Belakangan, kebhinnekaan (keragaman) menjadi barang langka dan mahal, karena kepentingan kelompok dan golongan akhir-akhir ini lebih dipaksakan, sehingga mengundang konflik, padahal para pendiri bangsa ini sudah sepakat dengan "jalan tengah", yakni Pancasila.
Nah, ada oase yang datang dari Maha Vihara Duta Maitreya di kawasan Sungai Panas, Kota Batam, Kepulauan Riau, sebagai objek wisata yang lebih menampakkan sebagai lokasi ibadah bagi umat Buddha yang berlantai tiga nan megah dan luas itu.
Ya, vihara itu mengajarkan satu hal yang teramat penting, yakni kebhinnekaan. Vihara itu memiliki ruang ibadah untuK lima agama, selain ada restoran, pasar swalayan, ruang kelas untuk sekolah dari PAUD hingga SMA/SMK, dan asrama.
"Betul, semua agama ada di sini, karena guru-guru kami juga ada yang berasal dari kalangan Kristiani dan Muslim. Mereka punya ruangan khusus untuk beribadah sesuai agamanya," ujar siswa SMK Maitreya, Bodhi Wijaya.
Ditemui setelah menjalani ritual di salah satu ruangan dengan patung Buddha berukuran cukup besar, siswa kelas 2 SMK Maitreya itu mengaku bangga bisa sekolah di kawasan Maha Vihara Maitreya Batam itu.
"Di sini, kami mendapatkan pelajaran lengkap. Tidak hanya ilmu yang cukup mendalam, tapi kami juga mendapatkan pembelajaran etika, disiplin, dan kemajemukan yang langsung dipraktekkan dalam keseharian," tuturnya.
Menurut siswa asal Padang Panjang itu, pembelajaran etika, disiplin, dan kebhinnekaan di sekolah dari PAUD hingga SMA/SMK itulah yang membedakan sekolah di vihara itu dengan sekolah lain.
"Kalau ada siswa yang tidak menghargai etika, disiplin, dan kebhinnekaan di sini akan langsung kena sanksi, apakah diminta kerja bakti di kamar mandi atau rambutnya digundul," ujarnya kepada Antara yang bergabung dalam rombongan wartawan dan staf Humas Pemprov Bali ke Batam, 15 Maret lalu.
Namun, sanksi yang diberikan itu selalu membekas dalam ingatan para siswa untuk menghargai etika, disiplin, dan kebhinnekaan sebagai "kredo" dalam hidup di kemudian hari kelak saat "terjun" ke tengah masyarakat.
Apalagi, vihara itu memiliki keunikan desain dengan dinding-dinding yang dihiasi ornamen bertuliskan huruf-huruf berbahasa Mandarin Taiwan yang tulisannya lebih rumit daripada tulisan Mandarin pada umumnya.
Ya, vihara itu pun menjadi tempat berkumpul umat dari semua agama untuk belajar tentang kehidupan, termasuk belajar tentang toleransi yang menjadikan semua umat manusia sebagai satu keluarga.
Tidak hanya tempat ibadah bagi umat Buddha, di kota Batam juga ada tempat ibadah bagi umat Hindu, yakni Pura Agung Amerta Bhuana. Pura ini mempunyai hamparan pemandangan alam yang indah. Di sekitarnya terhampar Danau Sei Ladi dan Selat Malaka.
Pura yang memiliki bangunan Padmasana yang megah setinggi kurang lebih 15 meter itu berornamen Hindu klasik yang digabungkan dengan konsep modern monumental hingga memperkaya Pulau Batam sebagai miniatur kebhinnekaan Indonesia.
Wisata Bahari
Wisata berkonsep budaya yang mengedepankan "kebhinnekaan" itu hanyalah salah satu dari puluhan objek wisata unggulan di Kota Batam, sebab pilihan yang juga menarik adalah wisata berkonsep bahari.
"Kami merangkul pesaing kami, yakni Singapura dan Malaysia dengan mengajak Asosiasi Pengelola Wisata (Asita) kedua negeri jiran itu untuk bekerja sama agar wisatawan yang ke Singapura dan Malaysia juga singgah ke Batam," kata Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemkot Batam Gintoyono Batong.
Tentu, ajakan itu disertai dengan tawaran yang menjanjikan, yakni wisata kuliner di pinggir laut di Batam, apalagi dalam suasana malam. Karena itu pihaknya berusaha mengembangkan budaya bahari untuk menarik wisatawan.
"Dengan demikian, Batam akan menjadi paket tambahan untuk wisata di Singapura dan Malaysia, sehingga Batam kini diperhitungkan," katanya, kepada rombongan yang dipimpin Asisten Administrasi Umum Pemprov Bali, I Gusti Ngurah Alit.
Untuk sekadar menyebut contoh, ia menyebut lomba perahu kecil tanpa awak dan tanpa `remote control` yang bergerak sesuai arah angin. "Kami sebut dengan lomba Jong (jukung) dan wisatawan mancanegara sangat menyukai itu," katanya.
