Bantul, Yogyakarta (Antara Bali) - Bupati Badung, Bali, I Nyoman Giri Prasta melirik konsep pengelolaan sampah organik dan pengolahan minyak bekas menjadi biosolar yang dilakukan Badan Usaha Milik Desa Panggung Lestari, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, untuk dikembangkan di Badung.
"Kami ingin mencontoh pengelolaan sampah yang dilaksanakan di BUMDes Panggung Lestari yang dapat menjadi nilai ekonomis dan peluang membuka tenaga kerja," ujar Giri Prasta dalam Kegiatan Pekan Informasi Pembangunan (PIP) di Kabupaten Bantul, Jumat.
Ia mengaku tertarik, dengan program BUMDes Panggung Lestari yang mengelola sampah guna pemeliharaan lingkungan sekaligus mendatangkan keuntungan finansial.
Oleh karena itu, mantan Ketua DPRD Badung ini mendorong para perbekel untuk mengembangkan BUMDes dan mengelola sampah yang ada di wilayahnya.
"Kalau semua bisa seperti itu, sampah-sampah tidak akan menumpuk di TPA dan sekaligus bisa mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat," ujarnya.
Untuk pengelolaan sampah seperti itu tentunya memerlukan lahan dan bangunan, sehingga secara teknis pemerintah akan membantu membangun tempat pengelolaan sampah.
Sedangkan untuk tenaga kerja, direkrut dari desa setempat dan pemerintah akan memfasilitasi masyarakat dengan memberikan tempat pembuangan sampah berupa kantong atau tempat sampah permanen.
"Setiap warga diharapkan memilah sampah organik dan anorganik mulai dari rumah masing-masing. BUMDes kemudian membeli sampah anorganik, sedangkan sampah organik dibawa ke tempat pencacahan," ujarnya.
Setelah itu baru dibawa ke tempat pembuatan pupuk organik di Wilayah Sobangan, lanjut pupuk disalurkan kembali ke petani.
"Dengan demikian, masyarakat, desa, hotel, dan restoran terintegrasi. Semua terintegrasi, satu program bisa digarap oleh tiga atau empat Perangkat Daerah," ujarnya.
Sementara itu, Sekertaris BUMDes Panggung Lestari, Gatot Ferianto menjelaskan dalam mendukung pengelolaan sampah ini, pihaknya melibatkan masyarakat untuk ikut serta.
"Salah satu sumber sampah adalah rumah tangga. Konsekuensinya, untuk sampah yang disetorkan ke BUMDes, masyarakat harus membayar ongkos atau retribusi," ujarnya.
Selain itu, desa dikatakannya wajib menyediakan lahan agar nantinya pengelolaan sampah tidak tergantung pihak luar.
"Kalau mau bersih ya harus turut ikut mengelola. Dari pada membayar retribusi untuk pihak luar, lebih baik untuk desa sendiri," ujarnya.
Keuntungan pengelolaan sampah secara mandiri, kata dia, retribusinya juga lebih murah sampai 30 persen daripada bergantung kepada pihak luar atau membuang sampah sembarangan sehingga dapat merusak lingkungan.
"Dari delapan ribu Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Panggungharjo, baru dapat mengelola sampah yang ada disekitar 1.700 KK," katanya.
Untuk menghidupkan kegiatan masyarakat, pihaknya juga menggandeng ibu-ibu PKK sebagai kader lingkungan, termasuk dalam hal pemungutan retribusi sampah dan pengelolaannya dan Sebagai imbalan, 10 persen hasil retribusi masuk ke kas PKK.
"Retribusi yang dibayar penduduk tergantung jenis dan volume sampah. Rumah Tangga Umum (RTU) sekitar Rp20 ribu, sedangkan restoran Rp50-600 ribu per bulan," ujarnya.
Selain mengelola bank sampah, BUMDes setempar juga mengelola minyak jelantah atau minyak goreng bekas untuk dijadikan biosolar.
Dalam hal ini pihaknya berkerja sama dengan perusahaan multinasional yang mengelola minyak jelanta yang dibeli dari masyarakat. "Minyak jelanta tersebut nantinya dimanfaatkan sebagai bahan baku bahan bakar," katanya.
Dalam peninjauan ke lapangan ini, Giri Prasta tetap didampingi Sekda Badung Wayan Adi Arnawa, Asisten Pemerintahan dan Kesra I.B.A. Yoga Segara, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Putu Gede Sridana.
