Denpasar (Antara Bali) - Seorang pemilik tanah dr. Nyoman Handris Prasetyo mendesak kepada Ombusman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Bali untuk menerbitkan secara legal formal surat penetapan mal administrasi terhadap Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Denpasar.
"Saya merasa tidak mendapatkan keadilan, karena itu saya mendesak agar ORI Perwakilan Bali segera menerbitkan surat penetapan mal administrasi," kata Handris kepada media, di Denpasar, Minggu malam.
Ia mengatakan desakan tersebut karena terkait sertifikat hak milik (SHM) Nomor 7359 yang bodong atas nama Putu Yudistira.
"Bahkan ORI Perwakilan Bali telah mengirim surat permohonan pemblokiran terhadap SHM atas nama Yudistira tersebut, karena warkahnya tidak ditemukan," kata Nyoman Handris menjelaskan.
Ia menjelaskan permohonan penangguhan eksekusi Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) diajukan pihaknya tetap dilakukan panitera Pengadilan negeri (PN) Denpasar pada 20 Agustus 2013.
"Saya sedih karena akibat eksekusi tersebut telah menimbulkan kegaduhan. Murid SD yang ada di utara lahan yang di eksekusi mengalami trauma. Sebagai simpati atas peristiwa ini saya dan keluarga beserta karyawan kami kemudian mengunjungi murid di sekolah dasar tersebut," ucapnya.
Walau eksekusi sudah berjalan, Nyoman Handris tidak menyerah. Mereka berusaha menempuh upaya lain untuk mendapatkan kembali hak miliknya atas lahan yang dimenangkan Putu Yudistira melalui PK MA tersebut.
"Saya tidak akan berhenti berjuang untuk mendapatkan kembali hak saya atas tanah tersebut. Saya punya bukti kuat yang menjadi dasar putusan PK MA itu tidak berdasarkan data dan fakta hukum yang sebenarnya," ujarnya.
Dalam pengaduannya, Handris menuding BPN Kota Denpasar telah menerbitkan SHM Nomor 7539 bodong atas nama Putu Yudistira.
"Saya memastikan SHM itu bodong karena alasan hak yang digunakan BPN adalah Pipil Nomor 27, Persil Nomor 4 Klas I, luasnya yang berlokasi di atas lahan milik saya yang telah SHM berdasarkan Pipil Nomor 35, Persil 8, Klas I. Masak BPN menerbitkan SHM atas nama Yudistira di atas lahan milik saya yang telah memiliki SHM yang dikeluarkan BPN Kota Denpasar juga," katanya.
Dalam pengaduannya kepada ORI Bali, Nyoman Handris menyampaikan, cerita yang direkayasa Putu Yudistira, bahwa seolah membeli sebidang lahan milik Anak Agung Wijaya. Lahan tersebut konon seluas 7,15 are di Desa Sesetan Nomor 107 (sekarang nomor 1). Lahan ini sebelumnya dimiliki bersama Nyo Giok Han alias Nyo Giok Lan, Nyoman Handris, Ketut Suwitra, dan Ketut Herlim.
Padahal, kenyataan yang terjadi, adalah berdasarkan kesepakatan pemiliknya, tanah itu kemudian dikapling dan dibagikan masing-masing kepada pemiliknya, yaitu Nyo Giok Han alias Nyo Giok Lan mendapatkan 5 are, Nyoman Handris 8 are, Ketut Suwitra 5 are, dan Ketut Herlim 5 are.
Namun, Putu Yudistira mengklaim tanah seluas 7,15 are itu sebagai miliknya yang dibeli konon dari A.A. Wijaya sesuai Pipil No. 27, Persil No. 4 Klas I. Pipil ini dijadikan alas hak untuk dimintakan akta jual beli kepada notaris/PPAT Sugita, S.H. Dari sini terbitlah akta jual beli dimaksud. Berdasarkan akta jual beli ini, Putu Yudistira mengajukan penerbitan sertifikat hak milik (SHM) ke BPN Denpasar. BPN kemudian menerbitkan SHM Nomor 7359 atas nama Putu Yudistira.
Ada kejanggalan dalam proses penerbitan SHM atas nama Putu Yudistira dimaksud. Lahan yang dibuktikan Pipil No. 27, Persil No. 4 Klas I berada di atas lahan Pipil Nomor 35, Persil Nomor 8 Klas I yang jelas-jelas merupakan hak milik Nyo Giok Han alias Nyo Giok Lan dkk.