Ada pula kawasan wisata olahraga pantai yang dikembangkan dalam skala internasional di Pantai Lagoe. Pihaknya juga membenahi daerah tujuan wisata (DTW) kepulauan, di antaranya Pulau Natuna yang akan menjadi pulau militer dan pulau-pulau lainnya.
"Kami akan tetap melakukan berbagai upaya untuk memajukan pariwisata di Batam yang ditargetkan oleh pemerintah pusat sebanyak 2,5 juta wisatawan pada tahun 2017. Target itu menjadi bagian dari target 15 juta wisatawan secara nasional pada tahun 2017," katanya.
Wisatawan mancanegara yang datang ke Batam umumnya dari Malaysia, Singapura, Thailand, Jepang, dan Korea. "Kalau wisatawan Eropa agak jarang. Ada juga wisatawan Vietnam, karena Batam memiliki Camp Vietnam (kawasan pengungsi Vietnam yang diasingkan Australia di Batam)," katanya.
Agaknya, wisata berkonsep bahari (wisata bahari) itu pula yang akan dikembangkan di Bali. "Kami akan fokus pada pembangunan terpadu di wilayah Pulau Nusa Penida (untuk sektor pariwisata)," kata Kabid Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah pada Bappeda Litbang Pemprov Bali Putu Naning Jayaningsih.
Apalagi, Nusa Penida (NP) itu sudah dibahas dalam Rakor Penyelenggaraan Pembangunan di Nusa Penida yang melibatkan pemerintah pusat (PUPR), Provinsi Bali, dan Kabupaten Klungkung dengan menetapkan NP sebagai kawasan pariwisata terpadu yakni NP sebagai Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II sesuai PP 37/2002.
Selain itu, NP sebagai kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) sesuai PP 50/2011 tentang Ripparnas, NP sebagai kawasan konservasi perairan (KKP) sesuai Kepmen-KP 24/2014, dan NP sebagai kawasan minapolitan perikanan budidaya (rumput laut) sesuai Kepmen-KP 35/2013.
Berikutnya, NP sebagai titik pangkal lurus kepulauan Indonesia (batas negara/pulau kecil terluar) sesuai PP 38/2008 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Pangkal Kepulauan Indonesia, lalu NP sebagai wilayah sumber pembibitan Sapi Bali sesuai Kepmentan 346/2016, dan NP sebagai kawasan strategis Provinsi Bali (KSP-Bali) sesuai Perda 16/2009 tentang RTRW Provinsi Bali.
"Oleh karena itu, kami akan melakukan kajian untuk pengembangan kawasan pariwisata terpadu di Nusa Penida itu melalui pengembangan investasi terpadu yang melibatkan pemerintah pusat dan daerah serta swasta sesuai peraturan (RPJMD) dan adat budaya masyarakat Bali," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Nah, ada oase yang datang dari Maha Vihara Duta Maitreya di kawasan Sungai Panas, Kota Batam, Kepulauan Riau, sebagai objek wisata yang lebih menampakkan sebagai lokasi ibadah bagi umat Buddha yang berlantai tiga nan megah dan luas itu.
Ya, vihara itu mengajarkan satu hal yang teramat penting, yakni kebhinnekaan. Vihara itu memiliki ruang ibadah untuK lima agama, selain ada restoran, pasar swalayan, ruang kelas untuk sekolah dari PAUD hingga SMA/SMK, dan asrama.
"Betul, semua agama ada di sini, karena guru-guru kami juga ada yang berasal dari kalangan Kristiani dan Muslim. Mereka punya ruangan khusus untuk beribadah sesuai agamanya," ujar siswa SMK Maitreya, Bodhi Wijaya.
Ditemui setelah menjalani ritual di salah satu ruangan dengan patung Buddha berukuran cukup besar, siswa kelas 2 SMK Maitreya itu mengaku bangga bisa sekolah di kawasan Maha Vihara Maitreya Batam itu.
"Di sini, kami mendapatkan pelajaran lengkap. Tidak hanya ilmu yang cukup mendalam, tapi kami juga mendapatkan pembelajaran etika, disiplin, dan kemajemukan yang langsung dipraktekkan dalam keseharian," tuturnya.
Menurut siswa asal Padang Panjang itu, pembelajaran etika, disiplin, dan kebhinnekaan di sekolah dari PAUD hingga SMA/SMK itulah yang membedakan sekolah di vihara itu dengan sekolah lain.
"Kalau ada siswa yang tidak menghargai etika, disiplin, dan kebhinnekaan di sini akan langsung kena sanksi, apakah diminta kerja bakti di kamar mandi atau rambutnya digundul," ujarnya kepada Antara yang bergabung dalam rombongan wartawan dan staf Humas Pemprov Bali ke Batam, 15 Maret lalu.
Namun, sanksi yang diberikan itu selalu membekas dalam ingatan para siswa untuk menghargai etika, disiplin, dan kebhinnekaan sebagai "kredo" dalam hidup di kemudian hari kelak saat "terjun" ke tengah masyarakat.
Apalagi, vihara itu memiliki keunikan desain dengan dinding-dinding yang dihiasi ornamen bertuliskan huruf-huruf berbahasa Mandarin Taiwan yang tulisannya lebih rumit daripada tulisan Mandarin pada umumnya.
