Sebuah patung raksasa yang menyeramkan, bertaring, mata melotot, lidah menjulur, dan perut buncit dengan rambut gimbal awut-awutan turun ke bumi menguasai Pulau Dewata pada malam Pengrupukan, Senin (27/3), sehari menjelang Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1939.
Boneka raksasa dengan tinggi empat sampai lima meter dan lebar dua meter itu, merupakan salah satu dari 7.079 ogoh-ogoh yang diarak keliling banjar, desa, dan kota di Bali pada petang hingga malam peralihan Tahun Saka dari 1938 ke 1939.
"Mahluk dunia akhirat" menyerupai bentuk "bhutakala" itu, sejalan dengan makna hari "pengerupuk" yakni mengusir roh jahat, menetralkan semua kekuatan, dan pengaruh negatif "bhutakala", yaitu roh atau makhluk kasatmata.
"Ogoh-ogoh itu setelah diarak seyogyanya dibakar (lebur) sehingga dunia beserta isinya diharapkan kembali bersih dan bebas dari segala gangguan makhluk maupun roh jahat," tutur Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali Dr I Gusti Ngurah Sudiana.
Anak-anak muda yang tergabung dalam wadah Sekaa Teruna-Teruni maupun sesama rekannya dalam satu pemukiman atau desa adat (desa pekraman) di Bali secara gotong-royong membuat ogoh-ogoh dan berlomba-lomba menampilkan yang terbaik, unik, dan menarik.
Anak-anak muda dalam menghasilkan karya seni yang inovatif itu, kini mulai menggunakan bahan-bahan yang alami dan ramah lingkungan sehingga mampu membangkitkan kesadaran anak-anak muda terhadap kebersihan dan kelestarian lingkungan.
Kabupaten Gianyar sebagai daerah "gudang seni" di Bali memelopori untuk memberikan penghargaan kepada sekaa truna-truni (perkumpulan anak muda) yang membuat ogoh-ogoh dari bahan ramah lingkungan maupun daur ulang sampah.
Dengan bahan-bahan murah yang mudah diperoleh dari lingkungan sekitarnya, berkat sentuhan tangan-tangan terampil, anak-anak muda mampu menghasilkan sebuah karya seni yang inovatif.
Kepala Dinas Kebersihan dan Lingkungan Kabupaten Gianyar I Wayan Kujus Pawitra mengatakan Pemkab Gianyar secara khusus memberikan penghargaan kepada 16 sekaa truna-truni yang dinilai mampu membangkitkan kesadaran masyarakat akan kebersihan dan kelestarian lingkungan.
Penghargaan itu sebagai bentuk apresiasi Pemkab Gianyar, yang kemungkinan akan bertambah jumlahnya, karena masih melakukan verifikasi.
Di Kabupaten Gianyar berdasarkan catatan Polda Bali pada malam "pengrupukan" itu akan disemarakan dengan 1.355 ogoh-ogoh, terbanyak kedua setelah Kabupaten Buleleng yang tercatat 1.380 ogoh-ogoh.
Di Kota Denpasar, ogoh-ogoh yang diarak 1.121 buah, menyusul Kabupaten Tabanan 894 buah, Jembrana 645 buah, Badung 532 buah, Klungkung 400 buah, Karangasem 380 buah dan Bangli 372 buah.
Diprasita
Ketua Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali Jero Gede Suwena Putus Upadesa juga memberikan apresiasi atas terobosan yang dilakukan anak-anak muda dalam membuat ogoh-ogoh menggunakan bahan ramah lingkungan, termasuk hasil daur ulang sampah.
Tidak masalah ogoh-ogoh dibuat dari bahan daur ulang sampah, karena karya seni itu sebelum diarak dibersihkan secara niskala (diprasita) dengan diperciki air suci (tirta) oleh pemangku di desa adat masing-masing.
Ritual pembersihan tidak hanya dilakukan pada ogoh-ogoh, namun juga terhadap semua alat-alat kelengkapan ritual terkait dengan pelaksanaan Nyepi maupun upacara keagamaan lainnya, sehingga kelengkapan upacara itu menjadi suci.
Anak-anak muda yang mengusung ogoh-ogoh dalam lingkungan desa adat masing-masing, tetap diingatkan untuk menjaga keamanan dan mengindari gesekan antarkelompok.
Dengan demikian rangkaian kegiatan ritual Nyepi itu dapat terlaksana dengan baik, lancar, damai dengan lebih menonjolkan unsur seni budaya yang selama ini mengantarkan Bali lebih dikenal di dunia internasional.
