Denpasar (Antara Bali) - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta adanya konsultasi publik untuk proses penerbitan Amdal (Analisis Dampak Lingkungan Hidup) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bagi rencana Reklamasi Teluk Benoa (RTB).
"Hal itu sebagai upaya mempercepat penyelesaian pro-kontra terkait rencana RTB agar sesuai regulasi yang berlaku," kata Ketua Rombongan Komisi VII DPR RI, Satya Wirya Yudha, di Denpasar, Selasa.
Di sela-sela kunjungan kerja ke Pelindo III, TPA Suwung di kawasan Benoa, Bali, dan Badan Teknologi Industri Kreatif Keramik (BTIKK) Bali, Wakil Ketua komisi VII Fraksi Golkar itu mengatakan, konsultasi publik itu untuk menampung semua aspirasi masyarakat, baik yang mendukung maupun yang menolak dari tingkat desa hingga dapat diakui secara nasional.
Pihaknya tidak mempersoalkan ada masyarakat yang menolak maupun menerima, tetapi apapun keputusan untuk itu harus tetap mengacu pada aturan yang ada serta melakukan pengecekan terhadap kredibilitas kalangan masyarakat kedua belah pihak, untuk mengantisipasi adanya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Perwakilan Dinas Kehutanan Bali sudah melaporkan bahwa Gubenur Bali sudah setuju dengan rencana proyek tersebut, namun pembuatan Amdal itu tetap harus menjadi sebuah pertimbangan, selain mempertimbangkan hal-hal yang dapat memajukan daerah," kata Satya Wirya Yudha.
Untuk itu, DPR meminta agar lembaga terkait segara membentuk tim untuk melakukan pengecekan secara detail sebelum memberikan kelayakan proyek RTB, sehingga keputusan tidak diambil secara sepihak.
Dalam kesempatan itu, Kepala Rehabilitasi dan Perhutanan Sosial, Dinas Kehutanan Bali, I Wayan Darma, menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi Bali telah memberikan ruang kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dalam bentuk "Simakrama" yang rutin diadakan sebulan sekali.
"Juga ada Podium Bali Bebas Berbicara Apa Saja (PB3AS) di Lapangan Renon, Denpasar yang diadakan setiap Minggu pagi, namun kami juga mendorong pengembang untuk mengikuti proses hukum yang ada, terutama Amdal yang belum keluar itu," katanya.
Didampingi Kabid Pengelolaan Sampah Limbah B3 dan Peningkatan Kapasitas, Dinas Lingkungan Hidup Bali, Yupi Wahyudari, ia mengatakan Gubenur Bali juga telah mengirimkan surat sebanyak tiga kali untuk menanyakan keputusan pemerintah pusat terkait kelayakan rencana proyek tersebut.
Dalam acara itu, Humas Forum Peduli Mangrove Bali (FPMB), Lanang Sudira, melaporkan dan menyerahkan dokumen kepada Wakil Komisi VII DPR RI tentang pelanggaran yang terjadi di hutan mangrove seluas 1.373 hektare di Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Teluk Benoa.
"Kami telah menyerahkan data indikasi 42 jenis pelanggaran berupa pembangunan maupun penyerobotan lahan dan 22 pensertifikatan tanah lahan Tahura," ujar Lanang Sudira.
Hal itu juga perlu diperhatikan dengan baik oleh lembaga terkait agar melakukan tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang dapat mengacam kerusakan habitat lingkungan hidup Tahura.
Pihaknya secara konsisten akan menjaga dan berupaya setiap saat untuk melakukan penambahan dan pergantian pohon Mangrove yang mati hingga 6.000 bibit pohon Mangrove.