Ya, vihara itu pun menjadi tempat berkumpul umat dari semua agama untuk belajar tentang kehidupan, termasuk belajar tentang toleransi yang menjadikan semua umat manusia sebagai satu keluarga.
Tidak hanya tempat ibadah bagi umat Buddha, di kota Batam juga ada tempat ibadah bagi umat Hindu, yakni Pura Agung Amerta Bhuana. Pura ini mempunyai hamparan pemandangan alam yang indah. Di sekitarnya terhampar Danau Sei Ladi dan Selat Malaka.
Pura yang memiliki bangunan Padmasana yang megah setinggi kurang lebih 15 meter itu berornamen Hindu klasik yang digabungkan dengan konsep modern monumental hingga memperkaya Pulau Batam sebagai miniatur kebhinnekaan Indonesia.
Wisata Bahari
Wisata berkonsep budaya yang mengedepankan "kebhinnekaan" itu hanyalah salah satu dari puluhan objek wisata unggulan di Kota Batam, sebab pilihan yang juga menarik adalah wisata berkonsep bahari.
"Kami merangkul pesaing kami, yakni Singapura dan Malaysia dengan mengajak Asosiasi Pengelola Wisata (Asita) kedua negeri jiran itu untuk bekerja sama agar wisatawan yang ke Singapura dan Malaysia juga singgah ke Batam," kata Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemkot Batam Gintoyono Batong.
Tentu, ajakan itu disertai dengan tawaran yang menjanjikan, yakni wisata kuliner di pinggir laut di Batam, apalagi dalam suasana malam. Karena itu pihaknya berusaha mengembangkan budaya bahari untuk menarik wisatawan.
"Dengan demikian, Batam akan menjadi paket tambahan untuk wisata di Singapura dan Malaysia, sehingga Batam kini diperhitungkan," katanya, kepada rombongan yang dipimpin Asisten Administrasi Umum Pemprov Bali, I Gusti Ngurah Alit.
Untuk sekadar menyebut contoh, ia menyebut lomba perahu kecil tanpa awak dan tanpa `remote control` yang bergerak sesuai arah angin. "Kami sebut dengan lomba Jong (jukung) dan wisatawan mancanegara sangat menyukai itu," katanya.
Ada pula kawasan wisata olahraga pantai yang dikembangkan dalam skala internasional di Pantai Lagoe. Pihaknya juga membenahi daerah tujuan wisata (DTW) kepulauan, di antaranya Pulau Natuna yang akan menjadi pulau militer dan pulau-pulau lainnya.
"Kami akan tetap melakukan berbagai upaya untuk memajukan pariwisata di Batam yang ditargetkan oleh pemerintah pusat sebanyak 2,5 juta wisatawan pada tahun 2017. Target itu menjadi bagian dari target 15 juta wisatawan secara nasional pada tahun 2017," katanya.
Wisatawan mancanegara yang datang ke Batam umumnya dari Malaysia, Singapura, Thailand, Jepang, dan Korea. "Kalau wisatawan Eropa agak jarang. Ada juga wisatawan Vietnam, karena Batam memiliki Camp Vietnam (kawasan pengungsi Vietnam yang diasingkan Australia di Batam)," katanya.
Agaknya, wisata berkonsep bahari (wisata bahari) itu pula yang akan dikembangkan di Bali. "Kami akan fokus pada pembangunan terpadu di wilayah Pulau Nusa Penida (untuk sektor pariwisata)," kata Kabid Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah pada Bappeda Litbang Pemprov Bali Putu Naning Jayaningsih.
Apalagi, Nusa Penida (NP) itu sudah dibahas dalam Rakor Penyelenggaraan Pembangunan di Nusa Penida yang melibatkan pemerintah pusat (PUPR), Provinsi Bali, dan Kabupaten Klungkung dengan menetapkan NP sebagai kawasan pariwisata terpadu yakni NP sebagai Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II sesuai PP 37/2002.
Selain itu, NP sebagai kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) sesuai PP 50/2011 tentang Ripparnas, NP sebagai kawasan konservasi perairan (KKP) sesuai Kepmen-KP 24/2014, dan NP sebagai kawasan minapolitan perikanan budidaya (rumput laut) sesuai Kepmen-KP 35/2013.
Berikutnya, NP sebagai titik pangkal lurus kepulauan Indonesia (batas negara/pulau kecil terluar) sesuai PP 38/2008 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Pangkal Kepulauan Indonesia, lalu NP sebagai wilayah sumber pembibitan Sapi Bali sesuai Kepmentan 346/2016, dan NP sebagai kawasan strategis Provinsi Bali (KSP-Bali) sesuai Perda 16/2009 tentang RTRW Provinsi Bali.
"Oleh karena itu, kami akan melakukan kajian untuk pengembangan kawasan pariwisata terpadu di Nusa Penida itu melalui pengembangan investasi terpadu yang melibatkan pemerintah pusat dan daerah serta swasta sesuai peraturan (RPJMD) dan adat budaya masyarakat Bali," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017