SHM itu digunakan dasar pembuktian oleh Putu Yudistira untuk menggugat Nyo Giok Han alias Nyo Giok Lan dkk ke pengadilan. Dalam proses pengadilan tingkat pertama sampai PK MA, gugatan Putu Yudistira dikabulkan hakim.
Faktanya, hakim dari pengadilan tingkat pertama sampai PK MA hanya mengandalkan bukti SHM atas nama Putu Yudistira. Alas hak berupa Pipil No. 27, Persil No. 4 Klas I yang nyata-nyata bodong tak diuji di lapangan oleh hakim sebagai dasar pembuktian pemilik lahan yang sebenarnya.
Putusan eksekusi PK MA seharusnya tidak dapat serta merta dilakukan PN Denpasar. Bukti kepemilikan lahan tersebut secara hukum dapat dibaca lebih jauh sebagaimana terlampir dalam surat Permohonan Penundaan Eksekusi atas Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA. RI) Tertanggal 26 Mei 2011 dalam Perkara Nomor 112/Pdt.G/2005/PN.Dps.
Nyoman Handris selaku termohon telah mengajukan permohonan penangguhan eksekusi kepada Pengadilan Negeri Denpasar sesuai PK MA tertanggal 26 Mei 2011 tersebut. Alasannya, objek lahan yang akan dieksekusi sesuai keinginanan pemohon eksekusi Putu Yudistira tertera dalam SHM Nomor 7359 yang konon diterbitkan BPN Denpasar melalui konversi atas alas hak Pipil Nomor 27, Persil Nomor 4 Klas I itu salah sasaran atau salah objek (error in objecto). Secara yuridis, dasar putusan eksekusi tidak mengandung unsur persesuaian hukum antara objek yang akan dieksekusi dan pelaksanaan eksekusi. Amar putusan MA tersebut dinilai tidak menjangkau objek yang akan dieksekusikan.
Rencana eksekusi lahan tersebut sempat ditangguhkan PN Denpasar. Penundaan eksekusi tersebut dilayangkan agar PN sebagai eksekutor putusan MA mengkaji kembali objek lahan yang hendak dieksekusi itu. Apalagi hak milik termohon sudah dikuatkan secara hukum oleh lembaga peradilan melalui putusan MA Nomor 928 K/Sip/1980. Dalam putusan ini MA membatalkan putusan PT, lalu menguatkan utusan PN Denpasar yang menyatakan termohon berhak atas lahan tersebut karena telah menempatinya selama lebih dari 50 tahun.(I020)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Saya merasa tidak mendapatkan keadilan, karena itu saya mendesak agar ORI Perwakilan Bali segera menerbitkan surat penetapan mal administrasi," kata Handris kepada media, di Denpasar, Minggu malam.
Ia mengatakan desakan tersebut karena terkait sertifikat hak milik (SHM) Nomor 7359 yang bodong atas nama Putu Yudistira.
"Bahkan ORI Perwakilan Bali telah mengirim surat permohonan pemblokiran terhadap SHM atas nama Yudistira tersebut, karena warkahnya tidak ditemukan," kata Nyoman Handris menjelaskan.
Ia menjelaskan permohonan penangguhan eksekusi Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) diajukan pihaknya tetap dilakukan panitera Pengadilan negeri (PN) Denpasar pada 20 Agustus 2013.
"Saya sedih karena akibat eksekusi tersebut telah menimbulkan kegaduhan. Murid SD yang ada di utara lahan yang di eksekusi mengalami trauma. Sebagai simpati atas peristiwa ini saya dan keluarga beserta karyawan kami kemudian mengunjungi murid di sekolah dasar tersebut," ucapnya.
Walau eksekusi sudah berjalan, Nyoman Handris tidak menyerah. Mereka berusaha menempuh upaya lain untuk mendapatkan kembali hak miliknya atas lahan yang dimenangkan Putu Yudistira melalui PK MA tersebut.
"Saya tidak akan berhenti berjuang untuk mendapatkan kembali hak saya atas tanah tersebut. Saya punya bukti kuat yang menjadi dasar putusan PK MA itu tidak berdasarkan data dan fakta hukum yang sebenarnya," ujarnya.
Dalam pengaduannya, Handris menuding BPN Kota Denpasar telah menerbitkan SHM Nomor 7539 bodong atas nama Putu Yudistira.
"Saya memastikan SHM itu bodong karena alasan hak yang digunakan BPN adalah Pipil Nomor 27, Persil Nomor 4 Klas I, luasnya yang berlokasi di atas lahan milik saya yang telah SHM berdasarkan Pipil Nomor 35, Persil 8, Klas I. Masak BPN menerbitkan SHM atas nama Yudistira di atas lahan milik saya yang telah memiliki SHM yang dikeluarkan BPN Kota Denpasar juga," katanya.