"Tidak hanya itu, kami juga merencanakan tempat penelitian tanaman mangrove tingkat dunia, sekaligus sekolah khusus untuk mengenal tanaman mangrove dan juga kawasan Teluk Benoa," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya akan berusaha melestarikan hutan mangrove tersebut agar terus dapat dikembangkan menjadi objek wisata Mangrove serta mencegah bencana alam dan penting bagi pernapasan manusia.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Hal itu sebagai upaya mempercepat penyelesaian pro-kontra terkait rencana RTB agar sesuai regulasi yang berlaku," kata Ketua Rombongan Komisi VII DPR RI, Satya Wirya Yudha, di Denpasar, Selasa.
Di sela-sela kunjungan kerja ke Pelindo III, TPA Suwung di kawasan Benoa, Bali, dan Badan Teknologi Industri Kreatif Keramik (BTIKK) Bali, Wakil Ketua komisi VII Fraksi Golkar itu mengatakan, konsultasi publik itu untuk menampung semua aspirasi masyarakat, baik yang mendukung maupun yang menolak dari tingkat desa hingga dapat diakui secara nasional.
Pihaknya tidak mempersoalkan ada masyarakat yang menolak maupun menerima, tetapi apapun keputusan untuk itu harus tetap mengacu pada aturan yang ada serta melakukan pengecekan terhadap kredibilitas kalangan masyarakat kedua belah pihak, untuk mengantisipasi adanya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Perwakilan Dinas Kehutanan Bali sudah melaporkan bahwa Gubenur Bali sudah setuju dengan rencana proyek tersebut, namun pembuatan Amdal itu tetap harus menjadi sebuah pertimbangan, selain mempertimbangkan hal-hal yang dapat memajukan daerah," kata Satya Wirya Yudha.
Untuk itu, DPR meminta agar lembaga terkait segara membentuk tim untuk melakukan pengecekan secara detail sebelum memberikan kelayakan proyek RTB, sehingga keputusan tidak diambil secara sepihak.
Dalam kesempatan itu, Kepala Rehabilitasi dan Perhutanan Sosial, Dinas Kehutanan Bali, I Wayan Darma, menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi Bali telah memberikan ruang kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dalam bentuk "Simakrama" yang rutin diadakan sebulan sekali.
"Juga ada Podium Bali Bebas Berbicara Apa Saja (PB3AS) di Lapangan Renon, Denpasar yang diadakan setiap Minggu pagi, namun kami juga mendorong pengembang untuk mengikuti proses hukum yang ada, terutama Amdal yang belum keluar itu," katanya.
Didampingi Kabid Pengelolaan Sampah Limbah B3 dan Peningkatan Kapasitas, Dinas Lingkungan Hidup Bali, Yupi Wahyudari, ia mengatakan Gubenur Bali juga telah mengirimkan surat sebanyak tiga kali untuk menanyakan keputusan pemerintah pusat terkait kelayakan rencana proyek tersebut.
Dalam acara itu, Humas Forum Peduli Mangrove Bali (FPMB), Lanang Sudira, melaporkan dan menyerahkan dokumen kepada Wakil Komisi VII DPR RI tentang pelanggaran yang terjadi di hutan mangrove seluas 1.373 hektare di Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Teluk Benoa.
"Kami telah menyerahkan data indikasi 42 jenis pelanggaran berupa pembangunan maupun penyerobotan lahan dan 22 pensertifikatan tanah lahan Tahura," ujar Lanang Sudira.
Hal itu juga perlu diperhatikan dengan baik oleh lembaga terkait agar melakukan tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang dapat mengacam kerusakan habitat lingkungan hidup Tahura.
Pihaknya secara konsisten akan menjaga dan berupaya setiap saat untuk melakukan penambahan dan pergantian pohon Mangrove yang mati hingga 6.000 bibit pohon Mangrove.
"Tidak hanya itu, kami juga merencanakan tempat penelitian tanaman mangrove tingkat dunia, sekaligus sekolah khusus untuk mengenal tanaman mangrove dan juga kawasan Teluk Benoa," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya akan berusaha melestarikan hutan mangrove tersebut agar terus dapat dikembangkan menjadi objek wisata Mangrove serta mencegah bencana alam dan penting bagi pernapasan manusia.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017