Denpasar (Antara Bali) - Provinsi Bali yang berpenduduk sekitar 4,3 juta jiwa dan belasan ribu wisatawan mancanegara di Pulau Dewata, Selasa, tampak hening dan tanpa polusi saat umat Hindu melaksanakan ibadah Tapa Brata Penyepian menyambut Tahun Baru Saka 1939.

Suasana Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan hari ini, umat Hindu mengurung diri melaksanakan ibadah Tapa Brata, yakni empat pantangan yang wajib dilaksanakan sekaligus melakukan introspeksi selama 24 jam sejak Selasa pukul 06.00 WITA sebelum matahari terbit hingga Rabu (29/3) pukul 06.00 waktu setempat.

Tapa Brata Penyepian tersebut meliputi amati karya (tidak bekerja dan aktivitas lainnya), amati geni (tidak menyalakan api), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mengumbar hawa nafsu atau tanpa hiburan/bersenang-senang).

Kota Denpasar, tempat-tempat wisata, dan pusat perekonomian lainnya di Bali sehari-hari diwarnai kemacetan lalu lintas pun berubah total menjadi sepi dan sunyi bagaikan pulau tanpa penghuni.

Demikian pula Kompleks Perum-Perumnas Monang-Maning, Denpasar, kawasan permukiman yang dihuni sekitar 2.500 kepala keluarga dari berbagai etnis di Nusantara, menghormati pelaksanaan Tapa Brata Penyepian dengan toleransi yang kental.

Sepanjang jalan dan gang-gang tampak sepi, kecuali hanya beberapa pecalang (petugas keamanan desa adat) yang berjaga pada ujung gang dan perempatan jalan.

"Pagi ini, cuaca cukup cerah setelah Perumnas Monang-Maning, Kota Denpasar diguyur hujan sejak pukul 02.00 hingga 05.00 WITA. Hanya terdengar kicauan burung dari rumah tangga yang kebanyakan memelihara burung," ujar warga setempat, Ketut.

Pemandangan serupa hampir terjadi di seluruh pelosok perdesaan di Pulau Dewata, termasuk sejumlah perdesaan di Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan yang dilaporkan sunyi senyap.

Sedangkan, wisatawan mancanegara yang sedang berlibur di Bali, bertepatan dengan umat Hindu melaksanakan Tapa Brata Penyepian, terlihat hanya diperkenankan melakukan aktivitas di dalam kawasan hotel tempat mereka menginap.

Kehidupan yang rukun, harmonis, dan berdampingan satu sama lain pada hari yang diistimewakan kali ini sesuai dengan seruan dan kesepakatan bersama Majelis Lintas Agama dan Keagamaan di Provinsi Bali dalam menyukseskan pelaksanaan Hari Suci Nyepi.

"Seruan bersama yang ditandatangani pimpinan majelis-majelis agama dan keagamaan itu diketahui Gubernur Bali, Kapolda Bali, Korem 163/Wirasatya, dan Kepala Kanwil Kementerian Agama," kata Kasubag Informasi dan Humas Kanwil Kemenag Bali I Komang Giriyasa SE MAg.

Ketua Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali Jero Gede Suwena Putus Upadesa mengatakan hanya di Bali kegiatan ritual dan keagamaan sampai menutup bandar udara internasional yang tidak pernah terjadi di belahan negara mana pun.

"Nyepi kali ini merupakan ke-18 kali menutup sementara Bandara Ngurah Rai dan seluruh pintu masuk ke Pulau Dewata sejak tahun 1999," katanya.

Hal itu sesuai Surat Keputusan Dirjen Perhubungan, Kementerian Perhubungan Nomor AU 126961/DAU/7961/99, tertanggal 1 September 1999 dan diperkuat surat edaran Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang juga ditujukan kepada lima menteri Kabinet Kerja Pemerintahan Jokowi-JK.

Surat edaran Gubernur Bali tersebut berisi larangan yang wajib ditaati semua pihak di Bali, ditujukan kepada seluruh instansi pemerintah (sipil, TNI, dan Polri), serta lembaga masyarakat, lembaga keagamaan, lembaga adat, maupun perusahaan penerbangan, angkutan darat dan perusahaan pelayaran.

Akibat penutupan Bandara Ngurah Rai selama 24 jam mengakibatkan 324 penerbangan reguler baik domestik maupun internasional tidak beroperasi, saat umat Hindu melaksanakan Tapa Brata Penyepian pada hari Selasa, 28 Maret 2017.

"Penerbangan itu terdiri atas 193 penerbangan domestik dan 131 penerbangan internasional," kata Kepala Bagian Komunikasi dan Hukum PT Angkasa Pura I Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali, Arie Ahsanurrohim. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017