Kemudian, Kadis Pertanian dan Pangan IGAK Sudaratmaja, Kabag Humas Nyoman Sujendra, dan IB Sunarta serta Putu Alit Yandinata yang mewakili pimpinan DPRD Badung. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Kami ingin mencontoh pengelolaan sampah yang dilaksanakan di BUMDes Panggung Lestari yang dapat menjadi nilai ekonomis dan peluang membuka tenaga kerja," ujar Giri Prasta dalam Kegiatan Pekan Informasi Pembangunan (PIP) di Kabupaten Bantul, Jumat.
Ia mengaku tertarik, dengan program BUMDes Panggung Lestari yang mengelola sampah guna pemeliharaan lingkungan sekaligus mendatangkan keuntungan finansial.
Oleh karena itu, mantan Ketua DPRD Badung ini mendorong para perbekel untuk mengembangkan BUMDes dan mengelola sampah yang ada di wilayahnya.
"Kalau semua bisa seperti itu, sampah-sampah tidak akan menumpuk di TPA dan sekaligus bisa mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat," ujarnya.
Untuk pengelolaan sampah seperti itu tentunya memerlukan lahan dan bangunan, sehingga secara teknis pemerintah akan membantu membangun tempat pengelolaan sampah.
Sedangkan untuk tenaga kerja, direkrut dari desa setempat dan pemerintah akan memfasilitasi masyarakat dengan memberikan tempat pembuangan sampah berupa kantong atau tempat sampah permanen.
"Setiap warga diharapkan memilah sampah organik dan anorganik mulai dari rumah masing-masing. BUMDes kemudian membeli sampah anorganik, sedangkan sampah organik dibawa ke tempat pencacahan," ujarnya.
Setelah itu baru dibawa ke tempat pembuatan pupuk organik di Wilayah Sobangan, lanjut pupuk disalurkan kembali ke petani.
"Dengan demikian, masyarakat, desa, hotel, dan restoran terintegrasi. Semua terintegrasi, satu program bisa digarap oleh tiga atau empat Perangkat Daerah," ujarnya.
Sementara itu, Sekertaris BUMDes Panggung Lestari, Gatot Ferianto menjelaskan dalam mendukung pengelolaan sampah ini, pihaknya melibatkan masyarakat untuk ikut serta.
"Salah satu sumber sampah adalah rumah tangga. Konsekuensinya, untuk sampah yang disetorkan ke BUMDes, masyarakat harus membayar ongkos atau retribusi," ujarnya.
Selain itu, desa dikatakannya wajib menyediakan lahan agar nantinya pengelolaan sampah tidak tergantung pihak luar.
"Kalau mau bersih ya harus turut ikut mengelola. Dari pada membayar retribusi untuk pihak luar, lebih baik untuk desa sendiri," ujarnya.
Keuntungan pengelolaan sampah secara mandiri, kata dia, retribusinya juga lebih murah sampai 30 persen daripada bergantung kepada pihak luar atau membuang sampah sembarangan sehingga dapat merusak lingkungan.
"Dari delapan ribu Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Panggungharjo, baru dapat mengelola sampah yang ada disekitar 1.700 KK," katanya.
Untuk menghidupkan kegiatan masyarakat, pihaknya juga menggandeng ibu-ibu PKK sebagai kader lingkungan, termasuk dalam hal pemungutan retribusi sampah dan pengelolaannya dan Sebagai imbalan, 10 persen hasil retribusi masuk ke kas PKK.
"Retribusi yang dibayar penduduk tergantung jenis dan volume sampah. Rumah Tangga Umum (RTU) sekitar Rp20 ribu, sedangkan restoran Rp50-600 ribu per bulan," ujarnya.
Selain mengelola bank sampah, BUMDes setempar juga mengelola minyak jelantah atau minyak goreng bekas untuk dijadikan biosolar.
Dalam hal ini pihaknya berkerja sama dengan perusahaan multinasional yang mengelola minyak jelanta yang dibeli dari masyarakat. "Minyak jelanta tersebut nantinya dimanfaatkan sebagai bahan baku bahan bakar," katanya.
Dalam peninjauan ke lapangan ini, Giri Prasta tetap didampingi Sekda Badung Wayan Adi Arnawa, Asisten Pemerintahan dan Kesra I.B.A. Yoga Segara, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Putu Gede Sridana.
Kemudian, Kadis Pertanian dan Pangan IGAK Sudaratmaja, Kabag Humas Nyoman Sujendra, dan IB Sunarta serta Putu Alit Yandinata yang mewakili pimpinan DPRD Badung. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017