Polda Bali sendiri telah mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dengan mengerahkan sebanyak 27.917 orang yang terdiri atas petugas kepolisian 5.626 orang dan petugas keamanan desa adat (pecalang) 22.291 orang.
Hal itu sesuai harapan Kapolda Bali Inspektur Jenderal Polisi Petrus Golose. Ia mengajak masyarakat setempat untuk menjaga kondusifitas suasana menjelang dan selama Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939.
Untuk itu, ia mengeluarkan maklumat yang intinya mengimbau dan mengajak masyarakat setempat untuk mengendalikan diri, khususnya saat pelaksanaan "pengerupukan" atau sehari menjelang Nyepi.
Selain itu, masyarakat tidak boleh mengonsumsi minuman beralkohol, berjudi, menyalakan mercon atau bahan peledak agar suasana menjelang Nyepi berlangsung damai.
Semua macet
Pada malam "pengrupukan" (27/3), semua jalur di Bali, khususnya di Kota Denpasar, sejak pagi mulai mengalami kemacetan, karena separuh jalur jalan untuk tempat ogoh-ogoh yang terjejer setelah dikeluarkan dari balai banjar, tempat proses pengerjaannya.
Anak-anak muda di masing-masing banjar sejak pagi sudah sibuk untuk melengkapi ogoh-ogoh itu dengan bambu atau kayu sebagai tempat pegangan untuk nantinya menggotong dan mengarak secara beramai-ramai.
Sebagian ogoh-ogoh itu ada juga yang dilengkapi dengan roda yang diatur sedemikian rupa, sehingga tidak begitu banyak menghabiskan energi dalam menempuh rute yang akan dilalui.
Meskipun dilengkapi dengan roda, kelompok anak-anak remaja itu sudah mengantisipasinya untuk mudah diangkat guna digotong kembali untuk "ditarikan" mengikuti alunan irama musik gong blaganjur yang mengiringinya.
Untuk mendukung kelancaran pawai, Wakil Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara secara khusus menggelar rapat koordinasi dengan polresta dan instansi terkait untuk mengamankan arakan-arakan ogoh-ogoh tersebut.
Selain itu, juga melibatkan "Sabha Upadesa" yang terdiri atas forum kepala desa dan lurah, forum bendesa adat, dan forum pecalang dengan harapan mampu menghindari kejadian yang tidak diinginkan di masyarakat.
Dengan demikian diharapkan pelaksanaan serangkaian Hari Suci Nyepi itu bisa berjalan dengan baik dan lancar, tanpa adanya gesekan-gesekan di masyarakat. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Boneka raksasa dengan tinggi empat sampai lima meter dan lebar dua meter itu, merupakan salah satu dari 7.079 ogoh-ogoh yang diarak keliling banjar, desa, dan kota di Bali pada petang hingga malam peralihan Tahun Saka dari 1938 ke 1939.
"Mahluk dunia akhirat" menyerupai bentuk "bhutakala" itu, sejalan dengan makna hari "pengerupuk" yakni mengusir roh jahat, menetralkan semua kekuatan, dan pengaruh negatif "bhutakala", yaitu roh atau makhluk kasatmata.
"Ogoh-ogoh itu setelah diarak seyogyanya dibakar (lebur) sehingga dunia beserta isinya diharapkan kembali bersih dan bebas dari segala gangguan makhluk maupun roh jahat," tutur Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali Dr I Gusti Ngurah Sudiana.
Anak-anak muda yang tergabung dalam wadah Sekaa Teruna-Teruni maupun sesama rekannya dalam satu pemukiman atau desa adat (desa pekraman) di Bali secara gotong-royong membuat ogoh-ogoh dan berlomba-lomba menampilkan yang terbaik, unik, dan menarik.
Anak-anak muda dalam menghasilkan karya seni yang inovatif itu, kini mulai menggunakan bahan-bahan yang alami dan ramah lingkungan sehingga mampu membangkitkan kesadaran anak-anak muda terhadap kebersihan dan kelestarian lingkungan.
Kabupaten Gianyar sebagai daerah "gudang seni" di Bali memelopori untuk memberikan penghargaan kepada sekaa truna-truni (perkumpulan anak muda) yang membuat ogoh-ogoh dari bahan ramah lingkungan maupun daur ulang sampah.
Dengan bahan-bahan murah yang mudah diperoleh dari lingkungan sekitarnya, berkat sentuhan tangan-tangan terampil, anak-anak muda mampu menghasilkan sebuah karya seni yang inovatif.
Kepala Dinas Kebersihan dan Lingkungan Kabupaten Gianyar I Wayan Kujus Pawitra mengatakan Pemkab Gianyar secara khusus memberikan penghargaan kepada 16 sekaa truna-truni yang dinilai mampu membangkitkan kesadaran masyarakat akan kebersihan dan kelestarian lingkungan.
