Ketut Widiasa, di Singaraja, Kamis.
Ia mengatakan, akulturasi budaya di desa tersebut telah terjalin sejak puluhan tahun lalu, tidak ada jarak dan batas antarumat Hindu dan Buddha di desa tersebut, karena semuanya menyatu dalam tradisi dan budaya Bali.
Romo menuturkan, setiap perayaan waisak, umat Buddha berkumpul bersama-sama membuat sesajen persembahan kehadapan Sang Buddha dibantu masyarakat sekitar yang beragama Hindu.
Bentuk dan sarana persembahan pun pada dasarnya sama dengan beberapa jenis sesajen yang ada seperti banten persembahan gebogan, canang sari dan beberapa jenis lainnya.
Selain itu, masyarakat sekitar juga membantu menata Vihara, selain juga menjaga keamanan dan ketertiban di Vihara yang dikoordinasikan langsung oleh pecalang.
Bukan hanya itu, perayaan Waisak di sore hari juga dimeriahkan dengan beberapa penampilan tarian Bali dan juga gong kebyar atau penampilan tetabuhan alat musik tradisional Bali.
"Vihara punya aset alat-alat musik Bali yang dikenal dengan gamelan. Anak-anak kami memanfaatkannya untuk belajar setiap seminggu sekali," terangnya. (gus))
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Akulturasi budaya di desa kami memang begitu kental, sehingga tidak ada perbedaan antara pemeluk agama satu dengan yang lain. Semua saling mengasihi dan menyayangi," kata Ketua Vihara Giri Manggala, Romo Ketut Widiasa, di Singaraja, Kamis.
Ia mengatakan, akulturasi budaya di desa tersebut telah terjalin sejak puluhan tahun lalu, tidak ada jarak dan batas antarumat Hindu dan Buddha di desa tersebut, karena semuanya menyatu dalam tradisi dan budaya Bali.
Romo menuturkan, setiap perayaan waisak, umat Buddha berkumpul bersama-sama membuat sesajen persembahan kehadapan Sang Buddha dibantu masyarakat sekitar yang beragama Hindu.
Bentuk dan sarana persembahan pun pada dasarnya sama dengan beberapa jenis sesajen yang ada seperti banten persembahan gebogan, canang sari dan beberapa jenis lainnya.
Selain itu, masyarakat sekitar juga membantu menata Vihara, selain juga menjaga keamanan dan ketertiban di Vihara yang dikoordinasikan langsung oleh pecalang.
Bukan hanya itu, perayaan Waisak di sore hari juga dimeriahkan dengan beberapa penampilan tarian Bali dan juga gong kebyar atau penampilan tetabuhan alat musik tradisional Bali.
"Vihara punya aset alat-alat musik Bali yang dikenal dengan gamelan. Anak-anak kami memanfaatkannya untuk belajar setiap seminggu sekali," terangnya. (gus))
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017