Denpasar (Antara Bali) - Pedagang daging di Pasar Tradisional Badung, Bali, mengakui penjualan daging babi mengalami penurunan cukup drastis akibat mewabahnya kasus penyakit meningitis babi atau meningitis streptococcus suis (MSS) di sejumlah daerah.
"Penurunan penjualan daging babi ini sangat saya rasakan sejak dua hari lalu, karena adanya kasus bakteri pada hewan babi itu," kata seorang pedagang daging babi, Putu Nasa, di Pasar Badung, Senin.
Sebelum kasus ini mencuat, kata dia, biasanya dalam sehari mampu menjual tiga ekor babi karena permintaan konsumen yang membeludak, namun saat ini dua ekor babi yang disiapkan belum juga laku terjual.
Untuk harga daging babi, kata Putu Nasa, tergolong stabil atau belum terjadi penurunan harga atau kisaran harga Rp48 ribu per kilogramnya.
"Untuk harga tidak banyak terjadi perubahan, namun akibat adanya isu penyakit pada babi ini, maka penjualan sangat saya rasakan menurun drastis," katanya.
Apabila isu penyakit ini terus merebak dan memakan korban, dia, mengkhawatirkan saat Hari Raya Galungan dan Hari Raya Kuningan akan terjadi penurunan dalam permintaan daging babi.
"Kami belum bisa memastikan ada penurunan permintaan daging menjelang Galungan dan Kuningan. Namun, hingga kini banyak pelanggan saya yang enggan membeli daging babi karena isu tersebut," ujarnya.
Apabila hal ini terus terjadi tentunya akan mematikan para pedagang dan juga peternak babi yang ada di Pulau Dewata.
Hal senada diungkapkan, Made Sekarini yang mengaku merasakan dampak penjualan daging babi akibat adanya wabah penyakit meningitis babi itu.
"Biasanya, saya mampu menjual dua ekor daging babi per harinya, namun saat ini justru belum laku terjual," katanya.
Menurut dia, penurunan permintaan daging babi yang terjadi saat ini karena informasi atau pemberitaan media yang membuat masyarakat khawatir membeli daging babi.
Pihaknya mengatakan, daging babi yang dijualnya didapat dari Rumah Potong Hewan (RPH). Menurut dia, penyebaran penyakit ini disebabkan cara pengolahan daging itu kurang baik.
"Kalau masyarakat mengolah makanan itu dengan benar dan tidak setengah matang, maka bakteri itu pasti akan mati," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Penurunan penjualan daging babi ini sangat saya rasakan sejak dua hari lalu, karena adanya kasus bakteri pada hewan babi itu," kata seorang pedagang daging babi, Putu Nasa, di Pasar Badung, Senin.
Sebelum kasus ini mencuat, kata dia, biasanya dalam sehari mampu menjual tiga ekor babi karena permintaan konsumen yang membeludak, namun saat ini dua ekor babi yang disiapkan belum juga laku terjual.
Untuk harga daging babi, kata Putu Nasa, tergolong stabil atau belum terjadi penurunan harga atau kisaran harga Rp48 ribu per kilogramnya.
"Untuk harga tidak banyak terjadi perubahan, namun akibat adanya isu penyakit pada babi ini, maka penjualan sangat saya rasakan menurun drastis," katanya.
Apabila isu penyakit ini terus merebak dan memakan korban, dia, mengkhawatirkan saat Hari Raya Galungan dan Hari Raya Kuningan akan terjadi penurunan dalam permintaan daging babi.
"Kami belum bisa memastikan ada penurunan permintaan daging menjelang Galungan dan Kuningan. Namun, hingga kini banyak pelanggan saya yang enggan membeli daging babi karena isu tersebut," ujarnya.
Apabila hal ini terus terjadi tentunya akan mematikan para pedagang dan juga peternak babi yang ada di Pulau Dewata.
Hal senada diungkapkan, Made Sekarini yang mengaku merasakan dampak penjualan daging babi akibat adanya wabah penyakit meningitis babi itu.
"Biasanya, saya mampu menjual dua ekor daging babi per harinya, namun saat ini justru belum laku terjual," katanya.
Menurut dia, penurunan permintaan daging babi yang terjadi saat ini karena informasi atau pemberitaan media yang membuat masyarakat khawatir membeli daging babi.
Pihaknya mengatakan, daging babi yang dijualnya didapat dari Rumah Potong Hewan (RPH). Menurut dia, penyebaran penyakit ini disebabkan cara pengolahan daging itu kurang baik.
"Kalau masyarakat mengolah makanan itu dengan benar dan tidak setengah matang, maka bakteri itu pasti akan mati," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017