Penghargaan itu sebagai bentuk apresiasi Pemkab Gianyar, yang kemungkinan akan bertambah jumlahnya, karena masih melakukan verifikasi.
Di Kabupaten Gianyar berdasarkan catatan Polda Bali pada malam "pengrupukan" itu akan disemarakan dengan 1.355 ogoh-ogoh, terbanyak kedua setelah Kabupaten Buleleng yang tercatat 1.380 ogoh-ogoh.
Di Kota Denpasar, ogoh-ogoh yang diarak 1.121 buah, menyusul Kabupaten Tabanan 894 buah, Jembrana 645 buah, Badung 532 buah, Klungkung 400 buah, Karangasem 380 buah dan Bangli 372 buah.
Diprasita
Ketua Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali Jero Gede Suwena Putus Upadesa juga memberikan apresiasi atas terobosan yang dilakukan anak-anak muda dalam membuat ogoh-ogoh menggunakan bahan ramah lingkungan, termasuk hasil daur ulang sampah.
Tidak masalah ogoh-ogoh dibuat dari bahan daur ulang sampah, karena karya seni itu sebelum diarak dibersihkan secara niskala (diprasita) dengan diperciki air suci (tirta) oleh pemangku di desa adat masing-masing.
Ritual pembersihan tidak hanya dilakukan pada ogoh-ogoh, namun juga terhadap semua alat-alat kelengkapan ritual terkait dengan pelaksanaan Nyepi maupun upacara keagamaan lainnya, sehingga kelengkapan upacara itu menjadi suci.
Anak-anak muda yang mengusung ogoh-ogoh dalam lingkungan desa adat masing-masing, tetap diingatkan untuk menjaga keamanan dan mengindari gesekan antarkelompok.
Dengan demikian rangkaian kegiatan ritual Nyepi itu dapat terlaksana dengan baik, lancar, damai dengan lebih menonjolkan unsur seni budaya yang selama ini mengantarkan Bali lebih dikenal di dunia internasional.
Polda Bali sendiri telah mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dengan mengerahkan sebanyak 27.917 orang yang terdiri atas petugas kepolisian 5.626 orang dan petugas keamanan desa adat (pecalang) 22.291 orang.
Hal itu sesuai harapan Kapolda Bali Inspektur Jenderal Polisi Petrus Golose. Ia mengajak masyarakat setempat untuk menjaga kondusifitas suasana menjelang dan selama Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939.
Untuk itu, ia mengeluarkan maklumat yang intinya mengimbau dan mengajak masyarakat setempat untuk mengendalikan diri, khususnya saat pelaksanaan "pengerupukan" atau sehari menjelang Nyepi.
Selain itu, masyarakat tidak boleh mengonsumsi minuman beralkohol, berjudi, menyalakan mercon atau bahan peledak agar suasana menjelang Nyepi berlangsung damai.
Semua macet
Pada malam "pengrupukan" (27/3), semua jalur di Bali, khususnya di Kota Denpasar, sejak pagi mulai mengalami kemacetan, karena separuh jalur jalan untuk tempat ogoh-ogoh yang terjejer setelah dikeluarkan dari balai banjar, tempat proses pengerjaannya.
Anak-anak muda di masing-masing banjar sejak pagi sudah sibuk untuk melengkapi ogoh-ogoh itu dengan bambu atau kayu sebagai tempat pegangan untuk nantinya menggotong dan mengarak secara beramai-ramai.
Sebagian ogoh-ogoh itu ada juga yang dilengkapi dengan roda yang diatur sedemikian rupa, sehingga tidak begitu banyak menghabiskan energi dalam menempuh rute yang akan dilalui.
Meskipun dilengkapi dengan roda, kelompok anak-anak remaja itu sudah mengantisipasinya untuk mudah diangkat guna digotong kembali untuk "ditarikan" mengikuti alunan irama musik gong blaganjur yang mengiringinya.
Untuk mendukung kelancaran pawai, Wakil Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara secara khusus menggelar rapat koordinasi dengan polresta dan instansi terkait untuk mengamankan arakan-arakan ogoh-ogoh tersebut.
Selain itu, juga melibatkan "Sabha Upadesa" yang terdiri atas forum kepala desa dan lurah, forum bendesa adat, dan forum pecalang dengan harapan mampu menghindari kejadian yang tidak diinginkan di masyarakat.
Dengan demikian diharapkan pelaksanaan serangkaian Hari Suci Nyepi itu bisa berjalan dengan baik dan lancar, tanpa adanya gesekan-gesekan di masyarakat. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017