Dalam pengaduannya kepada ORI Bali, Nyoman Handris menyampaikan, cerita yang direkayasa Putu Yudistira, bahwa seolah membeli sebidang lahan milik Anak Agung Wijaya. Lahan tersebut konon seluas 7,15 are di Desa Sesetan Nomor 107 (sekarang nomor 1). Lahan ini sebelumnya dimiliki bersama Nyo Giok Han alias Nyo Giok Lan, Nyoman Handris, Ketut Suwitra, dan Ketut Herlim.
Padahal, kenyataan yang terjadi, adalah berdasarkan kesepakatan pemiliknya, tanah itu kemudian dikapling dan dibagikan masing-masing kepada pemiliknya, yaitu Nyo Giok Han alias Nyo Giok Lan mendapatkan 5 are, Nyoman Handris 8 are, Ketut Suwitra 5 are, dan Ketut Herlim 5 are.
Namun, Putu Yudistira mengklaim tanah seluas 7,15 are itu sebagai miliknya yang dibeli konon dari A.A. Wijaya sesuai Pipil No. 27, Persil No. 4 Klas I. Pipil ini dijadikan alas hak untuk dimintakan akta jual beli kepada notaris/PPAT Sugita, S.H. Dari sini terbitlah akta jual beli dimaksud. Berdasarkan akta jual beli ini, Putu Yudistira mengajukan penerbitan sertifikat hak milik (SHM) ke BPN Denpasar. BPN kemudian menerbitkan SHM Nomor 7359 atas nama Putu Yudistira.
Ada kejanggalan dalam proses penerbitan SHM atas nama Putu Yudistira dimaksud. Lahan yang dibuktikan Pipil No. 27, Persil No. 4 Klas I berada di atas lahan Pipil Nomor 35, Persil Nomor 8 Klas I yang jelas-jelas merupakan hak milik Nyo Giok Han alias Nyo Giok Lan dkk.
SHM itu digunakan dasar pembuktian oleh Putu Yudistira untuk menggugat Nyo Giok Han alias Nyo Giok Lan dkk ke pengadilan. Dalam proses pengadilan tingkat pertama sampai PK MA, gugatan Putu Yudistira dikabulkan hakim.
Faktanya, hakim dari pengadilan tingkat pertama sampai PK MA hanya mengandalkan bukti SHM atas nama Putu Yudistira. Alas hak berupa Pipil No. 27, Persil No. 4 Klas I yang nyata-nyata bodong tak diuji di lapangan oleh hakim sebagai dasar pembuktian pemilik lahan yang sebenarnya.
Putusan eksekusi PK MA seharusnya tidak dapat serta merta dilakukan PN Denpasar. Bukti kepemilikan lahan tersebut secara hukum dapat dibaca lebih jauh sebagaimana terlampir dalam surat Permohonan Penundaan Eksekusi atas Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA. RI) Tertanggal 26 Mei 2011 dalam Perkara Nomor 112/Pdt.G/2005/PN.Dps.
Nyoman Handris selaku termohon telah mengajukan permohonan penangguhan eksekusi kepada Pengadilan Negeri Denpasar sesuai PK MA tertanggal 26 Mei 2011 tersebut. Alasannya, objek lahan yang akan dieksekusi sesuai keinginanan pemohon eksekusi Putu Yudistira tertera dalam SHM Nomor 7359 yang konon diterbitkan BPN Denpasar melalui konversi atas alas hak Pipil Nomor 27, Persil Nomor 4 Klas I itu salah sasaran atau salah objek (error in objecto). Secara yuridis, dasar putusan eksekusi tidak mengandung unsur persesuaian hukum antara objek yang akan dieksekusi dan pelaksanaan eksekusi. Amar putusan MA tersebut dinilai tidak menjangkau objek yang akan dieksekusikan.
Rencana eksekusi lahan tersebut sempat ditangguhkan PN Denpasar. Penundaan eksekusi tersebut dilayangkan agar PN sebagai eksekutor putusan MA mengkaji kembali objek lahan yang hendak dieksekusi itu. Apalagi hak milik termohon sudah dikuatkan secara hukum oleh lembaga peradilan melalui putusan MA Nomor 928 K/Sip/1980. Dalam putusan ini MA membatalkan putusan PT, lalu menguatkan utusan PN Denpasar yang menyatakan termohon berhak atas lahan tersebut karena telah menempatinya selama lebih dari 50 tahun.(I020)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017